Fotokita.net - Tewasnya dokter Soeko pada 23 September 2019 setelah sebelumnya sempat mendapat penanganan medis di RSUD Wamena merupakan duka bagi seluruh insan kesehatan di Papua.
Silwanus memastikan seluruh insan kesehatan di Papua akan memberikan penghormatan terakhir kepada dokter Soeko sebelum jenazahnya akan dikembalikan ke pihak keluarga.
"Ini betul-betul menjadi duka untuk dunia kedokteran, lepas dari semua persoalan yang ada, dalam pelayanan kesehatan kita tidak bicara politik, itu norma di dunia kesehatan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat kita tanpa memandang Anda dari golongan mana, yang utama itu keselamatan pasien," ujarnya.
Dunia Kesehatan Papua berduka setelah salah satu dokter yang selama lima tahun terakhir bertugas di Kabupaten Tolikara, Papua, menjadi salah satu korban tewas kerusuhan Wamena, Kabupaten Jayawijaya.

Kondisi saat sebuah bangunan terbakar menyusul aksi berujung ricuh di Wamena, Papua, Senin (23/9/2019). Demonstran bersikap anarkistis hingga membakar rumah warga, kantor pemerintah, dan beberapa kios masyarakat pada aksi berujung ricuh yang diduga dipicu kabar hoaks tentang seorang guru yang menge
Namanya dr Soeko Marsetiyo (53 tahun). Dia berprofesi sebagai dokter umum yang bersedia meninggalkan keluarganya di Yogyakarta untuk melayani masyarakat di pedalaman Papua.
Sekretaris Dinas Kesehatan Papua dr Silwanus Sumule, SpOG(K) mengakui saat ini tidak mudah mencari seorang dokter yang bersedia ditugaskan di wilayah terpencil walau pada saat disumpah menjadi seorang dokter, mereka harus mau bertugas di mana pun dan dalam kondisi apa pun. Namun, hal ini berbeda ketika dr Soeko datang ke Papua sekitar tahun 2014.

Kerusuhan di Wamena
"Saya tidak terlalu tahu dia sebelumnya bertugas di mana, tetapi ketika dia datang di Papua dia langsung bertugas di Tolikara dan memang dia meminta pelayanannya di daerah yang terisolir," tuturnya, Kamis (26/9/2019).
Silwanus menilai, dengan usia yang tidak muda lagi, seorang dokter biasanya sudah ingin merasakan kehidupan yang nyaman. Tetapi, hal tersebut tidak berlaku bagi dr Soeko yang terus bersikeras untuk tetap mengabdi di pedalaman Papua.
"Itu luar biasa, beliau mau mengabdi di daerah yang sulit di usianya sekarang 53 tahun. Biasanya orang sudah meminta di kota, dia masih meminta untuk bertahan di daerah yang terisolir," kata Silwanus.

Aksi pelajar di Wamena
Menurut Silwanus, jenazah dr Soeko ketika tiba di Jayapura akan dibawa dulu ke RS Bhayangkara untuk identifikasi.
"Setelah itu akan ada penghormatan dari semua insan kesehatan yang ada di Papua. Kita akan letakkan jenazah di Dinas Kesehatan dan ketika semua urusan teknis selesai, rencananya kita akan kirim jenazah ke keluarganya di Yogya," katanya.
Kejahatan terhadap pekerja kemanusiaan Informasi mengenai tewasnya dr Soeko juga mendapat perhatian khusus dari kantor perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua.

Wamena kembali rusuh
Profesi dr Soeko sebagai seorang pekerja kemanusiaan seharusnya bisa mendapat perlindungan lebih dari semua pihak. Karena itu, Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua Fritz Ramandey menganggap tewasnya dr Soeko saat kerusuhan Wamena sebagai sebuah kejahatan yang tidak biasa.
"Jadi kalau ada kejahatan ditujukan kepada para guru, tenaga medis, ini kejahatan terhadap pekerja kemanusiaan karena ini dikategorikan kejahatan terhadap pekerja kemanusiaan," tuturnya.
Dari sedikitnya jumlah pekerja kemanusiaan yang dengan suka rela meminta bertugas di wilayah pedalaman, tewasnya dr Soeko menjadi duka bagi seluruh masyarakat Papua.

Kondisi saat sebuah bangunan terbakar menyusul aksi berujung ricuh di Wamena, Papua, Senin (23/9/2019). Demonstran bersikap anarkistis hingga membakar rumah warga, kantor pemerintah, dan beberapa kios masyarakat pada aksi berujung ricuh yang diduga dipicu kabar hoaks tentang seorang guru yang menge
"Sangat sangat disayangkan dan Komnas HAM menyampaikan turut berdukacita," kata Fritz yang saat ini tengah berada di Wamena.
Hingga Rabu (25/9/2019), total korban tewas kerusuhan Wamena sebanyak 32 orang dan 75 luka-luka. Kemudian 80 kendaraan roda empat, 30 kendaraan roda dua, 150 rumah dan pertokoan, serta 5 perkantoran hangus terbakar. Saat ini sekitar 5.000 warga Wamena memilih mengungsi di 4 titik pengungsian yang ada. (Dhias Suwandi/Kompas.com)