Fotokita.net - Serpihan dan pecahan pesawat ditemukan, ternyata Sriwijaya Air pernah berhenti terbang karena masalah besar ini, bangkrut?
Tim Kopaska TNI AL menemukan bagian pesawat Sriwijaya Air SJ 182 setelah melakukan penyelaman di sekitar Pulau Lancang dan Pulau Laki, Kepulauan Seribu, Jakarta pada Minggu (10/1/2021) pagi.
Penemuan bagian pesawat Sriwijaya Air diinformasikan oleh Komandan KRI Teluk Gilimanuk, Letkol Laut Fakhrul.
“Ini ada temuan, akan dibawa ke KRI Kurau,” kata Fakhrul di KRI Teluk Gilimanuk.
Dari pantauan, bagian pesawat Sriwijaya Air tersebut ditemukan sekitar pukul 09.00 WIB.
Adapun bagian pesawat yang ditemukan seperti pecahan ban pesawat, pelampung penumpang, bagian kelistrikan pesawat, serpihan badan pesawat berwarna biru merah, moncong pesawat, dan lainnya.
Beberapa temuan bagian pesawat Sriwijaya Air telah dibawa ke Kapal KRI Kurau.
Salah satu reporter Kompas.com berada di perahu sea-rider bersama anggota TNI AL.
Kini, perahu sea-rider masih beberapa kali menghampiri anggota Kopaska yang masih melakukan penyelaman.
Operasi pencarian pesawat Sriwijaya Air SJ 182 dilanjutkan pada Minggu (10/1/2021) pagi.
Operasi difokuskan dengan penyelaman untuk mencari barang-barang terkait pesawat Sriwijaya Air SJ 182.
Titik-titik penyelaman dari anggota TNI AL berdasarkan referensi dari KRI Rigel. KRI Rigel memiliki kemampuan untuk melakukan foto tiga dimensi di bawah laut.
Temuan-temuan hasil penyelaman tim penyelam TNI AL akan didata sebagai bagian dari proses identifikasi.
Setelah didata, temuan yang berhasil dikumpulkan akan dibawa langsung ke Jakarta International Container Terminal (JICT) 2 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Adapun tim penyelaman terdiri dari menurunkan 17 Personel Denjaka, 14 Personel Taifib, 23 personel Kopaskadengan penglengkapan mulai dari Searider, perahu karet, peralatan selam, alat komunikasi bawah air, GPS bawah air dan kamera bawah air.
Pantauan reporter Kompas.com Wahyu Adityo Projo di KRI Teluk Gilimanuk-531, unsur TNI AL mulai melakukan persiapan peralatan-peralatan penyelaman sekitar pukul 06.00 WIB.
Unsur-unsur TNI AL mempersiapkan perahu karet, tabung oksigen, dan Bouyancy Control Device (BCD).
Baca Juga: Selain Sriwijaya Air SJ 182, 3 Pesawat Nahas Ini Juga Tak Pancarkan Sinyal ELT, Apa Penyebabnya?
Perahu-perahu karet milik TNI AL turun sekitar pukul 07.05 WIB.
Seperti diketahui, pesawat Sriwijaya Air SJ 182 hilang kontak di antara Pulau Laki dan Pulau Lancang pada Sabtu sekitar pukul 14.40 WIB atau 4 menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta, Tangerang.
Pesawat mengangkut 62 orang yang terdiri dari 12 kru, 40 penumpang dewasa, tujuh anak-anak, dan tiga bayi.
Pesawat Sriwijaya Air sempat keluar jalur, yakni menuju arah barat laut pada pukul 14.40.
Pihak Air Traffic Controller (ATC) kemudian menanyakan pilot mengenai arah terbang pesawat. Namun, dalam hitungan detik, pesawat dilaporkan hilang kontak.
Seperti diketahui, pada tahun 2019, maskapai penerbangan Sriwijaya Air sempat memutuskan berhenti terbang. Penyebab Sriwijaya Air berhenti operasi, bangkrut? Bukan karena tiket mahal, direksi blak-blakan masalah besarnya.
Satu grup maskapai swasta di Tanah Air tumbang, yakni Sriwijaya Air Group (Sriwijaya Air dan NAM Air).
Masalah besar sedang menyandung maskapai yang dimiliki keluarga Lie itu.
Direktur Operasi Sriwijaya Air Fadjar Semiarto merekomendasikan agar maskapai tersebut menghentikan operasionalnya untuk sementara waktu.
Sebab saat ini, dia menilai pesawat yang dimiliki maskapai itu berpotensi menimbulkan bahaya jika tetap beroperasi.
“Kalau dibilang sangat membahayakan (tidak), (tapi) berpotensi (berbahaya) iya. Karena dari sisi pesawat yang dirawat dalam kondisi yang limited berpotensi terjadi hal-hal yang di luar yang kita perkirakan,” ujar Fadjar Semiarto di Jakarta, Senin (30/9/2019).
Fadjar Semiarto menjelaskan, potensi bahaya muncul karena Hazard Identification and Risk Asessment (HIRA) operasional Sriwijaya Air menunjukan angka 4A.
Artinya, jika ini tak segera dibenahi, maka operasional Sriwijaya Air bisa terganggu.
“Kalau kita tidak bisa perbaiki jadi kuning menurut safety menjadikan kami rawan dari hal-hal kondisi yang normal. Ini yang kami pikirkan,” kata Fadjar Semiarto.
Fadjar Semiarto pun mengaku telah melaporkan hal tersebut kepada Plt Direktur Utama Sriwijaya Jefferson Jauwena.
Namun, rekomendasi tersebut tak mendapat tanggapan.
Lantaran tak ditanggapi, Fadjar Semiarto memutuskan untuk mundur dari jabatannya.
“Karena surat tidak direspon Plt (Dirut Sriwijaya), malah terkesan tidak mendengarkan, tetap melakukan penerbangan secara normal maka kami menyatakan mengundurkan diri,” ucap dia.
“Kami memutuskan untuk mengundurkan diri untuk menghindari conflict of interest," ujar Fadjar Semiarto lebih lanjut.
Sementara itu, Direktur Teknik Sriwijaya Air Ramdani Ardali Adang menambahkan, kerjasama Sriwijaya Air dengan Garuda Maintenance Facility ( GMF ) telah dihentikan.
Setelah putusnya kerja sama itu, Ramdani Ardali Adang mengaku khawatir dengan operasional Sriwijaya Air.
Sebab, dengan tidak adanya kerja sama tersebut, pasokan suku cadang untuk armada Sriwijaya Air terbatas.
“Setelah putus dengan GMF saya khawatir sekali, HIRA-nya merah. Memang sampai saat ini belum terjadi sesuatu, tapi dari indikasi tersebut berpotensi besar dengan keselamatan penerbangan,” kata Ramdani Ardali Adang.
Baca Juga: Bantuan Polisi Ditolak Habib Rizieq, Komnas HAM Ungkap Temuan Mengejutkan Soal Penembakan Laskar FPI
Sebelumnya, beredar surat yang dikirim oleh Direktur Quality, Safety, and Security PT Sriwijaya Air Toto Soebandoro kepada Plt Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson I Jauwena agar maskapai itu berhenti beroperasi.
Rekomendasi ini disampaikan Kapten Toto dalam kapasitasnya sebagai Direktur Quality, Safety and Security Sriwijaya Air dan keputusan selanjutnya akan diserahkan kepada Plt Direktur Utama.
Surat rekomendasi itu bernomor 096/DV/INT/SJY/IX/2019 tertanggal 29 September 2019.
B737-500 Sriwijaya AIr PK-CLC yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada 9 Januari 2021.
Dari laporan tersebut diketahui bahwa ketersediaan tools, equipment, minimum spare, dan jumlah qualified engineer yang ada tidak sesuai dengan laporan yang tertulis dalam kesepakatan yang dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan Menteri Perhubungan.
Namun, menurut Toto rekomendasi itu bersifat internal dan bukan untuk konsumsi publik.
“(Surat) ini masukan untuk perusahaan khususnya untuk Plt Direktur Utama (Jefferson Jauwena),” ujar Toto di Jakarta, Senin (30/9/2019).
Sriwijaya Air dianggap belum berhasil melakukan kerja sama dengan JAS Engineering atau MRO lain terkait dukungan line maintenance.
Hal ini berarti risk index masih berada dalam kategori 4A (tidak dapat diterima dalam situasi yang ada).
Ini dianggap bahwa maskapai tersebut dianggap kurang serius terhadap kesempatan yang diberikan pemerintah untuk melakukan perbaikan.
Atas dasar itu, maka pemerintah sudah mempunyai cukup bukti dan alasan untuk menindak Sriwijaya Air stop operasi karena berbagai alasan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas dan setelah diskusi dengan Direktur Teknik Sriwijaya Air dan Direktur Operasi Sriwijaya Air sebagai pelaksana safety, maka direkomendasikan Sriwijaya Air menyatakan setop operasi atas inisiatif sendiri (perusahaan) atau melakukan pengurangan operasional disesuaikan dengan kemampuan untuk beberapa hari ke depan, karena alasan memprioritaskan keamanan.
Hal ini akan menjadi nilai lebih bagi perusahaan yang benar-benar menempatkan keamanan sebagai prioritas utama.
Jika dalam beberapa hari kemudian Sriwijaya Air dengan persiapan yang lebih matang telah merasa siap kembali untuk beroperasi, maka manajemen cukup melaporkan kepada DKPPU untuk kemudian lebih mudah memperoleh izin terbang kembali.
Sebaliknya, jika Sriwijaya Air dinyatakan setop operasi karena tidak patuh terhadap standar dan regulasi yang berlaku, maka akan jauh lebih sulit untuk mendapatkan izin terbang kembali, dan menjadi preseden buruk di mata seluruh stakeholder dan masyarakat umumnya.
18 Pesawat Tak Terbang
Direktur Kelaikan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Kementerian Perhubungan ( Kemenhub) Avirianto mengatakan, maskapai Sriwijaya Air telah menghentikan operasi 18 pesawatnya.
Belasan pesawat itu tak dioperasionalkan karena dianggap tak laik terbang.
“Dari 30 pesawat yang terbang cuma 12, berarti sistem kontrol kami dari Sriwijaya bagian quality-nya sudah grounded 18 pesawat,” ujar Avirianto saat dihubungi, Senin (30/9/2019).
Avirianto menambahkan, pihaknya terus mengawasi kelaikan pesawat yang beroperasi di Indonesia.
Hal itu perlu dilakukan untuk memastikan keselamatan dalam penerbangan.
“Jadi kami awasi juga melibatkan inspektur-inspektur Sriwijaya sendiri kami authorized,” kata Avirianto.
Sementara itu, Fadjar Semirto mengakui ada belasan pesawatnya yang tak lagi beroperasi.
Imbasnya, frekuensi penerbangan maskapai itu pun turun drastis.
Baca Juga: Terekam Jelas di Kamera CCTV, Ini Alasan Polisi Diam Saja Saat Karyawan Hotel Dipukuli 7 Tamu Mabuk
“Pesawat aja udah lebih dari 50 persen kan dari 30 ke 12. Apalagi frekuensi penerbangannya, turun rutenya yang diterbangi dari 245 jadi 110 sampai 120-an per hari,” kata dia.
(*)