Fotokita.net - Sama-sama keluar dari TNI AU, pilot Sriwijaya Air SJ 182 ternyata adik angkatan kapten pesawat Air Asia QZ 8501 yang jatuh tahun 2014.
Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak yang diduga jatuh di kawasan perairan Kepulauan Seribu, Sabtu (9/1/2021), berusia 26 tahun.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Suryanto Cahyono.
"Umur pesawat dibuat tahun 1994, jadi kurang lebih antara 25 sampai 26 tahun," kata Suryanto dalam konferensi pers dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (9/1/2021).
Kendati demikian, Suryanto mengatakan, usia sejatinya tak berpengaruh pada kelaikan pesawat untuk terbang selama pesawat tersebut dirawat sesuai dengan aturan.
"Jadi berapa pun umurnya, kalau pesawat itu dirawat sesuai dengan regulasi yang berlaku dalam hal ini dari Ditjen Perhubungan Udara, harusnya tidak ada masalah," ujar dia.
Saat ini, kata Suryanto, pihaknya masih terus mengumpulkan data-data terkait pesawat bernomor seri Boeing 737-500 itu.
Baca Juga: Selain Sriwijaya Air SJ 182, 3 Pesawat Nahas Ini Juga Tak Pancarkan Sinyal ELT, Apa Penyebabnya?
Pilot pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang hilang kontak dan diduga jatuh, Kapten Afwan, tercatat pernah menjadi penerbang TNI Angkatan Udara.
Kapten Afwan merupakan alumni Ikatan Dinas Pendek (IDP) IV Tahun 1987.
"Capt Afwan adalah Penerbang TNI AU periode 1987-1998, beliau terbang di Skadron Udara 4 dan Akadron Udara 31. Alumni dari IDP IV tahun 1987," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsma Indan Gilang, saat dikonfirmasi, Sabtu (9/1/2021).
Indan menambahkan, pesawat tersebut juga mengangkut keluarga dari Kadislog Lanud Supadio Kol Tek Ahmad Khaidir.
Mereka adalah istri Akhmad Khaidir, Rahmania Ekananda dan dua orang anaknya yaitu Fazila Ammara dan Dinda Amelia.
Pada 28 Desember 2014, pesawatAir Asia QZ 8501 yang hilang dari pantauan radar dalam penerbangan Surabaya-Singapura hingga ditemukan jatuh di perairan Laut Jawa.
PesawatAir Asia QZ 8501 yang nahas itu dipimpinKapten Pilot Irianto, yang diniliai merupakan sosok pilot yang cerdas.
Pilot pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang hilang kontak dan diduga jatuh, Kapten Afwan, tercatat pernah menjadi penerbang TNI Angkatan Udara.
Pilot pesawat AirAsia QZ 8501, Irianto (53), dikenal sebagai pilot pesawat tempur handal oleh teman-temannya.
Setelah pensiun dini, Irianto, yang juga dikenal sebagai sosok yang hangat, bergabung dengan maskapai penerbangan swasta lokal.
Iriyanto memulai kariernya sebagai pilot pesawat tempur F-5 dan F-16 setelah lulus dari sekolah penerbangan TNI AU Adi Sucipto pada 1983.
Ia tercatat bergabung dengan Skuadron 14 di Landasan Udara Iswahjudi di Madiun, Jawa Timur, selama 10 tahun.
"Dia adalah salah satu lulusan terbaik," kata mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, yang pernah melatih Irianto.
Komandan Lanud Adisucipto Marsekal Pertama Yadi I Sutanadika mengatakan, Irianto adalah sosok pilot yang cerdas.
"Irianto dikenal sebagai salah satu pemimpin penerbangan pesawat F-5 Tiger, pesawat tempur utama pada tahun 1980-an," kata Yadi, yang pernah bersama-sama dengan Irianto di Skuadron 14.
Di pertengahan tahun 1990-an, Iriyanto mengajukan pensiun dini dan bergabung dengan maskapai penerbangan Adam Air, yang tutup pada 2008 setelah serangkaian insiden.
Foto Kapten Irianto yang diunggah putrinya, Angela, dalam akun media sosial Path, Minggu (28/12/2014).
Irianto juga pernah bergabung dengan Merpati Airline, Sriwijaya Airline, dan terakhir dengan AirAsia. AirAsia mengatakan, Iriyanto memiliki total jam terbang selama 20.537 jam.
Sebanyak 6.053 di antaranya dihabiskan di AirAsia. Sementara itu, kopilot Remi Emmanual Plesel, yang berkewarganegaraan Perancis, memiliki 2.247 jam terbang.
Irianto, pria kelahiran 12 Desember 1961, menikah dengan Widya Sukati Putri sebelum menetap di Sidoarjo, Jawa Timur.
Pasangan ini dikaruniai dua anak, Angela Anggi Ranastianis (25) dan Arya Galih Gegana (8).
"Papa pulang. Kakak masih butuh papa. Kembalikan papaku. Papa pulang pa, papa harus ketemu," kata Angela melalui akun Path-nya pada Minggu (28/12/2014).
Irianto, yang gemar motor klasik, tercatat sebagai anggota klub motor besar, MBC.
Tiga hari sebelum membawa AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura pada Minggu silam, Irianto pergi ke Yogyakarta untuk memeringati hari ketujuh meninggalnya Edi, adiknya.
Saat itu, Irianto bersama keluarga menyempatkan diri berlibur. "Terakhir kali bertemu dengan Mas Ir tiga hari lalu," kata Hendro Kusumo Broto, sepupu Irianto.
Sementara itu, tetangga Irianto mengenalnya sebagai sosok yang aktif dalam berbagai kegiatan sosial di Sidoarjo.
Di lingkungan tempat tinggalnya, dia menjabat sebagai ketua RT selama dua tahun.
Pada beberapa tahun silam, keluarga, kerabat, dan tetangga menggelar doa bersama di rumah Irianto di Sidoarjo.
"Kapten Irianto merupakan pilot yang cerdas, beliau adalah mantan pilot pesawat tempur TNI AU," kata Yadi I Sutanadika di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, sebelum memilih profesi sebagai pilot pesawat komersil, Kapten Irianto merupakan penerbang pesawat tempur F-5 Tiger milik TNI AU. Kapten Irianto telah beberapa kali ikut berbagai macam operasi di Indonesia.
Ia mengatakan bagi para pejabat militer di lingkungan TNI AU, sosok Kapten Pilot Irianto bukan merupakan sosok yang asing. Pada 1983 Irianto merupakan Siswa Sekolah Penerbangan (Sekbang) TNI AU angkatan 30 melalui Ikatan Dinas Pendek (IDP) di Wing Pendidikan Terbang Lanud Adisutjipto Yogyakarta.
Baca Juga: Hore! Cukup Siapkan SK PNS dan KTP, Bonus Pensiunan PNS Cair Mulai 11 Januari, Ini Syaratnya
Bahkan, kata dia, Kapten Irianto tercatat sebagai satu-satunya lulusan IDP yang lolos tugas di satuan tempur TNI AU. Pilot Irianto dikenal sebagai salah satu 'Flight Leader' pesawat tempur jenis F-5 Tiger yang menjadi andalan tempur udara pada era 1980-an.
Yadi mengatakan dirinya yang merupakan adik kelas Kapten Irianto banyak mendapat pengarahan dan pengajaran untuk menerbangkan pesawat tempur dari Kapten Irianto.
"Kami pernah bertugas bersama di 'Home Base' Pesawat F-5 Skuadron Udara 14 Lanud Iswahyudi Madiun pada 1988-1989," katanya.
Ia mengatakan, dengan memiliki 2.500 jam terbang di militer serta 1.000 jam terbang bersama F-5 Tiger, kemampuan terbang Kapten Irianto sudah tidak diragukan lagi, terlebih Irianto pernah melaksanakan tugas berbagai macam operasi di Indonesia.
"Namun Kapten Irianto memutuskan untuk tidak melanjutkan karier di militer, setelah masa IDP berakhir pada 1994 dengan pangkat terakhir Lettu Penerbang. Irianto memilih menjadi penerbang pesawat komersil," katanya.
(berbagai sumber)