Sisakan Luka Terperi, Foto-foto Hitam Putih Ini Buktikan Kekejaman Jepang Selama Perang Dunia II

Kamis, 25 Juli 2019 | 15:27
Tropenmuseum/Wikimedia commons via NGI

Suasana mandi dalam kamp tawanan perang Jepang di Kampong Makassar, Jakarta. Kamp ini khusus dihuni perempuan dan anak-anak.

Fotokita.net - Pada masa Perang Dunia II sejumlah negara luluh lantak akibat pertikaian yang melibatkan militer masing-masing. Dari data yang dilansir Wikipedia, perang global ini memakan korban manusia sebanyak 50 - 70 juta jiwa. Jumlah kematian itu membuat Perang Dunia II adalah konflik paling mematikan dalam sejarah umat manusia.

Perang Dunia II yang berlangsung antara tahun 1939 - 1945 ini melibatkan banyak negara yang bertikai. Kekairasan Jepang berusaha mendominasi Asia Timur dan memulai pertikaian dengan Cina pada 1937.

Sejak menyerang Cina, Jepang makin berupaya meluaskan hegemoni. Puncaknya, pada Desember 1941, Jepang bergabung dengan kekuatan Poros (yang dipimpin oleh Jerman) untuk melawan Sekutu (pimpinan Amerika Serikat dan Inggris).

Baca Juga: Bertempur Seorang Diri, Sniper Jepang Bikin Pasukan Sekutu Ketakutan di Perang Dunia II. Lihat Foto-foto Pembuktiannya!

Berikut fakta dan foto kekejaman Jepang dalam Perang Dunia II dirangkum dari Ranker.

Toutiao
Toutiao

Perang Dunia II ketika Jepang menginvasi Vietnam.

Pembantaian Nanking

Sweeper tamonten/Wikimedia Commons/Public Domain via Ranker
Sweeper tamonten/Wikimedia Commons/Public Domain via Ranker

Ilustrasi pembantaian Nanking

Pada 1937 dimulai awal Perang Cina-Jepang, sebuah konflik antara Jepang dan Cina yang pada akhirnya akan menjadi cabang Pasifik dari Perang Dunia II.

Jepang menyerbu Nanking, ibukota Cina Nasionalis.Kekejaman dimulai pada bulan Desember 1937 dan hingga 1938.

Sebanyak 300.000 warga sipil Cina terbunuh dan 80.000 perempuan negeri tirai bambu itu diperkosa.

Pasukan bersenjata bayonet Jepang, memaksa anggota keluarga untuk saling memperkosa, memenggal anak-anak, membuang mayat ke sumur untuk meracuni pasokan air, dan mengubur warga sipil hidup-hidup.

Itu adalah yang pertama dari banyak pembantaian serupa, meskipun tidak ada yang terjadi dalam skala yang sama dengan yang terjadi di Nanking.

Baca Juga: Pikirkan Seribu Kali Pelihara Satwa Asing, Pemilik Tokek Impor Pindah Domisili Petugas Kehutanan Jadi Kewalahan. Lihat Foto-foto Tokek Impor yang Bikin Pusing!

Mengirim wanita ke rumah bordil

Titmuss A D/Wikimedia Commons/Public Domain via Ranker
Titmuss A D/Wikimedia Commons/Public Domain via Ranker

Ilustrasi wanita penghibur

Selama Perang Sino-Jepang dan Perang Dunia II, tentara Jepang memaksa sebanyak 200.000 perempuan masuk ke dunia pelacuran.

Disebut "wanita penghibur," beberapa berumur 16 tahun, budak seks yang didominasi oleh Korea ini dikirim keseluruh Asia Timur untuk bekerja di rumah bordil yang melayani militer Jepang.

Rumah bordil itu beroperasi berjam-jam dan para wanita jarang diberi waktu istirahat, artinya mereka diperkosa berulang kali setiap hari selama bertahun-tahun.

Pada 2015, perdana menteri Jepang secara resmi meminta maaf atas praktik ini dan setuju untuk membayar sejumlah 1 miliar yen, atau sekitar Rp 129 milyar, kepada 46 wanita penghibur yang masih hidup.

Baca Juga: Tukang Foto, Ayo Bantu Lawan Cerita Viral Pendaki yang Konyol Ini. Atasi Hipotermia di Gunung dengan Cara Begini!

Membuat 100 ribu orang tewas karena jalur kereta

Wikimedia Commons/Public Domain via Ranker
Wikimedia Commons/Public Domain via Ranker

Pekerja yang dipaksa membuat jalur kereta Thailand-Burma (sekarang Myanmar)

Selama pendudukan mereka di wilayah Asia Tenggara, Jepang memutuskan untuk membangun jalur kereta api yang menghubungkan Thailand dan Burma (sekarang Myanmar).

Kereta api akan berjalan melalui hutan yang sangat lebat, dan sebagian besar akan dibangun dengan tangan, tanpa bantuan dari alat-alat industri besar.

Jepang mengumpulkan 60.000 tawanan perang dan 200.000 buruh lokal yang diperbudak dan memaksa mereka untuk bekerja siang dan malam melalui musim hujan dan panas terik.

Buruh tidak diberi makan selain nasi dan mereka yang terluka dibiarkan mati.

Bahaya termasuk demam berdarah, kolera, dan kekurangan vitamin B yang ekstrim yang menyebabkan kelumpuhan.

Pada akhirnya, diperkirakan lebih dari 110.000 orang tewas membangun kereta api ini.

Baca Juga: Tukang Jamu, Oh Riwayatmu Kini. Foto-foto Warganet Sampaikan Kisahnya

Unit 731

Wikimedia Commons/Public Domain via Ranker
Wikimedia Commons/Public Domain via Ranker

Unit 731

Unit 731 adalah unit militer Jepang rahasia yang bertanggung jawab untuk penelitian senjata medis dan kimia.

Salah satunya adalah unit lapangan menguji "bom wabah" dengan menjatuhkan senjata yang terinfeksi penyakit ke kota-kota untuk melihat apakah itu akan menyebabkan wabah.

Bom wabah itu benar 'berfungsi',sebanyak 3.000 warga sipil Tiongkok meninggal karena penyakit ini.

Secara total dilaporkansebanyak 300.000 orang meninggal akibat penelitian Unit 731.

Baca Juga: Desa Tradisional yang Tersembunyi di Pegunungan Toraja Ini Punya Budaya Eksentrik. Lihatlah Foto-foto Indahnya!

Di markas terkenalnya di Pingfang, Cina, dokter menempatkan orang di ruang tekanan, untuk melihat seberapa besar tekanan yang bisa ditahan tubuh manusia sebelum meledak.

Warga sipil yang terinfeksi dengan penyakit dibedah tanpa anestesi untuk memeriksa efek penyakit.

Mereka juga meninggalkan tawanan perang di luar agarmati kedinginan untuk menyelidiki penyembuhan potensial untuk radang dingin.

Tak hanya itu, penelitian ini juga termasuk 'mempelajari' tentang kehilangan darah dengan mengamputasi anggota tubuh.

Pawai Kematian Baatan

Ranker
Ranker

Ilustrasi pawai kematian 'The Baatan Death March'

Kekejaman di Baatan, Filipina, dimulai pada 1942, ketika wilayah itu diserahkan kepada Jepang.

Jepang, tidak siap untuk sejumlah besar tawanan perang, memerintahkan 76.000 dari mereka untuk berbaris sekitar 70 mil ke utara melalui hutan, pawai yang dikenal sebagai The Bataan Death March.

Tentara Jepang, yang melihat penyerahan diri sebagai tanda kelemahan, memukuli para tahanan tanpa henti.

Beberapa jatuh karena kekurangan air, panasnya hutan, atau kelelahan. Orang-orang yang tersingkir dipenggal kepalanya atau dibiarkansaja sampai mati.

Diperkirakan 2500 orang Filipina dan 500 orang Amerika tewas dalam pawai ini.

Sekitar 26.000 lebih warga Filipina meninggal karena penyakit atau kelaparan di kamp penjara. (Nieko Octavi Septiana/Intisari Online)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Sumber : Ranker

Baca Lainnya