Fotokita.net- Berdasarkan data resmi pemerintah,ada penambahan1.041 kasus virus corona baru di Indonesia.
Dengan begini, total kasus positifvirus corona di Indonesia ada sebanyak 43.803 kasus.
Lalu17.349 orang dinyatakan sembuh dan 2.373 orang lainnya meninggal dunia.
Data itu disampaikan olehJuru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto,Jumat (19/6/2020).
Dari1.041 kasus baru, di luar dugaan Sulawesi Selatan(Sulsel) menjadi provinsi dengan jumlah kasus terbanyak.
Menurut Yuri, ada tambahan207 kasus positif diSulawesi Selatan.
Data tersebut juga merupakan rekor baru bagi provinsi Sulawesi Selatan.
Sebab menjadi kasus baru harian tertinggi sejak pertengahan Maret 2020 lalu.
Dari 207 kasus baru, korban terbanyak adalah warga Kota Makassar yakni132 orang.
Disusul dari Luwu Timur (24 kasus),Bulukumba (20 kasus),Gowa (16 kasus), Maros (10 kasus), dan Pangkep (4 kasus).
Data tersebut diperoleh dari Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan.
Informasi terbaru terkait kasus Covid-19 ini disampaikan Achmad Yurianto dalam konferensi pers dari Graha BNPB pada Jumat sore.
"Kami dapatkan konfirmasi positif sebanyak 1.041 orang, sehingga akumulasinya 43.803 orang," ujar Yurianto.
Jumlah kasus baru itu didapatkan dari pemeriksaan 20.717 spesimen dalam sehari.
Adapun, akumulasi spesimen yang telah diperiksa kini ada 601.239 dari 366.581 orang yang diambil sampelnya.
Satu orang bisa diambil spesimennya lebih dari satu kali.
Dalam periode 18 - 19 Juni 2020, diketahui ada lima provinsi dengan penambahan harian Covid-19 tinggi.
Takut Terinfeksi Covid-19, Sejumlah Warga di Makassar Menolak Rapid Test Massal
Penambahan kasus tertinggi ada di Sulawesi Selatan dengan 207 kasus baru.
Berikutnya, ada DKI Jakarta dengan 141 kasus baru.
Kemudian, Jawa Timur dengan 140 kasus baru, Sumatera Selatan dengan 84 kasus baru, dan Bali dengan 81 kasus baru.
Terlepas dari data kasus baru yang bertambah di atas angka 1.000 kasus, sebuah unggahan di media sosial Twitter soal strategi melawan Covid-19 viral.
Twit tersebut dibuat oleh @drpriono pada Kamis (18/6/2020). Dalam twit itu disebutkan bahwa strategi melawan Covid-19 oleh Gugus Tugas adalah 20 persen menggunakan medis dan 80 persen psikologis.
Psikologis yaitu dengan menjaga stamina, tidak panik, gembira, gizi, istirahat, dan olahraga.
Satu keluarga yang terdiri dari bapak, istri dan tiga orang anak positif Covid-19 warga Perumahan Pondok Galeria Desa Padang Sambian Kelod.
Selain itu menggunakan telemedicine, dengan tujuan yang sehat tetap sehat, yang kurang sehat jadi sehat, dan yang sakit diobati sampai sembuh.
Lalu yang dimaksud dengan medis adalah dengan peningkatan kapasitas SDM, tenaga kesehatan, alat material kesehatan, dan relawan. Strategi yang dilakukan adalah testing, tracing, dan isolation.
Hingga Jumat (19/6/2020), twit tersebut telah disukai lebih dari 2.000 kali dan dibagikan ulang lebih dari 1.200 kali.
Berikut ini narasinya: Strategi melawan Covid19, ternyata menggunakan 80 persen psikologi yg dianggap meningkatkan imunitas dst. 20% Medis, bukan public health. Pantesan Ambyar
Sementara itu Kompas.commencoba menghubungi Pandu Riono terkait unggahan tersebut.
Meskipun mengaku tidak mengingat sumber unggahan tersebut, namun menurut Pandu hal itu dikeluarkan oleh BNPB.
"Tapi itu ada logo BNPB," kata dia.
Dihubungi terpisah, jubir Pemerintah Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menolak menanggapi dan memberikan keterangan terkait ungahan itu.
"Saya gak komentar," ujarnya pada Kompas.com, Jumat (19/6/2020).
Epidemiolog UGM Dr Bayu Satria Wiratama menanggapi soal strategi gugus tugas itu. Apabila strategi hal itu masih dijalankan, pihaknya mengaku tidak sepakat.
"Kalau dari saya pribadi dan mungkin banyak orang juga tidak setuju dengan strategi penanganan Covid-19 yang dikeluarkan gugas pusat," katanya pada Kompas.com, Jumat (19/6/2020).
Dia melanjutkan, menurutnya pendekatan epidemiologi untuk menangani pandemi dapat dilakukan dengan test, trace, isolate, dan treatdan seharusnya mendapat porsi lebih besar.
Mengenai tes-nya, Bayu mengungkapkan batasan WHO adalah minimal 1 tes per 1000 populasi per minggu.
Lalu trace adalah penelusuran kontak dari orang yang positif Covid-19. Sehingga infeksi virus corona tidak banyak menyebar.
Menurut Bayu, sisi psikologis memang diperlukan tapi bukan porsi utama. Menurut dia, wabah berkepanjangan pasti berdampak ke psikologis kepada nakes dan non nakes.
Sementara itu penanganan psikologis sebenarnya juga bagian dari medis. Bayu menyebut, penanganan Covid-19 yang kurang tepat bisa menyebabkan suatu negara kewalahan menghadapi virus ini.
Dia mencontohkan, Amerika Serikat dan Brasil termasuk negara yang kewalahan. Namun negara-negara itu tidak terang-terangan seperti Indonesia yang mengatakan penanganan Covid-19 menggunakan psikologis sebanyak 80 persen.
Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyebut, terkait strategi pemerintah tersebut, pihaknya pernah mendengar sekitar bulan Maret lalu.
Namun pihaknya tidak mengetahui apakah strategi tersebut masih dilakukan pemerintah hingga saat ini atau tidak.
"Hanya waktu saya tahu itu, sempat saya kritik dan pertanyakan dasar ilmiahnya apa," ujar Dicky.
Berbeda dengan bagan strategi melawan Covid-19, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut, persoalan Covid-19, 20 persen merupakan persoalan kesehatan, sedangkan 80 persen lainnya merupakan persoalan psikologi.
"Kalau masyarakat tidak bisa menjaga psikologi mereka sendiri, ada kecenderungan imunitas menurun, yang menyebabkan orang terkena Covid-19 dan menjadi lemah," ujar Moeldoko dikutip dari Antara (29/4/2020).
Mengenai pernyataan Moeldoko, Dicky mengatakan, hal itu bisa terjadi dalam situasi pandemi. Sebab kaitannya dengan merespons dampak psikologis.
Akibat situasi pandemi misalnya, berdampak pada anak dan tingkat perceraian seperti ada di sejumlah negara.
"Sedangkan untuk strategi pengendalian pandemi tidak bisa denga pendekatan psikologis dan tidak ada dasarnya," jelas dia.
Pengendalian pandemi menurut Dicky, bukan dengan meningkatkan kesehatan mental.
Namun lebih pada dampak. "Kalau menurunkan atau mengendalikan pandemi harus dengan testing tracing isolasi dan treatmen, dan mengubah perilaku masyarakat. Itu yang harus diluruskan," jelas dia.
(Kompas.com)