Cerita Layangan Putus Jadi Viral, Tapi Kenapa Warganet Jadi Banyak yang Ikut Tersulut Emosi? Berikut Penjelasan dari Ahli

Rabu, 06 November 2019 | 18:03
Freepik.com

Cerita pada tagar #layanganputus sukses menggugah hati banyak orang

Fotokita.net - Belakangan ini, warganet kembali disibukkan dengan cerita online yang mampu menguras emosi siapa saja yang membacanya hingga tuntas.

Banyak warganet yang bersimpati atas kisah Layangan Putus pun memberi komentar dan tak sedikit yang membagi ulang cerita itu.

Maklum, Layangan Putus menceritakan seorang istri dengan empat orang anak yang ditelantarkan suami demi perempuan lain.

Baca Juga: Cerita Layangan Putus Jadi Viral dalam Sekejap, Lantas Kenapa Orang Gampang Banget Percaya Sama Kisah yang Belum Tentu Benar?

Tapi, tak sedikit pula yang mengungkapkan kekesalan dan kemarahannya pada sang suami ataupun perempuan yang dicurigai sebagai orang ketiga, entah kecurigaan tersebut benar atau tidak.

Dari hal ini, kemudian muncul pertanyaan. Kenapa banyak warganet bersimpati dan ikut tersulut emosi karena cerita Layangan Putus?

Instagram/lambe_turah

Lola Diara dikaitkan dengan viralnya kisah #layanganputus

Menjawab pertanyaan ini, Pingkan Rumondor, psikolog klinis dewasa yang memiliki spesialisasi di bidang hubungan, keluarga, dan pernikahan menjelaskannya dari sisi ilmiah.

Menurut Pingkan, Layangan Putus bukanlah cerita bahagia menurut norma sosial Indonesia.

"Memang secara normatif itu cerita yang menggugah emosi marah dan kesal, terutama bagi yang baca," ujar Pingkan dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (6/11/2019).

Kemudian, alasan kenapa cerita ini bisa sangat menggugah emosi, menurut Pingkan ini disebabkan oleh pengalaman individual yang mungkin pernah dirasakan pembaca.

Baca Juga: Satu Almamater dengan Mendikbud Nadiem Makarim, Perempuan Berparas Ayu Ini Torehkan Rekor Gemilang dalam Dunia Pendidikan Kita!

"Kenapa itu bisa menggugah, kisah (Layangan Putus) mungkin dekat dengan apa yang pernah mereka alami atau yang dialami sama orang terdekat (pembaca)," imbuh dia.

Ilustrasi | Pixabay
Ilustrasi | Pixabay

Viral Postingan Layangan Putus, Bongkar Kebusukan Suami yang Tega Telantarkan Istri Sah dan Kelima Anaknya Demi Nikahi Pelakor yang Berstatus Selebgram

"Jadi, ketika ada situasi yang mirip, otak kita akan bekerja (dan) mengingatkan pada perasaan yang mirip juga yang pernah kita alami," imbuh Pingkan.

Perempuan yang juga menjadi dosen di Universitas Bina Nusantara (Binus) ini mengatakan, ketika seseorang membaca sebuah kisah kemudian muncul perasaan sedih atau marah, dia juga sebenarnya mengingat pengalaman yang membuatnya marah atau kesal.

Baik itu pengalaman yang dialami diri sendiri, ataupun orang terdekat. Emosi inilah yang kemudian membuat seseorang dapat bersimpati dan menempatkan diri menjadi tokoh istri dalam cerita Layangan Putus itu.

Baca Juga: Di Antara Ritual Suci, Deretan Foto Ini Ingin Buktikan Ada Bahaya di Depan Mata yang Siap Melenyapkan Peradaban Manusia

Menurut Pingkan, hal seperti ini sebenarnya wajar. Akan tetapi, ada beberapa orang yang kemarahannya atau kekesalannya melebihi batas normal.

freepik.com
freepik.com

Viral Kisah Layangan Putus, Berikut 5 Alasan Pria Selingkuh dari Pasangan, Mulai dari Rasa Penasaran hingga Balas Dendam

Ibarat kekesalan dalam skala 0-10, bila seseorang mengungkapkan kekecewaan atau kemarahan pada level 5, itu masih wajar.

Namun bila sudah lebih dari itu, misalnya sampai di level 8, kemungkinan besar ada masalah pada diri orang tersebut, ada faktor-faktor kepribadian yang memengaruhi hal ini.

Baca Juga: Belum Genap Sebulan, Menkeu Sri Mulyani Coba Jalani Profesi Ini. Apa yang Terjadi Sewaktu Dia Lontarkan Pertanyaan?

Twitter @millaknrptr

Lola Diara Layangan Putus

"Ada beberapa orang, terutama orang-orang dengan kecenderungan reaktivitas emosi yang tinggi, mereka lebih mudah merasakan emosi dengan lebih intens," ungkap Pingkan.

"Reaktivitas emosi yang tinggi bisa karena kepribadian, bisa juga ada gangguan tertentu. Kalau marah dan sedihnya berlebihan, mungkin ini menunjukkan gejala-gejala tertentu yang perlu dikonsultasikan lebih lanjut," terang Pingkan. (Gloria Setyvani Putri/Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya