Sempat Gandeng Putra Mahkota Abu Dhabi yang Super Tajir, Begini Nasib Pembangunan Ibu Kota Baru di Tengah Pandemi, Ada Di Ujung Tanduk?

Selasa, 08 September 2020 | 16:51
KOMPAS.com/Ihsanuddin

Presiden Jokowi menyambut kedatangan Pangeran Abu Dhabi, Putra Mahkota Abu Dhabi, Sheikh Mohamed Bin Zayed Al Nahyan, di Istana Bogor, Rabu (24/7/2019).

Fotokita.net- Presiden Joko Widodo sempat memamerkan kerja sama dengan Putra Mahkota Abu DhabiMohamed bin Zayed dalam pembangunan ibu kota baru di Kaliamantan Timur.

Tapi, pandemi Covid-19 telah membuat rencana pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur tertunda.

Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo kian gencar menarik investasi baru dari mancanegara untuk pembangunan ibu kota baru. Tampaknya kepala negara tengah mengebut persiapan pembangunan ibu kota baru agar dapat segera dapat dilakukan perpindahan.

Maklum, data menunjukkan Jakarta diperkirakan akan tenggelam pada tahun 2050.

Perubahan iklim adalah hal nyata yang harus kita hadapi. Iklim berubah, dunia berubah, dan kondisi alam juga berubah.

Baca Juga: Jokowi Sudah Datangi Natuna, Tapi Kapal Nelayan China Masih Banyak yang Slonong Boy Tangkapi Ikan Secara Ilegal. Ternyata Begini Alasannya

Dengan perubahan iklim, Laut Jawa meningkat, air laut tambah tinggi, dan cuaca di Indonesia menjadi lebih ekstrim.

Awal bulan Desember 2017, badai cuaca aneh mengubah jalan-jalan Jakarta menjadi sungai dan menghambat hampir semua aktivitas di ibu kota.

Seorang peneliti iklim lokal, Irvan Pulungan, khawatir suhu udara akan meningkat beberapa derajat dan permukaan laut akan terus bertambah tinggi hingga tahun-tahun mendatang.

Baca Juga: Isu Warga Timor Leste Bikin Geger Netizen, Berikut Fakta Mengejutkan Bekas Provinsi Timor Timur yang Pernah Hebohkan Dunia

Kompas.com
Kompas.com

Banjir Jakarta

Hal tersebut jelas merupakan malapetaka bagi kota padat penduduk sekaligus pusat pemerintahan Indonesia ini.

Dilansir dari New York Times, pemanasan global ternyata bukan satu-satunya penyebab di balik banjir besar yang menyerbu sebagian besar wilayah Jakarta pada tahun 2007.

Masalahnya, kota itu sendiri sedang 'menenggelamkan' dirinya.

Bahkan jika mau dihitung, Jakarta adalah kota yang tenggelam paling cepat dibandingkan kota besar lainnya di planet ini.

Baca Juga: Kunjungi Korban Banjir Jakarta Sembari Berikan Bantuan, Tiba-tiba Komedian Kondang Ini Tertangkap Kamera Lagi Kena Semprot Warga: 'Mas Eko, Di Sini Jangan Ngelawak Ya!'

Bahkan lebih cepat daripada perubahan iklim yang menyebabkan laut naik.

Begitu cepat sehingga sungai bisa mengalir ke hulu dan hujan biasa bisa menyebabkan genangan air tinggi di mana saja.

Penyebab utamanya: warga Jakarta menggali sumur ilegal.

Menggali sumur ilegal seperti membuka saluran udara sebuah balon yang menahan kota ini di bawah permukaan tanah.

Baca Juga: Jadi Anak Emas Soeharto Hingga Punya Kuasa Tanpa Batas, Kini Pangeran Cendana Itu Bertekuk Lutut Pada Menteri Jokowi Ini: Uang Rp 1,2 Triliun Miliknya Dirampas Negara

Sekitar 40% daratan Jakarta sekarang terletak di bawah permukaan laut.

Kabupaten-kabupaten pesisir seperti Muara Baru telah tenggelam sebanyak 4,2 meter dalam beberapa tahun terakhir.Perubahan iklim di sini hanya memperburuk sejumlah keadaan yang sudah terlanjur terjadi.

Dalam kasus Jakarta, penduduk turut membantu kota ini tenggelam lebih cepat.

Pembangunan yang tak terkendali dan tanpa perencanaan matang serta kurangnya saluran pembuangan menjadi faktornya.

Beban bangunan jelas melebihi daya dukung tanah di Jakarta.

Baca Juga: Sama-sama Pernah Bentuk Pasukan Elit yang Disegani di Medan Laga, Sikap Menteri Kepercayaan Jokowi Ini Setali Tiga Uang dengan Prabowo Soal Pelanggaran China di Laut Natuna: 'Jangan Selalu TNI yang Tampil'

Belum lagi masalah lain seperti sungai yang kotor atau sampah yang berserak di atas air.

Ahli hidrologi mengatakan bahwa Jakarta hanya punya satu dekade untuk menghentikan proses tenggelamnya kota.

Jika tidak bisa, Jakarta Utara (kawasan Pluit) akan menjadi lokasi pertama yang berakhir di bawah air.

Jika tidak ada perubahan besar dan revolusi infrastruktur, Jan Sopaheluwakan, peneliti geoteknologi memprediksi Jakarta akan benar-benar tenggelam tahun 2050.

Baca Juga: PBB Sudah Nyatakan Tak Sah Atas Klaim di Laut Natuna, Rupanya China Lagi Ngetes Para Menteri Baru Jokowi di Kabinet Indonesia Maju. Siapa Saja Mereka?

Twitter @Elina_Vay

Banjir Jakarta 2020

Presiden Joko Widodo menyatakan, para tokoh internasional yang menjadi Dewan Pengarah Pembangunan Ibu Kota Baru tak akan mendapat gaji dari pemerintah RI.

Seraya tertawa, Jokowi mengaku Indonesia tak akan kuat jika harus menggaji tokoh-tokoh kaya raya itu.

Jokowi mencontohkan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohamed bin Zayed yang ditunjuk sebagai ketua dewan pengarah.

Baca Juga: Anak Buah Anies Baswedan Sudah Protes Soal Proyek Infrastruktur Ini Sejak Beberapa Bulan Lalu, Pembantu Jokowi yang Satu Itu Malah Bela Habis-habisan Kebijakan Sang Bos: Tak Ada Kaitannya dengan Banjir Jakarta

Dia menyebutkan, kekayaan Pangeran UEA itu mencapai 1,4 triliun dollar AS. "Enggakkuat menggaji beliau, 1,4 triliun dollar AS bayangin saja," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (17/1/2020).

ANTARA
ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY

Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor (kanan) saat meninjau lokasi rencana ibu kota baru di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (17/12/2019). Jokowi mengaku puas setelah meninjau lokasi tersebut yang nantinya akan dibangun kluster pemeri

Hal yang sama juga berlaku bagi Bos Softbank Masayoshi Son dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair yang menjadi anggota Dewan Pengarah Ibu Kota.

Meski demikian, Jokowi menyebut ada keuntungan yang bisa didapatkan ketiga tokoh tersebut dengan menjadi Dewan Pengarah pembangunan Ibu Kota baru Indonesia.

Menurut Jokowi, ketiga tokoh itu merasa mendapat penghargaan yang tinggi.

Baca Juga: Jokowi Rencanakan Aturan Soal Upah Dibayar Per Jam, Begini Alasan Buruh Tak Setuju Perubahan Itu. Akankah Mereka Turun ke Jalan?

"Penghargaan yang tinggi. Kita negara besar loh, penghargaan untuk duduk di "Dewan Pengarah Perpindahan Ibu Kota, kerja besar dan akan menjadi sejarah," kata Jokowi.

(Foto: dok. Biro Pers Setpres)

Pertemuan Jokowi dan Putra Mahkota UEA Mohammed bin Zayed di Abu Dhabi

Kabar terbaru, pemerintah memutuskan menunda pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur. Alasannya, Pemerintah masih fokus pada upaya penanganan pandemi Covid-19.

"Sampai hari ini ibu kota negara programnya masih di hold (tunda)," ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Suharso Monoarfa di ruang rapat KK 1 DPR, Jakarta, Selasa (8/9/2020).

Meski terjadi penundaan pembangunan, kata Suharso, pemerintah tetap melanjutkan segala persiapan terkait pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Baca Juga: Batal Lawan Kotak Kosong, Inilah Sosok Rival Gibran Rakabuming di Pilkada Solo 2020, Cuma Jadi Penggembira?

"Kami tetap melanjutkan masterplan, dan pembangunan infrastruktur dasar di kota penyangga, seperti Samarinda dan Balikpapan," ucap Suharso.

Diketahui, Kementerian PPN/Bappenas mengusulkan pagu anggaran 2021 sebesar Rp 1,7 triliun atau naik sekitar Rp 240 miliar dari pagu awal sebesar Rp 1,5 triliun.

Alokasi anggaran dukungan untuk tim komunikasi dan koordinasi rencana strategis ibu kota negara masuk dalam program perencanaan pembangunan nasional yang dialokasikan sekitar Rp 831,40 miliar.

Baca Juga: Punya Anggaran Paling Gede, Menhan Prabowo Buka Suara Usai Dituding Nunggak Ratusan Juta Dolar dalam Proyek Jet Tempur Canggih

Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, menyatakan bahwa pembangunan ibu kota baru 'tertunda' karena pandemi Covid-19, kemungkinan selama minimal 'enam bulan.'

"Time table tentu saja sedikit tertunda karena pandemi Covid-19, mungkin selama enam bulan atau sekitarnya, kita tidak tahu, lihat nanti," ujar Luhut dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh Jakarta Foreign Correspondents Club, Senin (10/08/2020).

Namun, dengan ditundanya tahapan-tahapan pembangunan di ibu kota baru karena pandemi, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, mengatakan bahwa rencana pemindahan ASN dan beberapa kementerian atau lembaga pemerintah pada 2024 "tidak realistis".

ANTARA
ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY

Presiden Joko Widodo meninjau lokasi rencana ibu kota baru di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (17/12/2019). Jokowi mengaku puas setelah meninjau lokasi tersebut yang nantinya akan dibangun kluster pemerintahan, termasuk Istana Kepresidenan.

"Saya justru pesimis dan sebenarnya [timeline pemerintah] tidak realistis. Dengan kondisi seperti itu saja, kan butuh waktu sebenarnya, kalau itu dipercepat, ini justru akan menjadi bumerang, ini tidak akan menjadi contoh yang baik bagaimana merancang kota baru karya anak bangsa karena banyak prosedur-prosedur yang harus dilakukan, tidak dilewati atau dipercepat, dibuat instan," ujarnya kepada BBC Indonesia via sambungan telpon pada Senin (10/08/2020).

Baca Juga: Sebut Ada yang Tak Terlihat di Balik Sindiran Puan Maharani, Rocky Gerung Anggap Anak Megawati Jadi Titik Paling Lemah dalam Paket Rezim Jokowi

Sementara itu, Ahmad Heri Firdaus, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan bahwa pemerintah akan menghadapi 'tantangan' dalam mengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur di ibu kota baru karena kelesuan ekonomi nasional dan global.

"Sekarang ini defisit APBN kian diperlebar, bahkan lebih dari 5%, tapi nanti akan kembali lagi ke maksimal 3% pada 2023, ini suatu tantangan tersendiri bagaimana pemerintah bisa memberikan anggaran untuk alokasi belanja infrastruktur di daerah ibukota baru, sementara defisit harus ditekan kembali," jelasnya

(Tribunnews.com/Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma