Fotokita.net - Dikenal jarang keluar kamar, ahli bongkar alasan sebenarnya Zakiah Aini lakukan aksi nekat di Mabes Polri: bukan karena jihad.
Pelaku penyerangan di kompleks Mabes Polri, Zakiah Aini, terus menjadi sorotan. Kehidupan pribadi hingga motif penyerangan terus dikulik oleh publik.
Rekaman CCTV yang disiarkan Kompas TV memperlihatkan, Zakiah yang menggunakan kerudung biru dan baju gamis hitam beraksi seorang diri dengan menodongkan pistol ke petugas kepolisian.
Setelah mengeluarkan beberapa tembakan, Zakiah akhirnya dilumpuhkan dengan timah panas polisi.
Peluru yang menembus jantungnya membuat wanita berusia 25 tahun ini tewas di tempat.
Pelaku teror yang tinggal di sebuah rumah di kelurahan Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur, ini dikenal penyendiri.
Menurut kesaksikan Ketua RT 003/010, Kasdi, Zakiah lebih senang berada di kamarnya ketimbang berbaur dengan keluarga ataupun warga sekitar.
Dari hasil penelusuran polisi, Zakiah sempat menempuh pendidikan di Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat, namun terhenti di semester lima.
Tidak diketahui persis alasan mengapa Zakiah berhenti sekolah.
Pihak Universitas Gunadarma di Depok, Jawa Barat, membenarkan bahwa Zakiah pernah berkuliah di universitas tersebut. Namun, ia tidak menyelesaikan studinya.
"Memang benar pernah kuliah di Gunadarma, hanya saja keaktifan yang bersangkutan hanya sampai semester empat," kata Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Gunadarma, Irwan Bastian, kepada wartawan, Kamis (1/4/2021).
"Jadi yang bersangkutan itu masuk tahun 2013. Kemudian semester lima dan seterusnya tidak aktif.
Baca Juga: Nekat Serang Mabes Polri, Perempuan Berkerudung Gelap Ingin Terobos Ruang Kapolri, Begini Faktanya
Artinya, sesuai aturan yang berlaku di Gunadarma, yang bersangkutan tidak lagi menjadi mahasiswa Gunadarma," jelasnya.
Tidak diketahui persis alasan mengapa Zakiah tidak melanjutkan studinya.
Di sisi lain, ditilik dari riwayat akademisnya, Zakiah mendapatkan indeks prestasi kumulatif (IPK) yang cukup baik selama hampir dua tahun masa studinya.
"Yang bersangkutan dari sisi akademis mempunyai prestasi akademis yang baik selama tiga semester. Kalau tidak salah (IPK Zakiah Aini) sekitar 3,2 atau 3,1," tambah Wakil Dekan 3 Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma, Budi Prijanto, kepada wartawan, Kamis.
Zakiah yang tinggal di sebuah rumah di kelurahan Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur, ini dikenal penyendiri.
Menurut kesaksikan Ketua RT 003/010, Kasdi, Zakiah lebih senang berada di kamarnya ketimbang berbaur dengan keluarga ataupun warga sekitar.
"Saya sendiri enggak pernah melihat. Kata kakaknya, pelaku (Zakiah) keluar di teras itu paling beberapa menit saja. Setelah itu langsung balik tuh masuk ke dalam kamar," ujar Kasdi kepada Kompas.com, Kamis (1/4/2021) siang.
Kasdi mengatakan, anaknya sering main ke rumah Zakiah. Hanya saja, dia tidak berinteraksi dengan pelaku teror tersebut karena selalu mengurung diri di kamar.
Baca Juga: Ditembak Dekat Ruang Kapolri, Jenazah Penyerang Mabes Polri Diamankan Pasukan Penjinak Bom
"Dia betahnya di kamar. Anak saya sering main ke rumahnya, jarang ketemu. Anak saya mainnya sama keponakannya (Zakiah)," sambungnya.
Kasdi mengaku mendapat informasi dari keluarga Zakiah bahwa si putri bungsu kerap berganti nomor telepon seluler (ponsel).
Hal tersebut menjadi masalah saat keluarga mencoba menghubungi Zakiah yang tak kunjung pulang ke rumah di hari penembakan.
Suasana rumah Zakiah Aini, terduga teroris penyerang Mabes Polri
"Pas kejadian kemarin, keluarganya sempat cari Zakiah. Tapi nomor HP pelaku ini gonta ganti dan tiap kali ngelacak, nomor pelaku enggak pernah ketemu," terang Kasdi.
Zakiah, menurut sepengetahuan Kasdi, pamit meninggalkan rumah sekitar pukul 08.30 WIB.
"Pelaku (Zakiah) pukul 08.30 WIB, dia pamit ke orangtuanya bilangnya mau keluar sebentar. Tetapi nyatanya sampai seharian itu," ucap Kasdi.
Karena tak kunjung pulang dan tanpa kabar, keluarga disebut sempat melapor ke kantor polisi sebelum akhirnya mendapat informasi terkait penembakan di Mabes Polri.
"Keluarga sempat lapor kepolisian karena anaknya tak kunjung pulang. Orang Polda (Metro Jaya) juga datang ke sini nanyain ke rumah saya. Saya kaget juga dari Polda, ada apa nih," sambungnya.
Saat melakukan penggeledahan di rumah pelaku, di wilayah Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur, polisi menemukan surat wasiat yang ditinggalkan untuk keluarganya.
Selain itu, pelaku juga disebut berpamitan di grup Whatsapp keluarga.
"Kita temukan saat penggeledahan di rumahnya surat wasiat dan ada kata-kata di Whatsapp group keluarga bahwa yang bersangkutan pamit," ujar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Sementara itu, Lurah Kelapa Dua Wetan Sandy Adamsyah mengatakan bahwa surat wasiat tersebut berisi permohonan izin dari pelaku kepada keluarganya. Surat itu pertama kali ditemukan oleh kakak ZA.
Ia sempat berniat melaporkan temuan itu kepada pihak kepolisian, namun tidak sempat.
"Kakaknya agak bingung mau lapor ke mana, nah akhirnya dia ada inisiatif mau ke polres, tapi (lebih dulu) terjadi hal yang tidak kita inginkan ini," pungkasnya.
Sementara itu, Grafolog Indonesian School of Graphologi (ISOG) Deborah Dewi menyimpulkan bahwa Zakiah Aini (25) melakukan aksi teror di Mabes Polri karena didorong rasa cemas, tidak aman, dan amarah.
Hal ini disampaikan oleh analis pola tulisan tangan tersebut di tayangan Sapa Indonesia Malam Kompas TV yang dibawakan oleh Aiman Witjaksono, Kamis (1/4/2021) malam.
Surat wasiat terduga teroris Mabes Polri Jakarta Selatan
Deborah menganalisis pola tulisan tangan Zakiah dari surat wasiat yang ia tinggalkan sebelum melancarkan serangan di kompleks Mabes Polri pada Rabu (31/3/2021) sore.
Menurut Deborah, alasan spiritual, yakni jihad atas nama agama, bukan menjadi faktor utama di balik aksi teror tersebut.
"Aksi itu justru didorong oleh rasa kecemasan dan perasaan insecurity (tidak aman) yang sangat besar," ujar Deborah.
Selain itu, ada juga rasa marah atas status sosialnya. Zakiah, lanjut Deborah, ingin mendapat penghargaan lebih, tetapi itu tidak ia dapat di masyarakat sehingga memperkuat rasa ketidakamanan dirinya dalam hidup bermasyarakat.
Bersamaan dengan timbulnya rasa tidak aman tersebut, ada perekrut teroris yang masuk dan mengisi rasa aman itu dengan "solusi palsu yang mengatas namakan agama".
Dalam melakukan analisanya, Deborah membedah pola yang menonjol dan ditulis berulang-ulang dalam sampel tulisan pelaku.
Pola tersebut kemudian disusun menjadi satu untuk melahirkan sebuah interpretasi analisa pelaku.
(*)