Fotokita.net - Kepala Badan Intelijen Keamanan atau Baintelkam Polri Komjen Ahmad Dofiri rajin mengoleksi prestasi mentereng sejak lulus Akademi Kepolisian (Akpol) pada tahun 1989. Pantas intel polisi lihai bongkar siasat Ferdy Sambo di kasus Brigadir J. Foto sosok Ahmad Dofiri dipuji-puji di media sosial.
Peran penting Baintelkam Polri dalam pengusutan kasus kematian Brigadir J terungkap melalui laporanInspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Agung Budi Maryoto. Agung mengungkapkan bagaimana Baintelkam bergerak hingga akhirnya Timsus Polri bisa menetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhan berencana.
Agung menyampaikan laporan kinerja intel Polri sebagai bagian dari tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam pengusutan kasus pembunuhan Brigadir J. Pantas intel polisi lihai bongkar siasat Ferdy Sambo di kasus Brigadir J, ternyata Kepala Baintelkam rajin koleksi prestasi mentereng sejak lulus Akpol.
Pada Selasa (9/8/2022) Kapolri mengumumkan para tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Ada empat orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Irjen Ferdy Sambo, Bharada Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Keempat tersangka itu memiliki peran masing-masing.Peran Bharada Eliezer adalah telah melakukan penembakan terhadap korban yakni Brigadir J.Peran Bripka Ricky adalah turut membantu dan menyaksikan insiden penembakan korban.
Sementara itu, tersangka Kuat Ma'ruf adalah juga turut dalam membantu dan menyaksikan penembakan terhadap korban.
Peran Irjen Ferdy Sambo paling menjadi sorotan publik. Sebab, eks Kadiv Propam Polri ini sudah menyuruh melakukan dan menskenario kejadian-kejadian dalam kasus tersebut seolah-olah terjadi peristiwa tembak-menembak.
Keempat tersangka dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Dengan ancaman hukuman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.
Setelah mengumumkan para tersangka, Kapolri memberikan Komjen Agung Budi Maryoto untuk menyampaikan laporan kerja tim khusus yang dipimpin Wakapolri. Agung mulanya menyampaikan kesadarannya akan kinerja tim khusus besutan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang mendapat sorotan. Dia menyadari bahwa Timsus Polri dinilai tidak bergerak untuk mengungkap tabir misteri kasus tewasnya Brigadir J.
Agung mengatakan Kapolri selalu menekankan pada saat rapat untuk mengedepankanscientific crime investigationdalam penanganan kasus Brigadir J. Dia memahami keluh awak media dan masyarakat yang seakan Polri tak bergerak cepat mengungkapkasus pembunuhan tersebut.
"Kemudian Bapak Kapolri selalu menekankan pada saat rapat beliau menyampaikan kedepankan scientific crime investigation. Saya memahami dan Timsus memahami kepada para media dan masyarakat selama 1 minggu dibentuk kami memahami seolah-olah Timsus tidak bergerak, kami memahami itu," kata Agung kepada wartawan.
Agung menerangkan, sesungguhnya selama ini Timsus terus bergerak menelusuri apa yang sesungguhnya terjadi. Namun, lanjutnya, pengusutan itu sempat terkendala lantaran pelaksanaan olah tempat kejadian perkara (TKP) tidak profesional.
"Karena apa yang diutarakan Bapak Kapolri itu tadi memang benar, kami mengalami kesulitan karena pada saat pelaksanaan olah TKP awal dilaksanakan tidak profesional, kurang profesional dan beberapa alat bukti pendukung sudah diambil," ujarnya.
Selama satu minggu Timsus bergerak, informasi kemudian datang dari Baintelkam Polri. Badan intelijen Polri itu menemukan bahwa sejumlah personel polisi mengambil dan merusak CCTV di lokasi kejadian.
"Selama 1 minggu kami bergerak mendalami kemudian kami mendapatkan informasi intelijen dari Baintelkam Polri bahwa dijumpai ada beberapa personel yang diketahui mengambil CCTV dan yang lain-lainnya," ungkap Agung.
Dari informasi Baintelkam itulah kemudian Itwasum bergerak. Itwasum Polri langsung membuat surat perintah gabungan untuk memeriksa 56 personel Polri yang diduga menghambat penyidikan kasus tewasnya Brigadir J.
"Oleh karena itu Itwasum membuat surat perintah gabungan dengan melibatkan DivPropam Polri dan Bareskrim Polri telah melaksanakan pemeriksaan khusus kepada 56 personel Polri," papar Agung.
Agung menjelaskan, dari hasil pemeriksaan terhadap 56 polisi itu, 31 di antaranya diduga melanggar Kode Etik Profesional Polri. Kapolri, kata dia, pun langsung memerintahkan agar 11 di antaranya ditempatkan secara khusus di Mako Brimob, Depok.
"Dari 56 personel Polri tersebut terdapat 31 personel Polri yang tadi Bapak Kapolri sampaikan yang diduga, patut diduga melanggar Kode Etik Profesional Polri atau KEPP. Kemudian yang melakukan pelanggaran, tadi Bapak Kapolri sudah sampaikan, 11 dilaksanakan penempatan khusus. Yang 3 perwira tinggi ditempatkan di Mako Brimob Polri," terang Agung.
Pemeriksaan mendalam juga kemudian terus dilakukan, khususnya terhadap Bharada Richard Eliezer atau Bharada E. Agung mengungkapkan, dari pemeriksaan khusus itu, akhirnya Bharada E menyingkap yang sebenarnya terjadi, termasuk siapa saja yang terlibat.
"Dari itulah pemeriksaan Itsus, kan sudah ada unsur pidananya maka kita limpahkan pada Bareskrim Polri untuk melakukan tindakan penyidikan lebih lanjut termasuk juga pada Bripka RR pada saat dilaksanakan pemeriksaan khusus juga demikian, adanya dugaan tindak pidana makanya kami juga limpahkan kepada Bareskrim Polri untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," papar Agung.
Dari pengakuan Bharada E itu, Timsus lalu memeriksa Irjen Ferdy Sambo secara mendalam. Alhasil, Timsus pun menemukan bukti yang cukup bahwa Irjen Ferdy Sambo telah melakukan tindak pidana
"Kemudian kemarin kami melapor pada Bapak Kapolri bahwa Timsus seluruhnya melaksanakan pemeriksaan mendalam kepada FS di Mako Brimob. Saat dilakukan pemeriksaan mendalam maka juga ditemukan bukti yang cukup bahwa FS melakukan tindak pidana, maka tadi Pak Kapolri sudah menyampaikan setelah dilakukan gelar perkara sudah ditetapkan sebagai tersangka," ujar dia
Pantas intel polisi lihai bongkar siasat Ferdy Sambo di kasus Brigadir, ternyata Kepala Baintelkam Komjen Ahmad Dofiri rajin koleksi prestasi mentereng sejak lulus Akpol pada tahun 1989. Foto sosoknya sampai dipuji-puji di media sosial.
Komjen Ahmad Dofiri secara resmi memegang tampuk tertinggi intelijen Polri sejak 10 November 2021 setelah upacara serah terima jabatan yang dipimpin Kapolri.Ahmad Dofiri lulus Akademi Kepolisian (Akpol) angkatan 1989 sekaligus peraih penghargaan Adhi Makayasa atau lulusan terbaik.
Sebelum menjabat sebagai Kabaintelkam,Ahmad Dofiri memegang tongkat komando Kapolda Jawa Barat. Ahmad menggantikan Irjen Rudy Sufahriadi yang dicopot karena tidak melaksanakan protokol kesehatan Covid-19 pada November 2020.
Rudy dicopot bersama Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana terkait kerumunan yang disebabkan Habib Rizieq Shihab di Petamburan, Jakarta Pusat dan Megamendung, Jawa Barat.
Ahmad Dofiri merupakan jenderal kelahiran Indramayu, Jawa Barat, 4 Juni 1967. Cukup banyak jabatan yang telah diemban. Di antaranya, Kanit Resintel Polsekta Tangerang, Kapolres Bandung, Kapoltabes Yogyakarta, dan Wakapolda DIY.
Jenderal bintang tiga ini mengawali jabatan sebagai Kapolda di Banten pada 2016. Pada tahun yang sama, Ahmad Dofiri kembali lagi Yogyakarta untuk menjadi Kapolda DIY. Perwira tinggi berusia 54 tahun ini cukup lama memimpin kepolisian DIY hingga 2019.
Selama itu, Ahmad Dofiri berhasil menangani sejumlah kasus yang sempat menjadi sorotan masyarakat, yakni kekerasan di jalanan yang dikenal dengan sebutan klitih. Pelaku klitih umumnya anak remaja yang tanpa sebab yang jelas melukai orang yang melintas di jalan raya.
Ahmad Dofiri bersama jajarannya di Polda DIY juga berhasil menangkap pelaku berita hoaks yang mencatut nama Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dari Kapolda DIY, Ahmad Dofiri kemudian dipindah menjadi Aslog Kapolri hingga kemudian mendapat amanah sebagai Kapolda Jabar. Akhirnya, dia mengemban tugas sebagai Kabaintelkam Polri dan resmi berpangkat Komisaris Jenderal Polisi.
(*)