Fotokita.net - Foto kondisi terkini Herry Wirawan ustaz pesantren yang mencabuli 12 santriwati beredar di media sosial. Di sisi lain, ayah salah satu korban rudapaksa Herry mengaku menerima panggilan telepon dari pelaku. "Dia selalu tanya posisi saya."
Kasus Herry Wirawan yang merudapaksa 12 santriwati sudah menjadi perbincangan hangat di tengah publik. Kini, desakan pemberian hukuman maksimal bagi pelaku rudapaksa 12 santriwati di pesantren di Bandung itu muncul dari berbagai pihak.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pun mendesak agar Herry Wirawan dihukum maksimal. “Kami berharap majelis hakim memutuskan agar terdakwa dipidana hukuman maksimal dan dijatuhkan restitusi untuk para korban,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, dilansir Kompas.com, Jumat (10/12/2021).
Siti juga meminta agar pemerintah daerah memfasilitasi proses pemulihan korban dan mendorong Kementerian Agama membuat mekanisme pengawasan dan evaluasi terhadap seluruh pesantren.
Selain Komnas Perempuan, hal senada juga disampaikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar mengatakan, Herry Wirawan dapat diancam tambahan hukuman kebiri seperti tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016.
Desakan terkait hukuman kebiri juga disampaikan Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto. Ia mengecam perilaku tersebut dan menyayangkannya, lantaran pelaku justru seorang yang paham agama.
"Sebagai tindakan untuk efek jera itu perlu dikebiri, karena ini kan kejahatan yang sangat sadar dia lakukan dan karena berulang-ulang, banyak korbannya, dilakukan di beberapa tempat jadi ini sangat sadis ini," kata Yandri, Kamis (9/12/2021).
Kasus Herry Wirawan, guru pesantren yang tega merudapaksa santriwati di Pesantren Manarul Huda Antapani membuat masyarakat geram.Herry Wirawan diketahui mencabuli 21 santriwati hingga melahirkan 8 bayi.
Aksi bejat guru tersebut, Herry Wirawan, dilakukan sejak 2016 di Pesantren Manarul Huda dan di Madani Boarding School di Cibiru. Kasus ini ditangani Polda Jabar dan sudah bergulir di Pengadilan Negeri Bandung sejak November 2021. Namun, publik baru tahu kasus ini sejak 7 Desember setelah viral di media sosial.
Herry Wirawan saat ini sudah menjadi terdakwa dalam persidangan kasus pemerkosaan 12 santriwati itu. Dia menghuni Rutan Kebonwaru Bandung sebagai tahanan titipan Pengadilan Negeri (PN) Bandung sejak 21 September lalu. Rupanya, Herry mengakui perbuatannya bejatnya tersebut.
Pengakuan Herry itu disampaikan kepada Karutan Bandung (Kebonwaru) Riko Stiven saat berbincang dengan Herry di Rutan Bandung, Jalan Jakarta, Kota Bandung, Senin (13/12/2021). "Ngobrol tadi, yang bersangkutan mengakui seperti yang ada di BAP," ucap Riko di Rutan Bandung.
Kondisi Herry saat ini dalam keadaan sehat. Perilaku Herry di balik penjara juga normal seperti tahanan dan napi pada umumnya. "Seperti biasa ke mushala, salat, seperti biasa dengan tahanan yang lain sama. Kita hak dan kewajiban kita berikan sama," kata dia.
Foto kondisi terkini Herry ditunjukkan langsung oleh Karutan Bandung Riko Stiven. Dalam foto yang diperlihatkan Riko, tampak Herry sedang memakai kemeja kotak-kotak berwarna hitam. Di lehernya juga terlihat melilit masker berwarna hitam.
Penampilan Herry tampak berubah dari foto yang beredar sebelumnya. Dalam foto sebelumnya, terlihat rambut Herry keriting panjang namun dalam foto terbaru, rambut Herry lebih pendek. "Alhamdulillah kondisinya sehat dan baru saja kami ngobrol dengan yang bersangkutan," ucap Riko.
Riko mengatakan Herry masuk ke Rutan Bandung pada 21 September 2021 sebagai tahanan titipan Pengadilan Negeri (PN) Bandung lantaran kasusnya tengah disidangkan.
"Masuk dengan protokol kesehatan di swab antigen lalu kami isolasi selama 14 hari. Tanggal 12 Oktober 2021 setelah menjalani 14 hari isolasi dan kami tempatkan di kamar hunian bersama tahanan lainnya," tutur dia.
Sementara itu, orangtua salah satu korban, YY (44 tahun) menyebut kalau Herry Wirawan mencoba memberinya uang setelah kasus itu diketahui. YY mengatakan kalau Herry Wirawan ingin memberinya uang dan meminta berdamai saja.
"Si Herry itu nelpon terus sama saya, dia bilang ada uang buat saya, saya tolak, saya terus tolak," ujarnya saat diwawancarai Tribunjabar.id, Sabtu (11/12/2021).
Ia menjelaskan, meski dirinya sudah menolak, pelaku masih saja terus-terusan menghubunginya untuk meminta damai. "Dia selalu nanya posisi saya di mana, saya selalu jawab posisi saya pindah-pindah, geram, untung tidak saya habisi," ucapnya.
YY kemudian menolak keinginan pelaku lalu menghubungi saudaranya yang tergabung di lembaga bantuan hukum di Garut. Dia dan korban lain kemudian secara resmi melaporkan pelaku ke Polda Jabar pada tanggal 18 Mei 2021 dengan nomor laporan LBP/480/V/2021/Jawa Barat.
Kelakuan bejat pelaku diketahui sejak korban pulang ke rumah saat liburan hari raya Idul Fitri. Selama enam bulan berlalu ternyata kasus tersebut tidak mencuat ke publik lantaran demi menjaga mental korban dan keluarga.
Hal lain dikatakan oleh AN (34), AN yang merupakan saudara kandung dari awal menginginkan kasus tersebut mencuat ke publik karena perlu dikawal. Diamerasa takut jika kasus tersebut tidak diketahui publik, akan meringankan hukuman bagi pelaku.
"Kita gatau, ya, kasus hukum di negeri kita ini seperti apa, saya dari dulu dari awal kasus ini minta bantuan sana sini supaya kasus ini diketahui publik," ujarnya.
Dari awal AN menginginkan yang harus diekpose oleh publik itu adalah kelakuan biadan Herry Wirawan agar jika suatu saat dia bebas, masyarakat akan tahu siapa dirinya.
"Kalo si Herry ini tidak diketahui publik, saat dia bebas nanti saya takutkan akan ada korban lagi, tapi saya berharap dia dihukum mati," ungkapnya penuh amarah.
Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, terkait kasus Herry Wirawan, harus melihat lebih detail hubungan antara pelaku dan korban.
"Masalah ini sebaiknya tak dilihat dari sisi pelaku-korban saja. Dalam kasus oknum guru bejat Herry Wirawan, misalnya, ada dua pertanyaan yang belum terjawab. Pertama, mengapa dia tidak meminta para santri mengaborsi janin mereka," kata Reza Indragiri Amriel saat dihubungi pada Sabtu (12/12/2021).
Selama ini, kata dia, dalam banyak kasus pencabulan anak maupun dewasa, pelaku kerap meminta korban untuk aborsi. Sebut saja kasus Bripda Randy. "Padahal, lazimnya, kriminal berusaha menghilangkan barang bukti. Kedua, apakah selama bertahun-tahun para santri tidak mengadu ke orang tua mereka," kata Reza.
Salah satu fakta persidangan, salah satunya, anak-anak yang dilahirkan oleh santriwati di bawah umur ini diakui sebagai anak yatim piatu. Kemudian, oleh Herry Wiryawan, dijadikan alasan untuk mencari duit kepala sejumlah pihak.
"Dan Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku . Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunananya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," ucapnya.
(*)