Fotokita.net -Pencipta 'Gendjer gendjer' menghilang seusai G30S, benarkah lagu ini mars PKI? simak faktanya.
Setiap tanggal 30 September, bangsa Indonesia selalu mengingat peristiwa kelam yang dikenal denganGerakan 30 September atau populer disebut G30S/PKI.
Partai Komunis Indonesia ( PKI) untuk mayoritas masyarakat Indonesia diidentikkan dengan organisasi terlarang.
Pada masanya, palu dan arit menjadi simbol dari PKI yang mengusung dukungan dari kaum buruh atau wong cilik.
Namun selain palu dan arit, ternyata sayur genjer pernah diidentikkan dengan PKI.
Pada masa sebelum kemerdekaan RI, sayur genjer boleh jadi nikmat dan menjadi penyelamat wong cilik dari kelaparan.
Namun citra genjer sempat tercoreng pasca 1965.
Tepatnya setelah Gerakan 30 September - G30S/PKI, Partai Komunis Indonesia ( PKI).
Berikut beberapa fakta menarik seputar genjer, sayuran yang diidentikan dengan PKI:
1. Genjer Populer di Orde Lama
"Gendjer-gendjer, nong kedokan pating keleler.
Genjer - genjer, nong kedokan pating keleler.
Baca Juga: Terungkap Sudah, Ternyata 2 Sosok Ini Jadi Pentolan PKI di Indonesia, DN Aidit Cuma Kroco
Ema'e thole teko-teko muputi genjer.
Ema'e thole teko-teko muputi genjer.
Oleh satenong mungkur sedot sing toleh-toleh.
Gendjer-gendjer saiki wis digowo mulih,"
Itulah sepenggal lirik lagu "Gendjer-gendjer" yang dibawakan Bing Slamet dan Lilis Suryani.
Lagu ini sempat populer pada masa Orde Lama karena sering diputar di radio, sekitar 1960.
Pencipta lagu Gendjer-gendjer, Muhammad Arief, menciptakan lagu tersebut untuk menggambarkan penderitaan masyarakat pada zaman penjajahan Jepang, yaitu tahun 1943.
Hal itu disampaikan putranya Sinar Syamsi.
Pasca kejadian G30S/PKI, Muhammad Arief ditahan oleh tentara dan sampai saat ini tak pernah kembali.
2. Makanan Wong Cilik
Sejarawan yang juga akademisi Jurusan Sejarah, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Heri Priyatmoko, mengatakan sejak dahulu sayur genjer telah menjadi makanan keseharian wong cilik.
Ilustrasi peristiwa G30S yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI)
"Wong cilik terbiasa mengolah bahan yang ada di sekitarnya, termasuk genjer atau paku rawan (limnocharis flava). Sayuran ini cukup akrab dalam ekologi persawahan," kata Heri saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (28/9/2019).
Petani desa dahulu mengandalkan persawahan dan tumbuhan di lingkungan sekitar untuk santapan ini.
3. Dipercaya baik bagi kesehatan
Masyarakat Jawa pada umumnya sejak dulu meyakini bahwa genjer berguna bagi kesehatan.
Tanpa harus bicara khasiat yang terukur lewat kerja laboratorium, mereka tetap menyantap sayur genjer.
Para simpatisan PKI Madiun yang ditangkap oleh TNI
Heri mengatakan, kakek moyang orang Jawa meyakini segala sayuran yang tumbuh di pekarangan maupun persawahan pasti memiliki manfaat bagi tubuh.
Sayuran bagian dari tombo atau ramuan," kata Heri.
Ia menjelaskan hal ini dipahami dengan metode 'ilmu'.
Pengalaman empiris masyarakat Jawa menikmati sayuran genjer menghasilkan kesimpulan bahwa sayuran ini tidak beracun.
"Makanya genjer terus hidup dan berhasil menerobos sekat waktu, walau hanya akrab di dunia wong cilik," tuturnya. (*)