Fotokita.net - Bak langit dan bumi, Jakarta belum ada tanda corona berakhir, Wuhan malah pamer foto rayakan bebas Covid-19, ternyata ini rahasianya.
Kota Wuhan masih saja dituding sebagai penyebar pertama virus Covid-19 yang membuat dunia lumpuh selama 1 tahun terakhir.
Tim dari Badan Kesehatan Dunia ( WHO) yang mendatangi Wuhan untuk mencari asal-usul virus corona, tidak mendapatkan jawaban di sana.Sebelumnya dipercaya bahwa virus penyebab Covid-19 berasal dari kelelawar dan menular ke manusia melalui hewan perantara lainnya.
Pakar luar negeri WHO Peter Ben Embarek mengatakan, identifikasi hewan masih dalam proses dan tidak adanya kelelawar di Wuhan mengurangi kemungkinan penularan langsung ke manusia.
Kemungkinan besar berasal dari spesies perantara, katanya, dan mendukung klaim China bahwa bahwa tak ada bukti terjadi wabah besar di Wuhan sebelum Desember 2019, bulan pertama tercatatnya kasus virus corona jenis baru.
Liang Wannian kepala tim gabungan dari pihak China menerangkan, penularan dari hewan tetap sangat memungkinkan, tetapi sumbernya harus ditemukan dulu.Ben Embarek turut membantah teori bahwa kebocoran di laboratorium virologi Wuhan yang menyebabkan pandemi.
Semenjak Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus Covid-19 pertama pada 2 Maret 2020 silam, telah banyak yang berubah di Indonesia, termasuk Ibu Kota Jakarta.
Masyarakat terbelenggu dalam keharusan menjalankan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.
Hubungan sosial antar manusia merenggang, ekonomi lumpuh, kehidupan normal baru pun tercipta dengan segala ketidaknyamanannya.
Di satu sisi, protokol kesehatan yang ketat ini mau tidak mau harus dijalani karena kasus Covid-19 di Jakarta meningkat dari waktu ke waktu.
Catatan Kompas.com, terdapat 741 kasus terkonfirmasi Covid-19 di Ibu Kota pada akhir Maret 2020 lalu. Sebanyak 84 pasien meninggal dunia.
Angka ini terus meroket sepanjang tahun tanpa menunjukkan tanda-tanda penurunan. Hingga 1 Maret 2021 kemarin, jumlah kasus positif terkonfirmasi di Jakarta adalah 341.793, dengan 5.528 di antaranya meninggal dunia.
Sebanyak 326.509 pasien dinyatakan telah sembuh. Sedangkan 9.756 lainnya masih harus menjalani perawatan di fasilitas kesehatan ataupun isolasi secara mandiri.
Angka kematian tertinggi pasien Covid-19 bahkan dilaporkan terjadi bulan lalu, dengan 1.211 kasus pada periode 1-28 Februari 2021 di DKI Jakarta.
Di samping itu, ratusan tenaga kesehatan turut menjadi korban dari pandemi yang disinyalir berasal dari sebuah kota di daratan China, Wuhan, akhir tahun 2019 silam.
Data Lapor Covid-19 menunjukkan 826 tenaga kesehatan Indonesia meninggal hingga 1 Maret 2021 setelah terpapar Covid-19.
Baca Juga: Disebut Vaksinasi Jokowi Gagal, Ini Penjelasan Ahli Kenapa Lengan Presiden Tidak Disuntik 90 Derajat
Covid-19 lenyap dari Wuhan
Laporan cnn.com, kehidupan di Wuhan sudah kembali normal setahun pasca diterjang badai Covid-19.
Saking normalnya, tidak terlihat tanda-tanda kota itu pernah mengalami lockdown yang melumpuhkan aktivitas warganya selama 76 hari.
Ketika pagi tiba, pasar dipenuhi pedagang yang sibuk merapikan barang dagangannya. Di kala siang, pegawai kantoran memadati kafetaria.
Lalu ketika sore menjelang, para warga lanjut usia memenuhi taman kota untuk berolahraga. Mungkin tidak ada yang menyangka bahwa setahun sebelumnya, tepatnya pada akhir Desember 2019, kota ini lumpuh saat kasus Covid-19 pertama kali dilaporkan.
Penerbangan dibatalkan, jalan-jalan ditutup, dan warga diharuskan untuk berdiam diri di rumah demi memutus mata rantai penyebaran virus.
Di saat yang sama, pasien yang sakit menjalani perawatan intensif di fasilitas kesehatan.
Menurut laporan cnn.com, Wuhan berhasil keluar dari jeratan pandemi Covid-19. Kota itu tidak pernah melaporkan kasus baru lagi dalam beberapa bulan terakhir.
Di malam pergantian tahun 2020 lalu, saat jutaan manusia di dunia harus menjalani karantina wilayah di tengah ancaman Covid-19, penduduk Wuhan memadati jalanan kota untuk merayakan malam tahun baru.
Namun di balik itu semua, Covid-19 di kota dengan penduduk sekitar 11 juta orang itu sebenarnya memakan banyak korban jiwa.
Setidaknya 3.869 penduduk Wuhan meninggal karena terpapar Covid-19 yang disebabkan oleh virus Corona.
Setahun yang lalu, sebuah pemberitahuan dikirim ke seluruh ponsel warga Wuhan pukul 2 pagi.
Pemberitahuan itu mengumumkan kuncian pertama virus corona di dunia, yang membuat salah satu pusat perekonomian dunia yang ramai itu menjadi macet hampir dalam waktu semalam.
Kuncian atau lockdown di kota Wuhan saat itu berlangsung selama 76 hari.
Baca Juga: Bikin Kagum Karena Terbebas Covid-19, Ini Fakta Menarik Suku Baduy yang Jarang Diketahui
Akan tetapi, kondisi hari ini berbeda. Sabtu pagi (23/1/2021), berdasarkan laporan Associated Press (AP) beberapa penduduk kota Wuhan, tempat pertama kali virus corona terdeteksi tampak asyik berlari dan berlatih Tai Chi di taman yang diselimuti kabut di sisi Sungai Yangtze.
Sebagian besar kehidupan sudah kembali normal, khususnya di kota berpenduduk 11 juta itu, bahkan ketika seluruh dunia bergulat dengan penyebaran varian virus yang lebih menular.
Lalu lintas memang sepi di Wuhan tapi tidak ada penghalang yang dipasang seperti setahun lalu, untuk mengisolasi lingkungan dan memaksa orang kembali ke rumah dan apartemen mereka.
Baca Juga: Belum Divaksin, Ketua Satgas Doni Monardo Tertular Virus Covid-19 Karena Lakukan Hal Sepele Ini
Kota Wuhan telah menyumbang angka kematian akibat Covid-19 sebagian besar dari 4.635 di China.
Meski sebagian besar kota-kota di China telah bebas dari wabah, pertanyaan tentang asal-usul virus masih bergelayut.
Walau begitu, Wuhan telah dipuji karena berkorban dengan menjadi semacam Stalingrad dalam perang China melawan virus.
Kota Wuhan marak disebut dalam buku, dokumenter, acara TV dan pidato berisi madah dari para pejabat termasuk kepala negara dan pemimpin Partai Komunis China, Xi Jinping.
Seorang warga bernama Chen Jiali (24) mengatakan bahwa Wuhan adalah kota heroik, "Kami pikir Wuhan adalah kota heroik. Bagaimanapun, Wuhan menghentikan ekonominya untuk membantu China menangani pandemi. Itu tindakan mulia."
Tetapi, China pada Sabtu masih mengumumkan 107 kasus infeksi. Provinsi utara Heilongjiang menyumbang angka terbesar, 56 kasus.
Beijing dan pusat keuangan di timur Shanghai melaporkan 3 kasus baru di antara pengujian massal, penguncian rumah sakit dan kompleks perumahan yang terafiliasi dengan virus belakangan ini.
Jelang Imlek, Tahun Baru China bulan depan, pihak berwenang mewaspadai potensi lonjakan baru kasus infeksi akibat Covid-19.
Otoritas mengimbau kepada orang-orang untuk tidak bepergian dan menghindari pertemuan sebanyak mungkin.
Baca Juga: Minggu Lalu Disuntik Vaksin Sinovac, Ini Penyebab Bupati Sleman Positif Covid-19
Masih banyak juga sekolah yang beralih ke kelas online dan pemakaian masker di tempat umum, di dalam ruangan dan transportasi umum juga sudah menjadi kebiasaan saat ini.
Namun kembali pada Wuhan, sejak berakhirnya lockdown di kota itu, sebagian besar warga telah terhindar dari wabah lebih lanjut.
Seorang guru kimia bernama Yao Dongyu (24) mengatakan hal itu karena warga Wuhan punya kesadaran yang lebih akibat pengalaman traumatis tahun lalu.
“Saat itu, masyarakat sangat gelisah, tapi pemerintah sangat mendukung kami. Itu jaminan yang sangat kuat, jadi kami melewati ini bersama-sama," kata Yao.
"Sejak warga Wuhan mengalami pandemi, mereka melakukan tindakan pencegahan pribadi lebih baik daripada orang di daerah lain."
China dengan kukuh membela tindakan mereka di masa awal wabah dengan mengatakan pihak mereka telah membantu mengulur waktu bagi seluruh dunia sambil mendorong sebuah spekulasi bahwa virus itu dibawa ke kota Wuhan dari luar China, mengacu pada laboratorium di Amerika Serikat (AS).
Satu tahun sudah berlalu sejak China menetapkan kebijakan lockdown di Wuhan pertama kali gegara pandemi Covid-19 atau virus Corona.
Kebijakan lockdown pertama itu diketahui dilakukan pada 23 Januari 2020.
Lantas bagaimana kondisi Wuhan, atau China secara umum, sekarang, atau tepatnya menjelang Imlek 2021?
Seperti diketahui, satu tahun silam, pada 23 Januari 2020, karantina wilayah pertama untuk mencegah penyebaran virus corona diterapkan di Wuhan.
Kota di Provinsi Hubei ini diyakini sebagai awal mula penyebaran virus corona.
Pada waktu itu berbagai kalangan terkejut dengan pembatasan ketat yang dijalankan pemerintah China. Sejak Januari hingga Juni, Wuhan ditutup dari mobilitas orang yang hendak masuk atau keluar ke kota lain.
Walau kebijakan 'lockdown' itu memicu dampak di berbagai sektor untuk warga lokal, siasat itu terbukti sangat sukses untuk mengatasi penyebaran virus corona.
Setahun setelahnya, China adalah satu dari sedikit negara yang memiliki kisah sukses menanggulangi pandemi.
Lantas apa saja yang sebenarnya diraih China dalam setahun terakhir? Dan bagaimana mereka mengatasi pandemi yang terjadi?
Apa yang dilakukan pemerintah China?
Otoritas China lambat menindaklanjuti laporan awal tentang penyakit misterius yang beredar di pasar basah di Wuhan, akhir tahun 2019.
Ketika itu, mereka masih mengizinkan jutaan penduduk Wuhan berpergian keluar kota jelang tahun baru China, pada Januari 2020. Di China, perayaan Imlek setiap tahun menjadi periode dengan mobilitas penduduk tertinggi.
Baca Juga: Disebut Vaksinasi Jokowi Gagal, Ini Penjelasan Ahli Kenapa Lengan Presiden Tidak Disuntik 90 Derajat
Awal pekan ini, dalam laporan sementara yang disusun panel independen yang ditunjuk oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kebijakan China itu dikritik.
"Kebijakan di bidang kesehatan publik waktu itu semestinya bisa diterapkan lebih tegas," begitu bunyi laporan tersebut.
Namun kala itu otoritas China akhirnya menyadari masalah yang muncul. Mereka pun menerapkan pengetatan yang tegas.
Pada 23 Januari 2020 atau dua hari sebelum Imlek, jalan-jalan di Wuhan berubah sunyi. Sekitar 11 juta orang dikarantina secara ketat. Penggunaan masker wajah dan jarak sosial menjadi hal wajib.
Ketika kapasitas rumah sakit di Wuhan mulai anjlok, China saat itu mengejutkan publik internasional. Mereka mendirikan rumah sakit darurat dalam beberapa hari.
Namun beberapa warga Wuhan, salah satunya Wenjun Wang, saat itu mengaku cemas. Dia menceritakan bagaimana pamannya meninggal. Di sisi lain, orang tuanya yang jatuh sakit urung mendapatkan bantuan medis.
Pengetatan yang diterapkan di Wuhan pada bulan-bulan berikutnya diberlakukan di kota lainnya. China mengisolasi sejumlah kota besar seperti Beijing dan Shanghai. Tes Covid-19 juga digelar secara massal.
Di sisi lain, arus masuk orang dari luar negeri ke China diperketat. Mereka yang baru tiba ke China pun diwajibkan menjalani karantina.
Namun pada periode itu, China juga berusaha mengendalikan penyebaran informasi.
Persoalan yang disebabkan kebijakan sensor pemerintah China ini terus-menerus muncul hingga. BBC memeriksa fakta-fakta di balik pembatasan informasi yang itu.
Beberapa dokter yang mencoba mengingatkan publik tentang bahaya virus corona itu ditegur dan diperintahkan untuk tetap diam.
Dokter yang paling mencuat adalah Li Wenliang. Belakangan dia dikabarkan meninggal setelah terpapar virus corona.
Kematian Dokter Li Wenliang menjadi pemberitaan di berbagai negara. Dalam foto ini seorang peremuan melewati poster berwajah Dokter Li di kota Praha, Republik Ceko.
Media massa, yang awalnya diberi ruang untuk meliput di Wuhan, menghadapi sejumlah larangan baru. Sementara itu, jurnalis warga yang mencoba menyebarkan informasi tentang situasi terkini dari Wuhan juga dibungkam.
Baru-baru ini, salah satu jurnalis warga itu dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun.
Apakah langkah-langkah China berhasil?
Walau karantina wilayah di China awalnya dianggap keras dan membatasi hak warga, data resmi yang dipublikasikan satu tahun setelahnya membenarkan kebijakan itu.
Merujuk data medis resmi, jumlah kematian dan kasus positif Covid-29 di China relatif rendah.
Hanya terdapat kurang dari 100.000 kasus positif. Jumlah kematian akibat Covid-19 di negara itu mencapai sekitar 4.800.
Pada April 2020, Wuhan mengubah metode pencatatan kasus Covid-19 sehingga datanya kasus positif melonjak tajam.
Tidak seperti banyak negara lain, setelah gelombang pertama pandemi Covid-19 berlalu, kurva kasus positif China pada gelombang kedua cenderung datar.
Namun, data China itu dituding tidak memasukkan kasus positif Covid-19 tanpa gejala. Sejumlah kalangan akhirnya meragukan kesahihan data tersebut.
Bagaimana kehidupan di Wuhan sekarang?
Setahun setelah karantina wilayah pertama, kehidupan di Wuhan hampir kembali ke kondisi normal. Pekan lalu BBC pergi ke kota itu dan berbincang dengan sejumlah orang tentang kehidupan mereka sekarang.
Stasiun di kota Wuhan terlihat ramai jelang perayaan Imlek tahun 2021.
Namun, kebijakan sensor informasi menyulitkan upaya memahami bagaimana Wuhan dan wilayah lain di China menghadapi karantina wilayah yang ketat.
Yang pasti, peristiwa setahun terakhir menimbulkan dampak psikologis, begitu kata beberapa warga Wuhan. Beberapa di antara mereka cemas jika terbukti berbicara dengan media internasional.
"Pandemi pasti menimbulkan dampak, walau itu tidak terlihat di permukaan," kata warga Wuhan bernama Han Meimei.
"Tapi pastinya trauma mendalam dialami banyak orang di kota ini, termasuk banyak hal tahun lalu yang tidak ingin saya lihat sampai sekarang."
Namun, ada pula warga yang menilai kebijakan China menangani pandemi lebih baik daripada kebanyakan negara lain. Ini dikatakan beberapa warga Beijing kepada BBC baru-baru ini.
Warga China lainnya menyebut rasa persatuan dan hubungan yang lebih baik kini terjalin di masyarakat.
"Sebelum pandemi, semua orang tampak agak pemarah, sering terburu-buru, tapi setelah pandemi, mereka menjadi lebih bersyukur atas kehidupan dan jauh lebih ramah," kata mahasiswa di Wuhan, Li Xi.
"Bencana seperti ini sebenarnya mempertemukan lebih banyak orang," kata Han. "Jika orang ada di sana, kota itu masih ada."