Cepetan Motret, Malam Ini Bulan Purnama Cuma Terjadi 3 Tahun Sekali, Begini Penjelasannya

Rabu, 02 September 2020 | 20:22
Difa Restiasari

Potret stasiun antariksa ISS yang terbang melintasi bulan purnama.

Fotokita.net -Tunggu apalagi, cepetan motret. Sebab, malam ini bulan purnama cuma terjadi 3 tahun sekali.

Fenomena Bulan purnama umumnya terjadi di sekitar tanggal pertengahan bulan.

Namun, untuk bulan September ini, fenomena Bulan purnama justru terjadi di awal bulan. Dilansir dari Live Science, Selasa (1/9/2020), fenomena Bulan purnama di awal bulan ini hanya terjadi setiap tiga tahun sekali.

Baca Juga: Namanya Muncul dalam Foto Surat Rekomendasi yang Bocor, Inilah Sosok Cucu Soekarno Disebut Jadi Andalan PDIP di Pilkada Surabaya 2020

Pada September 2021 maupun 2022 mendatang, Bulan purnama akan terjadi di pertengahan bulan.

"Sebaliknya ia ( bulan purnama di awal bulan) akan kembali terjadi pada awal September 2023," kata astronom amatir Marufin Sudibyo, Rabu (2/9/2020).

Baca Juga: Jangan Dulu Gembira, Ternyata Tak Semua Pelanggan PLN Bisa Nikmati Tarif Listrik Turun, Berikut Daftarnya

Marufin berkata bahwa berulangnya fenomena bulan purnama di awal bulan setiap tiga tahun sekali ini disebabkan oleh adanya perbedaan durasi kalender Gregorian dengan kalender Bulan.

Untuk diketahui, kalender Gregorian atau biasa juga disebut dengan kalender Gregorius merupakan kalender yang paling banyak dipakai di dunia barat.

Kalender ini berbasis pada periode tropis Matahari.

Baca Juga: Punya Pengalaman yang Unik dan Menarik, Ternyata 3 Presiden RI Sama-sama Kepergok Lakukan Hal Ini Pada Ajudannya

Nah, periode tropis Matahari ini adalah rentang waktu yang dibutuhkan Matahari untuk bergerak dari sebuah titik Aries (vernal ekuinoks) menuju titik Aries berikutnya yang bersebelahan.

"Derivasinya ke dalam kalender menghasilkan durasi 365 hari atau 366 bila kabisat," ujarnya.

Pixabay
Pixabay

Ilustrasi bulan purnama

Sebaliknya, dalam kalender bulan, basisnya adalah periode sinodik Bulan.

Ini dimaksukan sebagai rentang waktu yang dibutuhkan Bulan untuk bergerak dari sebuah titik konjungsi ke titik konjungsi berikutnya yang bersebelahan.

Baca Juga: Disebut Tak Pas Sebagai Cucu Ma'ruf Amin, Begini Alasan Wapres Enggan Klarifikasi Status Adly Fairuz dalam Keluarganya

"Periode sinodik itu rata-rata 29,5 hari," kata dia. Sehingga, derivasinya dalam kalender Hijriyah akan menghasilkan durasi 354 hari atau 355 hari bila kabisat.

Maka, tahun hijriyah selalu lebih cepat 10-11 hari dibanding tahun Gregorian.

Lebih spesifik lagi, 36 bulan kalender Gregorian relatif setara dengan 37 bulan kalender hijriyah.

Mengingat durasi bulan kalender Gregorian umumnya 30 atau 31 hari, maka dapat diperhitungkan bahwa dalam sekitar tiga tahun, sebuah fenomena fase Bulan seperti purnama atau perbani akan berulang pada tanggal yang sama atau berdekatan bagi kalender Gregorian.

Baca Juga: Nama TNI AD Lagi-lagi Tercoreng, Kini Anggotanya Pamer Pistol Usai Tak Terima Ditegur Satgas Covid-19, Begini Kronologinya

"Inilah penyebabnya kenapa berulang setiap 3 tahun," ujarnya.

Sebagai catatan, fenomena Bulan purnama di awal bulan ini bisa disaksikan di seluruh wilayah Indonesia, dan tidak memiliki dampak tertentu apapun.

(Kompas.com/Ellyvon Pranita)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma