Kesepakatan itu diputuskan sejak Australia melakukan penandatanganan perjanjian pada Maret 2018 bahwa negara kecil itu bergantung pada minyak mendapatkan 100 persen ladang Bayu-Undan, dibagi 90-10 dengan Australia.
Pendapatan yang diambil oleh Australia sejak penandatanganan perjanjian tersebut telah diberikan pada Timor Leste tetapi langsung habis untuk kebutuhan kesehatan dalam setahun.
Penjanjian itu membatasi perbatasan maritim permanen untuk menutupi Celah Timor dan mendirikan daerah khusus untuk berbagi ladang gas yang belum dimanfaatkan Timor Leste.
Perbatasan baru itu dikonfirmasi adalah milik Timor Leste tetapi puluhan tahun Australia mengambil keuntungan dari ladang minyak tersebut.
Pada sat penandatanganan Australia menyatakan, perjanjian itu tidak akan berlaku sampai kedua negara meratifikasinya.
Namun, pemerintah Australia gagal meratifikasinya.
Penundaan itu membuatnya menarik keuntungan dari ladang Bayu-Undan, yang sebelumnya telah dibagi 90-10.
Kini, ekonomi Timor Leste yang makin terpuruk karena Covid-19 hingga mereka meminta bantuan Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat.
Saat menerima kunjungan saat menerima audiensi Duta Besar RDTL untuk Indonesia, Alberto Xavier Pareira Carlos bersama rombongan di Ruang Kerja Gubernur, pada Senin, 10 Agustus 2020, Viktor Bungtilu Laiskodat menjajaki peluang kerjasama untuk membangun daerah perdagangan bebas atau free trade area (FTA) dengan negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL).
Hal tersebut juga merupakan peluang yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi di Pulau Timor yang terdiri dari Provinsi NTT di Timor bagian barat dan negara RDTL di Timor bagian timur.