Fotokita.net - Modifikasi atau rekayasa cuaca menjadi salah satu upaya pemerintah menangani kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Untuk Provinsi Riau, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mendata luas lahan yang terbakar mencapai 49.256 hektar pada Senin (16/9/2019). Riau menjadi provinsi dengan luas lahan terbakar yang terbesar di Sumatera.
Baca Juga: Bantuan Satgas Karhutla Ditolak Riau, Begini Penjelasan Gubernur Anies Baswedan. Ada Apa Gerangan?
Presiden Joko Widodo menyebut karhutla sudah meluas sehingga sulit untuk dipadamkan.

:quality(100)/photo/2019/09/19/3905929323.jpeg)
Syarifudin (67) yang sesak nafas karena terpapar asap dibantu pernasafannya menggunakan nebulizer di RSUD Petala Bumi, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/8/2019). Di Pekanbaru sendiri terdapat 19 posko dan rumah singgah yang didirikan oleh pemerintah.
Disampaikan oleh Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, FKUI-RSUP Persahabatan, Dr dr Agus Dwi Susanto Sp. P(K); kabut asap dapat menyebabkan efek buruk, baik yang jangka pendek atau jangka panjang, bagi kesehatan orang yang menghirupnya.
Efek jangka pendek
Efek jangka pendek dari asap, dikatakan Agus, dapat menyebabkan injury atau luka melalui berbagai mekanisme yang berbeda. "Dalam jangka pendek atau akut, asap kebakaran akan membuat iritasi selaput lendir mata, hidung, tenggorokan hingga menimbulkan gejala berupa mata berair dan perih, hidung berair dan tidak nyaman pada tenggorokan, mual, sakit kepala, dan memudahkan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)," katanya.
Syarifudin (67) yang sesak nafas karena terpapar asap dibantu pernasafannya menggunakan nebulizer di RSUD Petala Bumi, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/8/2019). Selain itu terdapat juga posko yang didirikan oleh Kementerian Sosial dan organisasi kemasyarakatan.
Selain itu, paparan gas karbon monoksida (CO) yang terhirup berpotensi meningkatkan karboksihemoglobin(COHb) atau kadar karbon monoksida dalam darah yang berikatan dengan hemoglobin. Ini dapat menimbulkan keluhan seperti sakit kepala, sesak napas, mual dan sebagainya.
Berikut penjelasan dari berbagai penyakit yang bisa timbul akibat terpapar atau menghirup udara berkabut asap:
- Iritasi
Warga yang sesak nafas karena terpapar asap dibantu pernasafannya menggunakan nebulizer di RSUD Petala Bumi, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/8/2019).Sejumlah rumah sakit dan posko kesehatan telah disediakan untuk membantu warga yang terpapar asap.
- Iritasi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Kasus ISPA meningkat 1,8 sampai 3,8 kali pada daerah yang terjadi bencara kebakaran hutan untuk periode sama tahun sebelumnya, atau terjadi peningkatan ISPA sekitar 12 persen (setiap kenaikan partikulat (PM) 10 dari 50 µgram/m3 menjadi 150 µgram/m3).
- Penurunan fungsi paru
Jonner Tampubolon, warga yang sesak nafas karena terpapar asap dibantu pernasafannya menggunakan nebulizer di RSUD Petala Bumi, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/8/2019).
- Eksaserbasi penyakit paru obstruktif
- Peningkatan rawat inap
Warga yang sesak nafas karena terpapar asap dibantu pernasafannya menggunakan nebulizer di RSUD Petala Bumi, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/8/2019). Asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang tidak kunjung reda di Riau membuat warga terserang infeksi saluran pernafasan.
- Risiko kematian
Efek jangka panjang
Selain penurunan fungsi paru, efek menghirup asap kebakaran hutan dapat meningkatkan hipereaktivitas saluran napas pada jangka panjang. Pasalnya, terdapat bahan karsinogen pada asap kebakaran hutan, contohnya polisiklik aromatic hidrokarbon (PAH); meski belum ada laporan terjadinya kanker akibat asap kebakaran hutan ini.
Efek dalam jangka panjang akibat karbon monoksida (CO) konsentrasi rendah akan mengakibatkan gejala yang menetap, berupa sakit kepala, mual, depresi, gangguan neurologis dan perburukan dengan gejala jantung koroner.
Data di atas dilansir dari buku yang diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), tentang Pencegahan dan Penanganan Dampak Kesehatan Akibat Asap Kabaran Hutan, tahun 2019.Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Kabut Asap Pekat di Riau, Ini Bahaya Jangka Pendek dan Panjangnya".Penulis: Ellyvon Pranita.