Follow Us

Pelesir Asyik ke Kepulauan Seribu, Lihat Foto-foto Keramaian Kali Adem

- Minggu, 09 Juni 2019 | 09:21
Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan
Warta Kota

Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan

Fotokita.net - Kapal cepat bertenaga 160 daya kuda itu berhenti di tengah alun-alun gelombang Laut Jawa yang tak terlalu bersahabat. Satu jam setelah meninggalkan dermaga di Marina Ancol di utara Jakarta, sampah plastik membelit baling-balingnya. Butuh waktu beberapa menit untuk melepaskan lilitan sampah-sampah itu, sebelum baling-baling kapal yang membawa saya dan Sumarto, Kepala Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, berputar dengan normal kembali.

Sejak beberapa tahun terakhir, sampah mulai mengganggu berbagai kapal penumpang ke Kepulauan Seribu. Beberapa pengemudi kapal cepat di jalur tersebut mengaku, kerap mengalami kesulitan dengan sampah-sampah yang mengambang dan tak terlihat dari jendela kemudi. Setiap hari sekitar 2.000 ton sampah Jakarta, mengalir ke Laut Jawa, melalui tiga belas sungai yang bermuara di Teluk Jakarta.

Sampah-sampah itu semakin dalam masuk ke wilayah Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu karena pengaruh angin. “Saya khawatir tahun ini sampah akan mencapai Pulau Pramuka yang menjadi batas terluar taman nasional,” kata Sumarto. Pulau Pramuka yang disebutnya hanya satu setengah jam perjalanan laut dari Jakarta.

Baca Juga: Deretan Foto Tradisi Unik Saat Merayakan Lebaran dari Berbagai Negara

Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan
Warta Kota

Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan

Andai ramalannya benar, sampah-sampah itu akan semakin sulit dibersihkan dan membutuhkan ongkos yang tak sedikit, karena perairannya luas, dan cuaca yang berubah-ubah. Bila tak dibersihkan, sebagian sampah plastik atau kaleng itu akan tenggelam dan merusak kehidupan terumbu karang yang menjadi andalan wisata penyelaman di situ.

Ancaman pencemaran lain adalah tumpahan minyak dari beberapa anjungan minyak lepas pantai yang beroperasi di sekitar Teluk Jakarta. Dua kali minyak mentah tumpah di perairan yang dilindungi itu, tetapi hingga sekarang tidak ada yang diajukan ke pengadilan atau mengganti kerugiaannya.

Sumber pencemar lain, meskipun jauh lebih kecil, adalah ceceran bekas dari kapal-kapal kayu yang biasa disebut ojek, kapal sepanjang 20 meter, satu-satunya kapal kelas ekonomi yang mengantarkan penduduk bolak-balik ke Jakarta. Kapal tersebut jarang mengindahkan keselamatan. Musim hujan awal tahun ini misalnya, satu kapal tenggelam dan empat orang tewas lantaran kelebihan muatan. Namun kecelakaan itu tak membuat kapal ini kehilangan penumpang.

Baca Juga: Rekaman Visual Kemeriahan Tempat Wisata Sewaktu Libur Lebaran 2019

Karena tidak ada pilihan transportasi murah, ojek ini selalu padat, sekitar 65 orang dalam satu kapal, kadang-kadang ditambah sepeda motor, berpeti-peti telur, beras dan kebutuhan pokok sehari-hari lainnya. Sesekali kondektur kapal memompa keluar air laut keluar bersama dengan cairan minyak bekas yang mengapung di atas air laut, dan mengganggu kehidupan biota laut dan terumbu karang.

Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan
Warta Kota

Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan

Letaknya yang dekat denga kota megapolitan Jakarta menyebabkan TNLKS mendapatkan ancaman paling serius di antara taman nasional lain di Indonesia. Selain sampah perkotaan yang memacetkan baling-baling kapal kami tadi dan pencemaran minyak, daya tarik Kepulauan Seribu juga mengancam dirinya sendiri. Peningkatan jumlah wisatawan pasti membawa dampak. Jumlah perahu hilir mudik juga punya akibat. Semetara pertambahan jumlah penduduk di beberapa pulau yang mencapai 3,5 persen per tahun menghantui, memberikan tekanan besar kepada lingkungan di sana.

Kepulauan Seribu yang terletak di Teluk Jakarta awalnya adalah satu kecamatan di Kotamadya Jakarta Utara, baru tahun 2001 menjadi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan ibu kota di Pulau Pramuka. Ada 110 pulau di kawasan itu, 45 di antaranya untuk pariwisata dan 11 pulau didiami penduduk. Ekosistem Kepulauan Seribu adalah pulau-pulau sangat kecil tak lebih dari 10 hektar dan perairan laut dangkal cuma 40 meter. Hanya Pulau Payung dan Pari yang kedalamannya lebih dari 40 meter. Pemerintah menetapkan 107.489 hektar kawasan ini termasuk ke dalam taman nasional laut yang dilindungi oleh perundang-undangan.

Baca Juga: Salah Paham yang Bikin Sengsara, Deretan Foto Dampak Bentrok di Buton

Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan
Warta Kota

Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan

Saya turun di Pulau Panggang, pulau terpadat penduduknya di Kepulauan Seribu. Tampak anak-anak bermain-main di dekat dermaga kecil yang berair hitam dan lapisan minyak bekas dari kapal yang sedang dibersihkan. Tiap hektar pulau yang luasnya sembilan hektar ini dihuni oleh 400 orang, sedangkan di Pulau Kelapa dan Pulau Harapan di sebelah utaranya dihuni 350 orang per hektar. Rumah-rumahnya padat berhimpit, tak beraturan dan kotor karena sampah berserakan. Hampir semua penduduk mandi dan buang air besar di pantai, dan air bersih harus didatangkan dari pulau-pulau yang lain.

Pemerintah sudah meminta mereka mengosongkan daerah di tengah-tengah pulau dan akan mengubahnya menjadi taman yang terbuka. Rumah-rumah mereka akan dibangun di atas air. Tetapi sampai sekarang pertemuan itu belum berhasil membujuk penduduk Panggang. Ada yang beralasan takut anak-anak mereka akan tercebur ke laut, ada juga yang mengaku belum biasa punya rumah di atas air.

Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan
Warta Kota

Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan

Cerita di Pulau Pramuka lain lagi. Penduduk pulau ini punya tradisi memasak kima berkuah menjelang Lebaran, sebagai teman makan ketupat. Awalnya wisatawan Korea dan Jepang yang menyukai kuahnya, lalu nelayan setempat melanjutkan kebiasaan itu, memasak kima dengan dibakar, digoreng, dibumbui kecap plus bawang. Atau ditambahi campuran kentang dan ikan saat Lebaran.

Yang biasa diambil adalah kima pasir, kima kuku, dan kima kuping alias kima gaet, dinamakan begitu karena mengambilnya cukup dengan pengait sepanjang beberapa meter. Dengan snorkeling, mereka sudah bisa memanen kima. Bila sudah penuh satu blong, seukuran drum 100 liter, kima-kima itu dikeringkan lalu dikirim ke kota Tangerang di barat Jakarta. Tujuh jenis kima, termasuk kima raksasa (Tridacna gigas) yang dilindungi biasa dimasak oleh para nelayan.

Sebagian besar penduduk di Kepulauan Seribu tak memiliki pekerjaan tetap, hanya menjadi nelayan tangkap musiman dan sebagian menjadi pendamping wisatawan. Pertambahan jumlah rumah menyebabkan tingginya penebangan hutan mangrove. Akibatnya, sejak beberapa tahun yang lalu Pulau Dapur, Nyamuk Besar, Ubi Besar dan Ubi Kecil sudah tenggelam karena kehilangan pelindung dari abrasi. Ramainya penangkapan ikan-ikan hias dan terumbu karang telah menyebabkan luas penutupan terumbu di seluruh taman nasional pun tinggal sekitar 36 persen.

Pelayaran oleh nelayan ternyata juga sangat mengganggu habitat dan kebiasaan bertelur penyu sisik (Eretmochelys imbricata) yang memerlukan suasana hening tanpa cahaya. Pada survei 2004, hanya ada sekitar 2.000 penyu atau 10 persen dari jumlah yang ideal di alam. Jumlah ideal sulit dicapai karena banyak yang mati tersangkut jaring hantu, padahal tiga jam sekali ia harus ke permukaan untuk menghirup oksigen. Sampah plastik sering dilahap dan justru mencekiknya, karena keliru mengira sebagai ubur-ubur.

Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan
Warta Kota

Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan

Sumarto mengajak saya ke penangkaran penyu di Pulau Pramuka dan memperlihatkan beberapa penyu yang mengalami kelainan fisiologis: punggungnya yang melengkung, dan sirip-sirip tumbuh cacat. “Dugaan sementara tumpahan minyak yang menyebabkan kecacatan hewan-hewan ini,” ujarnya.

Ikan-ikan komersial juga makin sedikit dan harus ditangkap jauh di tengah laut, karena tingginya tingkat penangkapan oleh nelayan. “Duapuluh tahun lalu, dua jam melaut sudah penuh tongkol,” kata Abu Bakar, 56 tahun, pemukim Pulau Pramuka. Sekarang, bukan cuma ikan, elang bondol (Haliastur indus) juga kritis. Meskipun maskot Jakarta ini sudah dilindungi, tapi penelitian terbaru pada 2004 mencatat penurunan yang cukup drastis di kawasan itu – dari 1.300-an ekor yang pernah didata.

Tetapi beberapa cerita yang muram itu mulai berubah sejak beberapa tahun lalu. Sampah dari 1.149 rumah tangga di Panggang dan Pramuka misalnya, sejak tahun 2004 sudah mulai dibakar pada insinerator. Pantai dan kehidupan bawah laut di Pulau Pramuka sepengamatan lebih bersih sejak digelar program Intenational Beach and Underwater Clean Up Day tiap minggu ketiga September sejak 2002.

Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan
Warta Kota

Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan

Apalagi sekarang pulau tersebut menjadi pusat pemerintahan kabupaten Kepulauan Seribu, tampak lebih asri dan rapi. Salah satunya dengan penanaman mangrove. Meskipun mangrove tergolong sulit tumbuh di sini karena tiada habitat tanah lumpur lengket, tapi dari sejumlah uji coba, pada tahun 2000 akhirnya TNLKS mendapatkan cara terbaik menyiasati jenis lahan berbatu karang ini. Mereka menanam banyak pohon mangrove dalam jarak rapat, hingga membentuk pagar saling melindungi.

Untuk menghindari kerusakan yang lebih parah, dan memberikan pekerjaan bagi nelayan, kantor taman nasional bersama pemerintah kabupaten dan beberapa lembaga penelitian, mencari pilihan sumber pendapatan yang cocok untuk nelayan tanpa merusak ekosistem Kepulauan Seribu.

Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan
Warta Kota

Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan

Ketika pembudidayaan rumput laut hancur karena dimakan ikan dan hama pada tahun 2002, nelayan putar haluan membangun keramba apung untuk ikan bandeng dan kerapu. Sebagian yang lain beralih menjual karang dan ikan hias.

Pemerintah menetapkan kuota nol untuk pengambilan karang hias dari alam mulai tahun 2004. Asosiasi Koral Kerang dan Ikan Hias Indonesia lewat 22 perusahaan swasta akhirnya mengalihkan pembibitan karang hias ekspor lewat metode pencangkokan karang untuk mengurangi tekanan pada terumbu karang alami. Rupanya nelayan tertarik pada bisnis dengan sistem bapak angkat ini – dimodali perusahaan yang akan membeli hasilnya.

Menurut Abdul Kadir, koordinator nelayan karang hias, ada 15 koordinatior cangkok karang sejak September 2004 di Pulau Panggang dan Pramuka. Masing-masing koordinator memiliki tiga sampai enam nelayan yang menangani lebih dari 100 rak cangkok karang seluas masing-masing satu meter persegi. Ada 36 jenis karang yang dicangkok, di antaranya Acropora sp., Favia sp., Galaxea sp., Merulina sp., Porites sp., dan Turbinaria sp.

Lewat cara pemulihan karang semi alami ini, taman nasional menargetkan pemulihan karang semi alami ini, taman nasional menargetkan pemulihan karang seluas 300 hektar. Jadi 510 nelayan Kepulauan Seribu yang semula mengambil karang di alam tetap bisa menghidupi keluarganya dengan harapan tambahan penghasilan satu sampai tiga juta rupiah per bulan. “Kami panen pertama kali bulan Februari, dengan harga jual sepotong sepuluh ribu rupiah,” ujar Abdul Kadir.

Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan
Warta Kota

Warga yang hendak berwisata ke Kepulauan Seribu memenuhi Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu (8/6/2019). Ribuan orang pergi ke Kepulauan Seribu untuk mengisi liburan Lebaran. Warta Kota/Henry Lopulalan

“Sejak 1981, tujuh tahun pertama saya mengambil karang dengan selam bebas tanpa alat sampai kedalaman 15 meter,” cerita Mahyudin, rekan Kadir, “lalu dengan kompresor sampai tahun 2001 di kedalaman dua sampai 26 meter bahkan 60 meter.” Akibatnya, dua telinganya pernah tuli namun akhirnya pulih dengan ramuan tradisional. “Sekarang cangkok karang bisa dikerjakan hanya pada kedalaman dua sampai delapan meter saja, hingga tak perlu mengirim para nelayan yang malang itu ke ruang hiperbarik atau berakhir dengan kelumpuhan.

Setelah dua hari menikmati dunia bawah air yang masih mengagumkan di Pulau Sepa, saya naik kapal cepat kembali ke dermaga di Marina, Ancol. Perairan tampak tenang, tapi sekali lagi mesin kapal itu mati mendadak karena baling-balingnya tersangkut sampah. Kekhawatiran Sumarto boleh jadi akan segera terbukti.

Dimuat di National Geographic Indonesia, Mei 2006, hlm.118 -125

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest