Fotokita.net -Berdasarkan survei SMRC, mayoritas siswa mengalami banyak masalah saat mengikuti pembelajaran dalam jaringan (daring).
SMRC melakukan survei pada 2.201 responden mahasiswa atau siswa yang belajar online. Dari jumlah tersebut, 87 persen mengikuti pembelajaran online.
Saat ditanya apakah mereka menghadapi masalah yang mengganggu dengan belajar online, 92 persen menjawab sangat atau banyak masalah.
"Jawaban mereka, dari yang belajar atau kuliah online, hampir semua atau 92 persen merasa sangat banyak atau cukup banyak masalah yang mengganggu dengan belajar atau kuliah online," ujar Manajer Kebijakan Publik SMRC Tadi D. Wardi, dalam pemaparan daringnya, Selasa (18/8/2020).
Sementara 8 persen menjawab menemui sedikit masalah saat belajar online.
Dari survei itu ditemukan pula, 13 persen siswa tidak menjalani pembelajaran daring.
Tadi merinci, 60 persen tetap pergi ke sekolah atau kampus untuk belajar tatap muka atau di kelas, 29 persen menjawab sekolah atau kuliah diliburkan. Serta 11 persen lainnya yang tidak menjawab.
Survei dilakukan pada 5-8 Agustus 2020 dengan melakukan wawancara melalui sambungan telepon yang dipilih secara acak.
Responden merupakan koleksi sampel acak survei tatap muka SMRC sebelumnya dengan jumlah proporsional menurut provinsi untuk mewakili pemilih nasional.
Margin of error dalam survei ini sebesar 2,1 persen dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.

:quality(100)/photo/2020/08/07/3690838437.jpg)
Jonathan (13) pelajar SMP di Bandar Lampung sedang memahami soal dari pembelajaran daring kelasnya, Kamis (6/8/2020). Untuk memenuhi kebutuhan kuota internet, Jonathan berjualan pempek di sekitar kampung.
Dikutip dari laman resmi Kemendikbud, kurikulum daruratdikeluarkan untuk berbagai jenjang pendidikan.
Kurikulum ini diberikan pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus.
Baca Juga: Punya Usaha Jasa Fotografi Atau Ikutan Jadi Korban PHK? Begini Cara Dapat Kredit Bunga Nol Persen
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, melalui webinar Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 (07/08/2020), memaparkan tentang kurikulumitu.
Kurikulum darurat ini memberikan kebebasan sekolah untuk memilih kurikulum yang sesuai.
Nadiem Makarim tinjau sekolah yang alami atap roboh di Pasuruan
Kurikulum ini disesuaikan dengan keadaan dan juga kebutuhan pembelajaran siswa.
Sekolah pada kondisi khusus dapat memilih dari tiga opsi kurikulum; tetap mengacu pada Kurikulum Nasional, menggunakan kurikulum darurat, atau melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.
Kurikulum darurat merupakan penyederhanaan kurikulum nasional.
Hal ini dilakukan agar guru dan siswa dapat fokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat.
Bersumber dari laman resmi Kemendikbud, Mendikbud menjelaskan jika kurikulum yang dipilih tidak boleh membebani siswa.
Siswa tidak dituntut untuk merampungkan seluruh capaian kurikulum agar bisa naik kelas atau lulus.
Kurikulum yang dipilih pun berlaku hingga tahun ajaran berakhir.
Selain kurikulum darurat, Kemendikbud juga menyediakan modul pembelajaran.
Modul ini disediakan untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Sekolah Dasar (SD).
Dengan adanya modul, diharapkan proses pembelajaran bisa terus berlangsung baik dengan melibatkan siswa, guru, dan orang tua.
Siswa yang paling terdampak pandemi dan berpotensi tertinggal, guru diharapkan melakukan asesmen diagnostik.
Asesmen dilakukan secara berkala di setiap kelas.
Asesmen ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kognitif dan non-kognitif siswa.
Pembelajaran Jarak Jauh Menggunakan HT
Kemendikbud juga melakukan relaksasi peraturan agar guru lebih terbantu.
Guru tidak lagi dituntut untuk memenuhi beban kerja 24 jam tatap muka selama satu minggu.
Sehingga guru dapat fokus pada pembelajaran interaktif pada siswa tanpa beban pemenuhan jam.
Mendikbud, bersumber dari laman Kemendikbud, berpesan agar semua pihak dapat bekerjasama.
Peran orang tua, guru, serta sekolah bisa membantu menyukseskan pembelajaran selama pandemi Covid-19.
Pemerintah mengizinkan sekolahdi wilayah zona hijau dan kuning melakukan pembelajaran tatap mukamelalui revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Panduan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Baru dan Tahun Akademi Baru di Masa Pandemi Covid-19.
Meski begitu, pemerintah daerah wajib menutup kembali sekolahjika wilayahnya mengalami perubahan status zona menjadi merah atau oranye.
"Jika dalam hal ini terjadinya risiko meningkat begitu atau perubahan zona ini tentunya menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk menutup satuan pendidikan tersebut," ujar Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Evy Mulyani dalam siaran Kompas TV, Sabtu (15/8/2020).
Pemerintah daerah juga dapat menutup sekolahjika terjadi kasus penularan di satuan pendidikan.
Evy menegaskan proses pemantauan dan evaluasi wajib dilakukan secara intensif.
Proses pemantauan serta pembukaan dan penutupan merupakan kewenangan pemerintah daerah.
"Kewenangan untuk melakukan pembukaan, dalam arti izin pembukaan atau penutupan setelah ini berada di pemerintah daerah," ucap Evy.
Menurut Evy, koordinasi juga perlu dilakukan antara pemerintah daerah dengan Satgas Covid-19 daerah.
Baca Juga: Perhatikan Cara Ini, Begini Trik Lolos Seleksi Kartu Prakerja Gelombang 5
"Karena tentunya gugas lah institusi yang berwenang dan sangat mengetahui bagaimana kondisi di wilayahnya masing-masing," tutur Evy.
Seperti diketahui, pemerintah akhirnya mengizinkan sekolahyang masuk wilayah zona kuning melakukan pembelajaran tatap muka.
Aturan ini dikeluarkan setelah pemerintah merevisi Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Panduan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Baru dan Tahun Akademi Baru di Masa Pandemi Covid-19.
"Kita akan merevisi surat keputusan bersama (SKB) untuk memperbolehkan bukan memaksakan pembelajaran tatap muka dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat," ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat konferensi pers melalui daring, Jumat (7/8/2020).
"Perluasan pembelajaran tatap muka untuk zona kuning. Tadinya hanya zona hijau sekarang ke zona kuning," tambah Nadiem.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) Muhammad Hasbi mengatakan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang saat ini tengah dilakukan akibat pandemi Covid-19, tidak mesti dilaksanakan secara daring (online).
Hal itu disampaikan Hasbi dalam peluncuran Risalah Kebijakan Indonesia Joining Forces (IJF) dengan KPAI secara daring, jelang memperingati HUT ke-75 RI, Minggu (16/8/2020).
"Di masyarakat, ketika PJJ hanya dimaknai secara sempit jadi daring, sesungguhnya PJJ dapat dilaksanakan baik secara daring atau luring (offline)," kata Hasbi.
Pilihan untuk pembelajaran daring maupun luring tergantung pada kapasitas dan kompetensi yang dimiliki satuan pendidikan.
Tidak hanya itu, fasilitas yang dimiliki daerah juga sangat berpengaruh untuk dapat melakukannya.
"Sehingga kami harap inovasi-inovasi berkembang di kalangan satuan pendidikan dalam praktik pembelajaran di masa pandemi," kata dia.
Hasbi mengatakan, di masa pandemi Covid-19 ini Kemendikbud mengutamakan kesehatan dan keselamatan para peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat.
Oleh karena itu, hak hidup bagi anak pun disebutkannya menjadi yang paling utama sebelum hak memperoleh pendidikan.
"Kami terus memperhatikan tumbuh kembang peserta didik serta psikososialnya," kata dia.
Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa pembelajaran di masa pandemi bukan semata-mata tanggung jawab Kemendikbud sendiri melainkan tanggung jawab bersama.
Kemendikbud juga saat ini telah mengidentifikasi secara umum berbagai kendala yang dihadapi orangtua, peserta didik, guru, dan satuan pendidikan.
Misalnya, terkait kesulitan guru mengelola pembelajaran jarak jauh hingga bagaimana mereka menuntaskan kurikulum dengan mengajari siswa dan memberikan berbagai macam tugas.
Baca Juga: Sering Dianggap Remeh, Ternyata Inilah Penyebab Kita Tak Lolos Kartu Prakerja
Sementara terkait orangtua, misalnya terkait dengan tanggung jawab mereka ketika harus mendampingi anak belajar dengan tanggung jawab lain sebagai kepala keluarga.
Termasuk kesulitan konsentrasi anak-anak hingga bagaimana mengelola rasa stres yang timbul di antara mereka akibat jaga jarak fisik.
"Ini kesulitan, kendala-kendala yangg dihadapi selama berlangsungnya PJJ di masa pandemi," ucap dia.