Fotokita.net - Digadang-gadang naik pangkat, Kapolda Metro Jaya malah terlempar dari usulan calon Kapolri, terganjal temuan Komnas HAM soal Laskar FPI?
Lima Calon Kapolri diajukan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) kepada Presiden Joko Widodo.
Dari lima calon Kepala Kopolisian Negara Republik Indonesia (Kepala Polri) tersebut, semuanya adalah jenderal bintang tiga (Komisaris Jenderal/Komjen Polisi).
Dengan demikian, dari kelima calon Kepala Polri tersebut, tak ada nama Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran.
Fadil Imran sebelumnya disebut-sebut akan segera naik pangkat setelah dianggap melakukan tindakan berani atau tegas terhadap sejumlah kasus, seperti kasus Front Pembela Islam (FPI) di Ibu Kota Jakarta.
Kelima calon Kapolri yang diusulkan Kompolnas kepada Presiden Joko Widodo adalah sebagai berikut.
1. Komjen Gatot Edy Pramono
2. Komjen Boy Rafly Amar
3. Komjen Listyo Sigit Prabowo
4. Komjen Arief Sulistyanto
5. Komjen Agus Andrianto.
"Kelima org itu dianggap memenuhi syarat profesionalitas, loyalitas, jam terbang," ujar Mahfud MD melalui akun twitternya, kemarin.
Menurut Mahfud MD, kelima calon Kapolri itu semuanya bintang tiga dan tak ada satu pun yang jenderan bintang dua (irjen).
"Mengonfirmasi berbagai berita: benar penjelasan Pak Benny Mamoto dan Pak Wahyudanto dari Kompolnas bhw selaku Ketua Kompolnas saya sdh menyerahkan nama2 calon Kapolri utk dipilih oleh Presiden agar diajukan ke DPR. Yg diajukan semua jenderal bintang 3, tdk ada yg msh bintang 2," ujar Mahfud MD.
Inilah cuitan Mahfud MD terkait Calon Kapolri yang akan segera diajukan Presiden ke DPR untuk mendapat persetujuan.
@mohmahfudmd: Mengonfirmasi berbagai berita: benar penjelasan Pak Benny Mamoto dan Pak Wahyudanto dari Kompolnas bhw selaku Ketua Kompolnas saya sdh menyerahkan nama2 calon Kapolri utk dipilih oleh Presiden agar diajukan ke DPR. Yg diajukan semua jenderal bintang 3, tdk ada yg msh bintang 2.
@mohmahfudmd: Ini 5 nama Komjen Pol. yg diajukan kpd Presiden oleh Kompolnas utk dipilih sbg calon Kapolri: 1) Gatot Edy Pramono; 2) Boy Rafly Amar; 3) Listyo Sigit Prabowo; 4) Arief Sulistyanto; 5) Agus Andrianto. Kelima org itu dianggap memenuhi syarat profesionalitas, loyalitas, jam terbang.
Paket Kapolri-Wakapolri
Sebelumnya diberitakan, Direktur Eksekutif Etos Indonesia Institute, Iskandarsyah sepakat dengan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane.
Neta menyebut isu paket pergantian Kapolri dan Wakapolri ke depannya akan terjadi.
Namun Iskandarsyah mempertanyakan komposisi Kapolri dan Wakapolri yang disebut Neta.
Sosok tersebut bahkan sudah direncanakan oleh pihak Istana untuk menggantikan Kapolri Jenderal Idham Azis yang akan pensiun 1 Februari 2021 mendatang.
Dimana katanya Neta menyebutkan bahwa Kapolri adalah Komjen Gatot Eddy Pramono yang saat ini menjabat Wakapolri, dan Wakapolrinya adalah Komjen Listyo Sigit yang saat ini adalah Kabareskrim.
"IPW sepertinya tidak melihat dan mempertimbangkan komposisi dari lulusan atau angkatan akpol. Sebab hal ini akan sangat menjadi pertimbangan yang sangat penting oleh Presiden. Dan saya yakin Jokowi paham soal itu," ujar Iskandarsyah kepada wartawan, Jumat (8/1/2021).
Menurut Iskandarsyah, Jokowi hampir pasti tidak akan meminta Komjen Pol Gatot Eddy Pramono duduk di pucuk pimpinan tertinggi Polri menggantikan Kapolri Jenderal Idham Azis.
"Karena kita ketahui Komjen Gatot Eddy Pramono merupakan lulusan atau angkatan akpol tahun 1988. Ia satu angkatan dengan Jenderal Idham Azis atau sama-sama lulusan akpol 88," ujar Iskandarsyah.
"Jadi bagaimana mungkin lulusan dari satu angkatan yakni 88, akan menjabat sebagai pimpinan Polri dua kali. Sepertinya tidak mungkin," kata Iskandarsyah.
Menurutnya Jokowi tidak akan menghambat regenerasi kepemimpinan di tubuh Polri dengan menjadikan Kapolri, dijabat oleh orang dari lulusan atau angkatan akpol yang sama selama dua kali berturut-turut.
"Dengan pertimbangan lulusan atau angkatan Akpol ini, saya memiliki pandangan komposisi Kapolri dan Wakapolri ke depan yang menurut saya sangat pas dan tepat, menggantikan Jenderal Idham Azis," kata Iskandarsyah.
Yakni kata Iskandarsyah, Kapolri dijabat Komjen Pol Agus Andrianto yang saat ini menjabat Kabarharkam Polri, dan Wakapolrinya adalah Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo yang saat ini menjadi Kabareskrim.
"Komposisi ini sangatlah cocok untuk mengemban tugas sebagai Kapolri dan Wakapolri," katanya.
Sebab kata Iskandarsyah, Komjen Pol Agus Andrianto adalah angkatan akpol tahun 89 dan Komjen Listyo Sigit Prabowo Msi adalah lulusan akpol tahun 91.
"Ini adalah komposisi yang menurut kami paling pas dan tepat, serta mewakili generasinya" ungkap Iskandarsyah.
Jika mengingat sebelumnya, kata Iskandarsyah, beberapa angkatan akpol yang senior sudah terwakili dengan menjabat Kapolri.
Dimana angkatan 87 sudah diwakili oleh Tito Karnavian yang sekarang menjabat Mendagri, lalu angkatan 88 diwakili oleh Idham Aziz.
"Jadi sudah saatnya regenerasi berikutnya yang akan memimpin, yakni angkatan 89. Janganlah satu generasi dipaksakan berturut-berturut menjabat Kapolri. Berikan ke generasi-generasi berikutnya. Komposisi yang saya sampaikan tadi adalah komposisi yang pas. Karena tidak tebak-menebak dan tak mengada-ada," papar Iskandarsyah.
Iskandarsyah yakin Presiden juga sudah memiliki respon atas komposisi yang disebutnya itu.
Apalagi kabar terakhir katanya Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) Polri telah menyodorkan rekomendasi sejumlah nama calon Kapolri ke presiden Jokowi.
Sehingga Jokowi tinggal menunggu nama calon Kapolri yang direkomendasikan Kompolnas dalam waktu dekat, sebelum menentukan pilihannya untuk di fit and propper test di legislatif.
Seperti diketahui, Komnas HAM telah membeberkan temuan kasus penembakan 6 laskar FPI plus kesimpulan adanya pelanggaran HAM oleh polisi.
Dari hasil temuan Komnas HAM terungkap, 2 laskar FPI tewas diduga setelah baku tembak.
Sedang 4 laskar FPI diduga tewas karena ditembak polisi di rest area KM 50.
Nah kasus kematian 4 laskar FPI inilah yang disimpulkan Komnas HAM sebagai unlawfull kliing atau kasus di luar prosedur hukum alias melanggar HAM.
"4 anggota FPI yang masih hidup diminta berjalan jongkok dan tiarap oleh aparat kepolisian.
Para anggota FPI itu juga diminta masuk ke dalam sebuah mobil lewat pintu samping dan belakang."
Warga yang menyaksikan saat itu diminta menghapus rekaman.
Dan di titik inilah yang menjadi misteri, mengapa polisi membunuh 4 laskar FPI yang sudah tak berdaya?
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono sudah menanggapi pernyataan komisioner Komnas HAM terkait tudingan pelanggaran HAM polisi atas kasus tewasnya 4 laskar FPI tersebut.
Argo mengajak semua pihak untuk membuktikannya di pengadilan.
Misteri 4 Laskar FPI
Menurut Komnas HAM, polisi sempat menghapus CCTV di rest area KM 50 Jalan Tol Jakarta - Cikampek usai melakukan penangkapan terhadap enam anggota FPI.
Mereka juga meminta warga untuk menghapus rekaman handphone.
Hal itu diungkapkan Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam usai penyelidikan yang dilakukan atas tewasnya enam anggota FPI.
Penyelidikan dilakukan sejak 7 Desember 2020 hingga 31 Desember 2020.
Pihak Komnas HAM langsung memeriksa saksi-saksi di lapangan beberapa jam usaiperistiwa itu terjadi.
Beberapa saksi merupakan warga yang berada di Rest Area KM 50 Jalan Tol Jakarta - Cikampek, Karawang, Jawa Barat.
Hasilnya ditemukan bahwa sejumlah aparat polisi terlihat mengeluarkan dua anggota FPI yang tewas dari dalam sebuah mobil.
Anggota FPI itu kata Choirul diduga tewas karena baku tembak dengan polisi saat berada di dalam mobil.
"Satu duduk di mobil dengan keadaan sudah tewas dan satu diturunkan ke jalan dengan satu luka tembak. Selain itu terlihat darah di jalan di depan salah satu warung depan rest area KM 50," terang Choirul dalam rilisnya di Kantor Komnas HAM Jumat (8/1/2021).
Baca Juga: Bantuan Polisi Ditolak Habib Rizieq, Komnas HAM Ungkap Temuan Mengejutkan Soal Penembakan Laskar FPI
Adegan penggeledahan para rekonstruksi kasus penembakan enam anggota FPI di rest area KM 50 tol Jakarta-Cikampek, Senin (14/12/2020) dini hari.
Sementara empat anggota FPI lain yang masih hidup diminta berjalan jongkok dan tiarap oleh aparat kepolisian.
Para anggota FPI itu juga diminta masuk ke dalam sebuah mobil lewat pintu samping dan belakang.
Saksi juga mendengar perintah petugas polisi yang meminta warga menghapus rekaman dan memeriksa handphone warga.
Saksi menjelaskan bahwa saat itu polisi beralasan bahwa peristiwa itu terkait narkoba dan terorisme.
Selain itu sejumlah saksi juga melihat adanya pembersihan darah di KM 50.
Anggota polisi juga melakukan pengambilan CCTV di salah satu warung dan memerintahkan hapus dan memeriksa handphone masyarakat di sana.
"Polisi akui ambil CCTV dan kami tanya mereka ambil legal atau ilegal. Jawaban mereka CCTV diambil legal maka kami tunggu proses di pengadilan," tutur Choirul.
Saksi juga mendengar perintah petugas polisi yang meminta warga menghapus rekaman dan memeriksa handphone warga.
(*)