Posisinya Diapit Malaysia, Rupanya Begini Alasan Natuna Masuk ke Dalam Wilayah Indonesia. Kini Jadi Sumber Konflik dengan China

Minggu, 05 Januari 2020 | 19:47
Instagram @puspentni

TNI menggelar apel dan menyiagakan 600 personel untuk mengamankan perairan Natuna.

Fotokita.net - Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan kembali berhasil mengamankan tiga kapal ikan asing (KIA) asal China perairan Pulau Laut, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.

Kapal ilegal fishing itu antara lain, KP Orca 03, KP Hiu Macan 01,dan KP Hiu 11. Saat ini, ketiga kapal tersebut sudah dibawa ke pangkalan PSDKP Pontianak, Kalimantan Barat yang merupakan lokasi terdekat dari Pulau Laut dari pada PSDKP pangkalan Batam, Kepri.

Baca Juga: TNI Sudah Gelar Apel Siaga Tempur di Natuna, Rupanya Sikap Menhan Prabowo Pada Masalah Kedaulatan Negara yang Dilanggar China Bikin Kecewa: Kenapa Sekarang Jadi Lembek?

Kepala Seksi Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran PSDKP pangkalan Batam Muhamad Syamsu Rokhman, melalui telepon mengatakan, saat ini pihaknya terus melakukan pengawasan dan pemantauan.

Bahkan, saat pertama kali nelayan Natuna melaporkan mulai maraknya KIA masuk ke perairan Natuna untuk melakukan pencurian ikan, kapal pengawasan perikanan langsung turun ke lokasi yang dimaksud.

KOMPAS/EDNA CAROLINE PATTISINA
KOMPAS/EDNA CAROLINE PATTISINA

Apel gelar pasukan Operasi Siaga Tempur di Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (3/1/2020), yang dipimpin Pangkogabwilhan Laksdya Yudo Margono

Pemerintah Beijing mengklaim kalau kapal nelayan dan coast guard tak melanggar kedaulatan Indonesia.

Dasar yang dipakai Negeri Tirai Bambu mengklaim perairan Natuna yang masuk wilayah Laut China Selatan adalah sembilan garis putus-putus atau nine dash line.

Nine dash line merupakan garis yang dibuat sepihak oleh China tanpa melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

INQUIRER.net

Detail rinci sistem senjata yang dibuat China

Dasar klaim wilayah China atas hampir seluruh perairan Laut China Selatan sebenarnya sudah dipatahkan putusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2016 silam.

Ini bermula setelah negara tetangga Indonesia, Filipina, mengajukan mengajukan gugatan ke Mahkamah Arbitrase Internasional atau Permanent Court of Arbitration (PCA) yang merupakan kelembagaan hukum di bawah PBB.

Baca Juga: Pantas Saja Kapal Nelayan dan Coast Guard China Berani Petantang-petenteng di Laut Natuna, Rupanya Negara Komunis Itu Ketahuan Lakukan Hal Ini di Perairan yang Jadi Konflik Paling Berbahaya di Asia

KOMPAS/EDNA CAROLINE PATTISINA
KOMPAS/EDNA CAROLINE PATTISINA

Pangkogabwilhan I Laksdya Yudo Margono dari pesawat intai strategis memantau operasi dua kapal KRI. Kapal-kapal Indonesia diminta membuka komunikasi dengan kapal-kapal CHina yang melanggar wilayah.

Natuna tengah jadi perbincangan. Ini setelah kapal-kapal nelayan dan Coast Guard China masuk ke wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Kepulauan Natuna.

Pemerintah Beijing mengklaim kalau kapal nelayan dan coast guard tak melanggar kedaulatan Indonesia.

Dasar yang dipakai Negeri Tirai Bambu mengklaim perairan Natuna adalah sembilan garis putus-putus atau nine dash line.

Secara geografis, Natuna berada di garis terdepan yang langsung berhadap-hadapan dengan beberapa negara tetangga. Bahkan, lokasinya menjorok ke tengah Laut China Selatan yang membuat rentan disengketakan.

Letaknya diapit oleh wilayah Malaysia, yaitu Semenanjung Malaya di Barat, dan Sarawak di Pulau Bornoe. Lebih dekat dengan Malaysia secara geografis, kenapa Natuna dimasukkan dalam teritori Indonesia?

Dikutip dari Encyclopedia Britanica, Minggu (5/1/2010), sejatinya Kepulauan Natuna dengan tujuh pulau di sekitarnya, pada abad ke-19 adalah wilayah Kesultanan Riau dan pada 18 Mei 1956 sudah didaftarkan sebagai milik Indonesia ke PBB.

Baca Juga: PBB Sudah Nyatakan Tak Sah Atas Klaim di Laut Natuna, Rupanya China Lagi Ngetes Para Menteri Baru Jokowi di Kabinet Indonesia Maju. Siapa Saja Mereka?

South China Morning Post

Wilayah Natuna yang sedang panas karena diganggu oleh China

Cerita Natuna sampai ke tangan Indonesia memiliki catatan sejarah panjang.

Natuna yang terdiri dari beberapa pulau ini sempat jadi perebutan sengit antara dua kekuatan besar saat itu, Belanda dan Inggris, di tahun-tahun awal kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara.

Belanda memilih mendirikan pusat pertahanan dan pelabuhan di Malaka setelah sebelumnya menyingkirkan Portugis dari wilayah tersebut.

Sementara Inggris, lebih memilih Bengkulu di Pantai Timur Sumatera sebagai basisnya.

Baca Juga: Kapal Nelayan dan Coast Guard Langgar Kedaulatan Laut Natuna, TNI Unjuk Gigi: Siap Bela NKRI dengan Kekuatan Tempur yang Bisa Bikin Malaysia Jadi 2 Bagian

Inggris juga membangun kantor dagang di Tanjungpinang untuk mengontrol perdagangan di kawasan Selat Malaka.

Konflik yang tak berkesudahan dan menimbulkan banyak kerugian di antara Inggris dan Belanda, mendorong keduanya melakukan perjanjian Anglo-Dutch Treaty pada tahun 1824 untuk membagi batas wilayah kekuasaan kolonialnya masing-masing.

Dalam perjanjian tertulis tersebut, batas-batas laut di Selat Malaka dan Laut China Selatan yang sebelumnya kabur ditetapkan secara tegas di antara kedua negara. Inggris mendapatkan wilayah di Utara dan Timur Selat Malaka yang meliputi Semenanjung Malaya dan Singapura.

Kastara.id

Keputusan PCA yang merupakan kelembagaan dibawah PBB menyatakan klaim China atas Natuna tidak sah apabila didasari oleh historic rights dan nine dash line, sesuai dengan gugatan Filipina 2016 silam.

Sementara bagian Selatan dan Barat selat jatuh ke tangan Belanda. Kawasan yang dimiliki Belanda antara lain Pulau Sumatera, Kepulauan Lingga dan Riau. Sebagai gantinya, Inggris juga hengkang dari Bengkulu.

Saat perjanjian itu dilakukan, bagian Utara Pulau Borneo masih dikuasai oleh Kesultanan Brunai. Saat kerajaan tersebut mengalami kemunduran, Inggris mengambil alih wilayah tersebut.

Alasan ini yang dikemudian hari membuat Natuna yang jatuh ke Indonesia diapit dua wilayah utama Negeri Jiran.

Baca Juga: Kerap Gelar Latihan Perang di Natuna, Pasukan Elite Tiga Matra TNI Ini Bikin Copot Jantung Negeri Jiran: Gebuk Duluan Sebelum Masuk!

Yang di kemudian hari setelah kemerdekaan Malaysia dari Inggris, wilayah tersebut terbagi menjadi dua yakni Sabah dan Sarawak.

Sementara di sisi Selatan Kalimantan masuk Indonesia setelah merdeka, sebagai konsekuensi warisan semua wilayah Hindia Belanda, termasuk Kepulauan Natuna.

Selama Perang Dunia II, meski periodenya singkat, semua wilayah di Malaya dan Laut China Selatan dikuasai oleh militer Jepang.

Dok. KOMPAS TV via Kompas.com
Dok. KOMPAS TV via Kompas.com

Kepulauan Natuna di Provinsi Kepulauan Riau

Dalam kasus perselisihan di kawasan Laut China Selatan, Indonesia tak sendirian. Beijing bersengketa dengan enam negara sekaligus di Asia Tenggara yang perbatasan lautnya saling tumpang tindih.

Di luar negara ASEAN, China juga berseteru dengan Taiwan soal klaim di wilayah laut yang membentang seluas 3 juta kilometer persegi itu.

Dasar yang digunakan China mengklaim sebagai pemilik Laut China Selatan adalah nine dash line, wilayah perairan China membentang luas sampai ke Provinsi Kepulauan Riau, yang jaraknya ribuan kilometer jauhnya dari daratan utama Tiongkok.

Wilayah yang masuk dalam nine dash line yakni melingkupi Kepulauan Paracel yang juga sama-sama diklaim Vietnam dan Taiwan, hingga laut di Kepulauan Spratly dimana China bersengketa dengan Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunai Darussalam.

Baca Juga: TNI Siap Tempur Gara-gara Kapal Nelayan China Lakukan Hal Ilegal di Laut Natuna, Tapi Menhan Prabowo Lebih Memilih Cara Ini Buat Bereskan Masalah Itu. Begini Alasannya

Panjangnya nine dash line China atas klaim hampir seluruh Laut China Selatan, membuat negara itu bersengketa secara tumpang tindih dengan wilayah ZEE negara-negara tetangga Indonesia.

Klaim sembilan garis putus- putus Tiongkok berdampak hilangnya perairan Indonesia seluas lebih kurang 83.000 km2 atau 30 persen dari luas laut Indonesia di Natuna. Luas laut negara-negara lain, seperti Filipina dan Malaysia, berkurang 80 persen, Vietnam 50 persen, dan Brunei 90 persen.

Selain menggunakan dasar nine dash line, China juga mengklaim perairan Natuna sebagai wilayah penangkapan ikan tradisional nelayan China. China dengan peta resminya yakni haijiang xian nei (batas garis laut teritorial), tidak mengakui zona ZEE yang disepakati oleh PBB lewat UNLOS.

Nine dash line yang tergambar dalam haijiang xian nei, dibuat sejak pemerintahan Kuomintang atau nasionalis China pimpinan Chiang Kai Shek. China menciptakan garis demarkasi yang mereka sebut sebagai 'eleven dash line'.

Berdasarkan klaim ini China menguasai mayoritas Laut China Selatan termasuk Kepulauan Pratas.

Baca Juga: Dulu Marah Karena Pendukungnya Dilempari Waktu Pertandingan, Kini Menpora Malaysia Minta Jangan Percaya Pada Video Pemukulan Suporter Indonesia di Malaysia. Apa Alasannya?

Kemudian wilayah Macclesfield Bank serta Kepulauan Spratly dan Paracel yang didapat China dari Jepang usai Perang Dunia II. Klaim ini tetap dipertahankan saat Partai Komunis menjadi penguasa China pada 1949.

Namun, pada 1953, pemerintah China mengeluarkan wilayah Teluk Tonkin dari peta 'eleven-dash line' buatan Kuomintang.

Pemerintah Komunis menyederhanakan peta itu dengan mengubahnya menjadi nine dash line' yang kini digunakan sebagai dasar historis untuk mengklaim hampir semua wilayah perairan Laut China Selatan. (Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya