Fotokita.net - Hoaks cukup sulit ditumpas karena bisa tersebar dengan bebas di platform media sosial populer seperti Twitter, Instagram, Facebook, atau bahkan aplikasi chatting seperti WhatsApp. Di Indonesia sendiri penyebaran hoaks bisa dibilang sangat mudah.
Parahnya lagi berita semacam ini dengan mudah dipercaya oleh pembaca tanpa mengonfirmasi lebih lanjut tentang kebenarannya.
Untuk mengatasi masalah serius ini, Facebook dan Instagram rupanya punya kebijakan baru.
Melansir Kompas Tekno, dua media sosial yang ada di bawah induk perusahaan yang sama ini akan menambah fitur khusus untuk mencegah peredaran hoaks.
Caranya adalah menandai postingan yang status kebenarannya masih diragukan.
Berdasarkan penjelasan yang ada di laman Facebook Newsroom, nantinya postingan apapun yang muncul di kedua aplikasi tersebut akan diburamkan kalau terindikasi mengandung hoaks.
Semua postingan tanpa terkecuali, termasuk yang berupa foto dan video.
Bukan cuma di-blur atau dikaburkan, nantinya juga akan muncul pesan tertentu. Akan tertulis "False Information" di postingan itu.
Facebook dan Instagram juga akan memberikan penjelasan mengapa postingan tesebut dianggap hoaks.
Untuk mengidentifikasinya, Facebook menggunakan software pengecek fakta (fact checkers) dari pihak ketiga.
Selain mencegah kalian untuk melihat berita palsu, nantinya sistem juga akan menghalangi kalian untuk membagikan postingan itu ke media lain.
Untuk sementara pihak Facebook masih belum mengumkan kapan fitur penting ini akan tersedia di layanan mereka dan Instagram.
Pihak kepolisian mengakui bahwa Facebook sampai saat ini masih tidak kooperatif dalam mengikuti penegakan hukum di Indonesia.
Menurut polisi, platform media sosial ini seringkali tidak mau membuka data pengguna yang menjadi target polisi terkait penyebaran hoaks.
Kasubdit III Dittipdsiber Bareskrim Polri Kombes Pol Kurniadi mengatakan bahwa hal tersebut dikarenakan data-data pengguna itu bukan berada di wilayah Indonesia sehingga terkendala dasar hukum.
Kurniadi mengungkapkan, Facebook seringkali menolak untuk membuka data pengguna yang melakukan tindak pidana dengan alasan kebebasan berpendapat.
"Jadi kalau kami ditanya dasarnya apa minta data pengguna ini, kami bilang dasarnya adalah target ini melakukan tindak pidana. Tapi (kata Facebook) di negara mereka itu adalah kebebasan berpendapat, jadi tidak ada pelanggaran hukum," kata Kurniadi.
Bahkan sampai saat ini, Kurniadi mengatakan hanya kurang dari 50 persen dari permintaan kepolisian yang ditanggapi oleh Facebook. Itu membuat pihak kepolisian kesulitan untuk melakukan penegakan hukum.
"Kami tidak memiliki data apa-apa, semua data ada di luar, seperti Facebook itu. Kami mengalami banyak hambatan," kata Kurniadi saat ditemui dalam acara penandatanganan kesepakatan kerja sama keamanan siber antara Huawei dan BSSN, Selasa (29/10/2019).
Ia pun menambahkan, kepolisian perlu melakukan pendekatan yang lebih personal agar pihak Facebook mau lebih kooperatif dengan proses penegakan hukum di Indonesia. (Nextren/Kompas.com)