Ikuti Jejak Jokowi, Ini Alasan Presiden Turki Mau Disuntik Vaksin Sinovac Hingga Borong Jutaan Dosis Buat Rakyatnya

Jumat, 15 Januari 2021 | 11:57
Sumber: Turkish Presidency via AP, Pool

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan di vaksin Sinovac.

Fotokita.net - Ikuti jejak Jokowi, ini alasan Presiden Turki mau disuntik vaksin Sinovac hingga borong jutaan dosis buat rakyatnya.

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdigan akhirnya disuntik vaksin Covid-19, Sinovac dan menjadi orang pertama yang divaksin di negaranya.

Erdogan disuntik Sinovac di Rumah Sakit Ankara, Turki, Kamis (14/1/2021).

Vaksinasi dari Erdogan itu, hanya selang sehari dari penyuntikan Sinovac yang dilakukan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Rabu (13/1/2021).

Baca Juga: Termasuk Anies Baswedan, Ini Daftar Orang yang Tak Bisa Divaksin Covid-19, Apa Alasannya?

Setelah vaksinasi, Erdogan mengungkapkan pentingnya bagi pejabat negara untuk menunjukkan contoh yang bagus dengan melakukan penyuntikan.

“Ada beberapa orang yang melakukan kampanye negatif (mengenai vaksinasi), tetapi saya yakin akal sehat akan menang,” tuturnya dikutip dari Daily Mail.

“Saya pikir akan sangat vital bagi pemimpin dunia dan deputi untuk memberikan dorongan vaksinasi dengan diri mereka sendiri,” tambahnya.

Baca Juga: Bukan Hanya Raffi Ahmad, Ahok Ikut Disemprot Istana Karena Kepergok Lakukan Ini di Pesta Ultah Ricardo Gelael

Beberapa waktu lalu vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh perusahaan vaksin China, Sinovac Biotech, diklaim 91,25% efektif, menurut hasil awal uji klinis III di Turki.

Menteri Kesehatan Fahrettin Koca mengatakan pemerintah China sepakat untuk mengirimkan pemesanan pertama ke Turki pada Minggu (27/12).

Pengiriman pertama berjumlah tiga juta dosis vaksin Sinovac dengan opsi 50 juta dosis lagi begitu vaksinasi dimulai bulan depan, dimulai dengan petugas kesehatan dan kalangan yang paling rentan.

Pemerintah Turki juga mengatakan dalam beberapa hari ke depan akan menandatangani kesepakatan dengan Pfizer/BioNTech untuk 4,5 juta dosis, dengan opsi membeli 30 juta lagi dari perusahaan Amerika Serikat dan mitranya dari Jerman itu, kata Koca.

Baca Juga: Disindir Telak Ridwan Kamil, Giliran Sosok Ini Sentil Raffi Ahmad Karena Pesta Tanpa Prokes Usai Divaksin Bareng Jokowi

Hasil awal melalui penelitian 7,371 sukarelawan di Turki itu jauh lebih baik ketimbang yang dilaporkan dalam uji coba vaksin yang sama yang dilakukan secara terpisah di Brasil.

Peneliti di Brasil mengklaim vaksin itu "mencapai ambang batas efikasi" yang ditetapkan WHO, atau lebih dari 50%, berdasarkan data uji coba yang dirilis Rabu (23/12).

Baca Juga: Dulu Bikin Terawan Panas Dingin, Kini Ribka Tjiptaning Tuding Ada Skenario Bisnis di Balik Vaksinasi: Jokowi Ini Pembisiknya Siapa?

Namun sekali lagi, para peneliti Institut Butantan di Brasil menangguhkan pengumuman hasil pasti tingkat efikasi vaksin atas permintaan perusahaan, yang menimbulkan pertanyaan tentang transparansi pengembangan vaksin tersebut.

Sehari sesudahnya, peneliti di Turki mengatakan tidak ada efek samping yang parah selama uji coba yang mereka lakukan, kecuali seorang relawan yang mengalami reaksi alergi.

Efek samping yang umum disebabkan oleh vaksin tersebut adalah demam, nyeri ringan dan sedikit kelelahan, kata mereka.

Sebanyak 26 dari 29 orang yang dinyatakan positif virus corona diberi vaksin suntikan hampa (placebo).

Menteri Kesehatan Fahrettin Koca, mengatakan pemerintah akan menggunakan data itu untuk memberi lisensi pada vaksin tersebut.

"Kami sekarang yakin bahwa vaksin itu efektif dan aman [untuk digunakan] bagi warga Turki," kata Koca, seperti dikuti dari kantor berita Reuters.

Ia juga mengatakan bahwa para peneliti awalnya berencana untuk mengumumkan hasil setelah 40 orang terinfeksi, tetapi temuan tersebut menunjukkan bahwa para relawan memiliki efek samping yang minimal setelah suntikan vaksin dan karena itu dianggap aman.

"Meski berisiko, kami melihat gambaran yang sangat ringan di mana tiga [hasil tes] PCR [dinyatakan] positif, tanpa demam atau masalah pernapasan... "

"Kami dapat dengan mudah mengatakan bahwa meskipun berisiko, ketiga orang itu mengalaminya dengan [gejala]sangat ringan," jelas Koca.

Sebelumnya, Sinovac Biotech menunda pengumuman hasil dari uji coba tahap akhir vaksin Covid-19 hingga Januari demi mengkonsolidasikan data yang didapat dari Brasil dengan hasil uji dari Indonesia dan Turki.

Hasil uji klinis fase ketiga vaksin Sinovac di Indonesia hingga kini belum diumumkan.

Ada lebih dari 1.600 relawan yang telah disuntik dengan vaksin Sinovac.

Selain itu ada 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 buatan Sinovac yang telah diimpor dan kini disimpan di ruangan penyimpanan Bio Farma, Bandung.

Hasil uji klinis di Brasil

Direktur Institut Butantan di Brasil, Dimas Covas, mengklaim vaksin itu "mencapai ambang batas efikasi" yang ditetapkan WHO, atau lebih dari 50%.

"Kami mencapai ambang kemanjuran yang memungkinkan kami untuk mencari persetujuan penggunaan darurat" otorisasi dari badan pengawas [kesehatan] Brasil Anvisa, kata direktur Institut Butantan, Dimas Covas, seperti dikutip dari kantor berita AFP.

Institut Butantan menolak untuk mengungkap angka pasti dari efikasi vaksin yang mereka uji coba pada 13.000 relawan, dengan alasan terikat kontrak dengan Sinovac.

"Tidak mungkin ada tiga hasil efikasi untuk vaksin yang sama," kata Covas.

Ia mengatakan penundaan itu tidak ada hubungannya dengan efikasi vaksin, yang diharapkan menjadi salah satu yang pertama disetujui untuk digunakan di Brasil.

Sama dengan WHO, badan pengawas kesehatan Argentina, Anvisa, menetapkan ambang batas efikasi setidaknya 50% untuk vaksin selama pandemi.

Pejabat kesehatan mengatakan hasil uji klinis di Brasil itu menjadi "momen untuk dirayakan".

"Tujuan kami adalah mencapai lebih dari 50%. Jika jumlahnya 51%, itu akan menjadi penting bagi kami, terutama karena kami hidup di saat krisis kesehatan," kata pejabat kesehatan Sao Paulo, Jean Gorinchteyn, seperti dikutip dari kantor berita Reuters.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi memberikan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin Covid-19 CoronaVac yang diproduksi Sinovac.

EUA diberikan setelah melakukan penelitian terhadap data yang diterima oleh BPOM terkait dengan uji klinis tahap ketiga. BPOM mendapatkan data dari uji klinis tahap ketiga yang dilakukan di Bandung, Turki, dan Brasil.

Lewat hasil uji klinik tahap tiga di Bandung, menunjukkan tingkat efikasi vaksinasi sebesar 65,3%. Adapun tingkat efikasi di Turki hingga 91,2% dan Brasil 78%.

Tim Komnas Peneliti Obat, Jarir At Thobari mengatakan, banyak faktor yang bisa mempengaruhi tingkat efikasi, terutama dari perilaku masyarakat dan seberapa besar proses transmisi virus dari satu orang ke orang lain. Selain itu juga, dari karakteristik populasi dan subjek yang diikutsertakan dalam penelitian.

"Kalau di Turki 20% dari tenaga kesehatan dan 80% adalah orang yang punya risiko tinggi. Dengan angka penularan yang tinggi dari risiko tinggi bisa membuat angka efikasi lebih tinggi," jelasnya dalam konferensi pers, Senin (11/1/2021).

Kemudian kalau di Brasil, semua subjek penelitian adalah dari tenaga kesehatan. Sedangkan, di Bandung adalah populasi umum.

Jarir mengatakan, hasil efikasi dari populasi umum ini membawa informasi yang cukup baik bagi Indonesia karena dari populasi umum perlindungannya ini sangat tinggi hingga 65,3%.

"Kita tidak punya banyak subjek untuk high risk seperti nakes sehingga tidak bisa dilihat. Namun, jika ingin melihat efikasi untuk Nakes bisa mengambil data dan mengaca dari Brasil dan Turki," ungkapnya.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya