Bak Disambar Geledek, Namanya Bikin Geger Lagi Karena Film G30S/PKI, Ternyata Gatot Nurmantyo Akui Bertemu Setya Novanto Hingga Minta Lakukan Hal Ini

Jumat, 25 September 2020 | 09:44
Kompas.com/Ihsanudin

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo di Istana Bogor, Selasa (5/12/2017).

Fotokita.net -Namanya bikin geger lagi karena film G30S/PKI, ternyata Gatot Nurmantyo akui bertemu Setya Novanto hingga minta mantan Ketua DPR lakukan hal ini.

Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Donny Gahral Adian membantah bahwa pergantian mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo karena pemutaran film G30S/PKI.

Hal itu disampaikan Donny menanggapi pernyataan Gatot yang menyatakan ia diganti sebagai Panglima TNI karena menginstruksikan pemutaran film G30S/PKI di institusi TNI.

Baca Juga: Putri Soekarno Sindir Deklarasi KAMI Batu Loncatan Buat Jadi Presiden, Gatot Nurmantyo: Apa Pun yang Menentang, Itu Peringatan Allah

"Kalau untuk itu kan karena memang sudah masa jabatan Pak Gatot sudah selesai dan memang sudah waktunya pergantian rutin pimpinan TNI. Jadi tidak ada hubungannya sama sekali dengan pemutaran G30S," kata Donny saat dihubungi, Rabu (23/9/2020).

"Jadi saya kira terlalu jauh dan agak kebablasan mengaitkan antara pemutaran film G30S dengan pencopotan beliau," ucap Donny.

Baca Juga: Lama Bungkam, Gatot Nurmantyo Akhirnya Akui 3 Kali Tolak Tawaran Jabatan Ini: Saya Pernah Berkonflik dengan Menteri Pertahanan

Ia menambahkan, setiap pimpinan TNI-Polri terikat masa jabatan sehingga pasti akan dilakukan pergantian.

Ia pun mengatakan, pergantian Panglima TNI dari Gatot ke Marsekal Hadi Tjahjanto tidak dilakukan di tengah jalan.

"Semua pimpinan apakah TNI-Polri pasti kan ada masa jabatan dan ketika memang masa itu berakhir kan pasti akan ada pergantian. Kan beliau tidak dicopot di tengah jalan kan? Beliau memang sesuai dengan masa jabatan dan sifatnya rutin," lanjut Donny.

Baca Juga: Sama-sama Deklarasi KAMI, Amien Rais Kini Bentuk Partai Baru Usai Mengaku Dikeluarkan PAN, Begini Respon Gatot Nurmantyo

PDIP Tanggapi

Politikus PDIP Mayjen TNI (Purn) Tb Hasanuddin menepis kaitan antara nonton bareng dengan penggantian panglima TNI pada tiga tahun silam itu.

"Tak ada hubungannya sama sekali. Yang bersangkutan (Gatot Nurmantyo,-red) memang sudah mendekati selesai masa jabatannya dan akan segera memasuki masa pensiun," kata politikus PDIP Mayjen TNI (Purn)Tb Hasanuddin, dalam keterangannya, Rabu (23/9/2020).

TRIBUNNEWS.COM/PUSPEN TNI/Kolonel Inf Bedali Harefa

Presiden RI Ir. Joko Widodo didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan para Kepala Staf Angkatan, sangat bangga kepada TNI saat menyaksikan secara langsung Latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI tahun 2017 yang mengerahkan 5.900 prajurit TNI dan berbagai Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI dari AD, AL dan AU, bertempat di Tanjung Datuk, Natuna, Kepulauan Riau (Kepri), Jumat (19/5/2017).

Dia mengatakan berdasarkan ketentuan Gatot pensiun pada 1 April 2018.

Ketika itu Gatot naik menjadi Panglima TNI pada 8 Juli 2015 dan pergantian Panglima TNI dilakukan pada 8 Desember 2017.

"Kalau dihitung setelah selesai melaksanakan jabatan jadi Panglima TNI, masih ada sisa waktu 3 bulan sampai dengan akhir Maret, tapi itu hal yang lumrah. Tidak harus lepas jabatan itu tepat pada masa pensiun, banyak perwira tinggi sebelum pensiun sudah mengakhiri jabatannya," tuturnya.

Baca Juga: Suara Dentuman di Jakarta Dikira Gempa, Begini Alasan TNI AU Gunakan TNT dalam Acara Tradisi Paskhas

Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyoakhirnya menjelaskan kabar mengenai pergantian dirinya karena perintah menonton film G30S/PKI.

Dilansir TribunJakarta.com pada kanal YouTube Tv One News pada Jumat (25/9), Gatot Nurmantyomenyangkal alasannya dicopot karena hal tersebut.

Padahal sebelumnya melalui kanal YouTube Hersubeno Point, Gatot menjelaskan jika pergantian jabatannya sebagai Panglima TNI berkaitan dengan instruksinya untuk memutarkan film G30S/PKI.

Baca Juga: Bikin Geger Warga Jakarta, Dentuman Misterius Terdengar 2 Kali Hingga Sebabkan Getaran, Ahli Beberkan Fakta Sebenarnya

Kompas.tv

Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo

"Saat saya menjadi Panglima TNI, saya melihat itu semuanya maka saya perintahkan jajaran saya untuk menonton G30S/PKI. Pada saat itu saya punya sahabat dari salah satu partai saya sebut saja PDI menyampaikan, 'Pak Gatot, hentikan itu. Kalau tidak, Pak Gatot akan diganti'," ujar Gatot Nurmantyodalam sebuah tayangan YouTube, Rabu (23/9/2020).

"Saya bilang, 'Terima kasih', tapi justru saya gas karena ini adalah benar-benar berbahaya, dan benar-benar saya diganti," terang Gatot Nurmantyo.

Lantas bagaimana hal yang sebenarnya terjadi?

Baca Juga: Karena Kisah Cintanya dengan Warga Malaysia Tak Direstui, Perempuan Ini Nekat Bakar Bendera Merah Putih, Begini Kronologinya

Gatot Nurmantyo menyatakan, ia tak pernah mengatakan jika dirinya dicopot karena perintah nonton film G30S/PKI.

Gatot Nurmantyo lantas menjelaskan proses yang dijalaninya untuk menjadi Panglima TNI.

"Prosesnya tiga kali. Ketika itu Pak Jokowi menyampaikan agar saya menjadi Panglima TNI tetapi saya bilang 'jangan pak, situasinya belum pas', bahkan saya menyarankan Marsekal Agus yang jadi Panglima TNI waktu itu," ucap Gatot.

Baca Juga: Lama Sebelum Tagih Utang Bambang Trihatmodjo, Menkeu Sri Mulyani Sukses Rebut Rp 1,2 Triliun Harta Anak Kesayangan Pak Harto, Begini Kisah Pertarungannya

Meski demikian, Gatot menyatakan, ia mendapatkan informasi dari Ketua DPR RI Setya Novanto saat bertemu di Singapura.

"Saat itu saya mengatakan tak ada keinginan untuk menjadi Panglima TNI, terus saya jelaskan alasannya. Lalu, 2 minggu kemudian saya dihubungi Setnov dan menyatakan ia mendapat surat dari Presiden Jokowi."

"Isinya Jokowi mengajukan Gatot Nurmatyo sebagai calon tunggal Panglima TNI. Terus Setnov nanya surat ini diapakan? ya saya bilang ada dua cara yakni disobek-sobek atau terserah Pak Ketua," beber Gatot Nurmatyo.

Baca Juga: Covid-19 Makin Bikin Ngeri, Inilah Deretan Menteri Jokowi yang Positif Corona, Ada yang Kritis, Terbaru Fachrul Razi

Gatot menjelaskan, bukan ia tak berkeinginan menjadi Panglima TNI namun situasinya yang kurang pas.

"Saat itu beliau baru saja menjabat. Bahkan saya pernah bercanda 'Pak Presiden saya boleh bicara dengan bebas? Bapak kan Presiden tetapi tak memegang DPR, Kepolisian, Kejaksaan dan TNI. Bahkan ia hanya memegang kasat karena kita tahu ia dipilih sebagai presiden karena rakyat, di DPR dia gak punya partai," imbuh Gatot Nurmatyo.

Lebih lanjut, Gatot menyatakan, masa jabatannya sebagai Panglima TNI itu bergantung pada Presiden RI karena itu merupakan hak prerogatifnya.

Baca Juga: Niat Hati Beli Hape Berkamera Buat Belajar Online, Anak SMP Ini Malah Diberi Gratis Karena Uangnya Kurang, Videonya Jadi Sorotan

"Saya diangkat hari ini, diberhentikan besok juga gapapa. Sebelum pensiun juga boleh makanya saya gak pernah bilang dicopot, saya diberhentikan," ujar Gatot.

Terkait seorang sahabat di PDIP yang mengingatkannya agar tak melanjutkan anjuran menonton film G30S/PKI, Gatot menuturkan, peringatan tersebut yang menyakinkan dirinya untuk terus melanjutkan perintah nonton bareng.

"Jadi saya tegaskan bukan karena itu, tetapi bisa saja terjadi seperti itu," papar Gatot Nurmantyo.

Baca Juga: Selain Bikin Majikannya Dipecat dari Jabatan Bergengsi, TKI Asal Nganjuk Sukses Menang Atas Tuduhan Pencurian dari Bos Bandara Singapura

Gatot menuturkan, sosok yang memberikan peringatannya itu merupakan senior di PDIP.

"Mungkin saja dia sayang sama saya sehingga menyampaikannya, 'Pak Gatot hentikan itu, kalau tidak pasti Pak Gatot akan diganti," kata Gatot Nurmantyo.

Gatot menjelaskan, peringatan itu disampaikan elite PDIP ketika bertemu secara tak resmi.

Baca Juga: Ada Udang Di Balik Batu? Koar-koar Bubarkan Kementerian BUMN, Ternyata Ahok Punya Agenda Khusus yang Meniru Konsep Malaysia Ini

Seperti diketahui, beberapa tahun lalu, mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novantomengapresiasi keputusan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengusung Presiden RI Joko Widodosebagai bakal calon presiden (capres) 2019-2024.

Setya berpendapat, salah satu tokoh yang bagus untuk mendampingi Jokowi sebagai calon wakil presiden (cawapres) adalah Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

"Salah satunya Pak Gatot juga bagus (mendampingi Jokowi)," kata Setya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin, 26 Februari 2018 seperti dikutip dari pemberitaan Tempo.co.

Baca Juga: Cek Status Penerima Bantuan Rp 600 Ribu, Inilah Solusi Gagal Upload Foto Saat Daftar Akun di Kemnaker.go.id

Setya menilai Gatot Nurmantyosebagai sosok yang bersih. Selain itu, dengan memilih Gatot, akan ada kerja sama yang baik antara masyarakat sipil dengan militer.

Bekas Ketua DPR RI itu mengaku belum punya nama lain yang dirasa cocok menjadi calon wakil presiden (cawapres) JokowiSoal cawapres dari Golkar, Setya menyerahkannya kepada pilihan Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto.

Baca Juga: Surat Nikah dan Cerai Bung Karno Dijual Rp 25 Miliar, Ternyata 3 Sosok Penting Ini Jadi Saksi Perpisahan Sang Proklamator dengan Inggit Garnasih

KOMPAS.com/DYLAN APRIALDO RACHMAN

Mantan Ketua DPR Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).

Menurut Setya Novanto, Airlangga perlu berkonsultasi dengan Jokowi terlebih dulu bila ingin mengajukan nama cawapres. Namun, sejauh ini belum ada warga Golkar yang cocok untuk cawapres. "Kalau saya lihat belum ada (kader Golkar) yang betul-betul pas," ujar Setya.

Dalam rapat kerja nasional PDIP di Bali, Ketua Umum PDIP MegawatiSoekarnoputri mengumumkan penetapanJokowisebagai capres 2019-2024.

"Dengan ini saya nyatakan, calon presiden dari PDI Perjuangan, Joko Widodo," kata Megawati dengan lantang dalam pidato pembukaan di Rakernas III PDIP, di Grand Inna Beach Hotel, Bali, 23 Februari 2018.

Baca Juga: Kartu Prakerja Gelombang 10 Belum Dibuka, Tapi Mau Dapat Uang Rp 50 Ribu Nggak Pake Ribet? Cepetan Klik https://dashboard.prakerja.go.id

Seusai deklarasi, Megawati enggan berbicara lebih jauh tentang pencalonan kembali Jokowi. Jokowi hanya tersenyum dan langsung masuk ke dalam mobilnya bersama Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

(*)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma