Jemput Netizen Pengunggah Guyonan Gus Dur, Mabes Polri Semprit Polres Kepulauan Sula, Tapi Anak Presiden ke-4 Keburu Meradang: Kebebasan Berpendapat Kembali Dibungkam?

Jumat, 19 Juni 2020 | 12:14
nu.or.id

Gus Dur

Fotokita.net - Menanggapi kasus pemanggilan terhadap warganet yang mengunggah guyonan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahidatau Gus Dursoal 3 polisi jujur di Indonesia,Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan bahwa Ismail Ahmad tak dijerat pidana.

"Tidak ada BAP, tidak ada kasus," tutur Argo melalui keterangan tertulis, Kamis (18/6/2020).

Polisi, kata Argo, hanya meminta klarifikasi apa yang ditulis oleh pengunggah di media sosial.

Argo juga mengatakan bahwa Polda Maluku Utara telah menegur anggota Polres Kepulauan Sula terkait kasus tersebut.

Baca Juga: Sama-sama Punya Ratusan Hulu Ledak Nuklir, Ternyata Begini Alasan Pasukan India dan China Bertempur Cuma Pakai Paku Serta Batu di Perbatasan Hingga Merenggut Nyawa Seorang Kolonel

Menurut dia, Polda Maluku Utara juga meminta Direktorat Reserse Kriminal Khusus agar lebih teliti dalam mengamati informasi, terutama yang beredar di media sosial.

Ismail Ahmad, warga Kepulauan Sula, Maluku Utara, tak pernah menyangka bahwa unggahannya yang mengutip guyonan Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), membawanya ke kantor polisi.

Ia diperiksa polisi terkait unggahannya di Facebook soal polisi jujur itu.Guyonan itu ia temukan saat membaca artikel mengenai Gus Dur dari mesin pencari Google.

Baca Juga: Amerika Selalu Mengaku Adidaya, Tapi Ternyata Langsung Lumpuh Karena Digempur Bencana Ini, Deretan Foto Hitam Putih Jadi Saksi Tragis Peristiwa Mengenaskan Itu

Ismail mengaku tak bermaksud apa-apa dengan mengunggah guyonan Gus Dur yang berbunyi "Ada tiga polisi jujur di Indonesia, yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Jenderal Hoegeng” tersebut.

"Saya tidak berpikir kalau mereka tersinggung, soalnya saya lihat menarik, saya posting saja. Saya juga tidak ada kepentingan apa-apa,” kata Ismail ketika dihubungi, Kamis (18/6/2020).

Baca Juga: Ingat Tikiri, Gajah Tinggal Tulang dan Kulit yang Foto-fotonya Bikin Marah Netizen Seluruh Dunia? Begini Nasib Akhirnya yang Berujung Tragis

Kompas.com

Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono

Kejadian itu berawal saat ia mengunggah kalimat tersebut pada Jumat (12/6/2020). Setelah mengunggah kalimat itu, Ismail melanjutkan kegiatannya dan shalat Jumat.

Namun, saat pulang, ia menerima pesan WhatsApp dari seorang sekda yang meminta unggahan tersebut dihapus.

Tanpa melihat komentar-komentar pada unggahannya tersebut, Ismail lalu menghapusnya.

Beberapa saat setelahnya, sejumlah polisi menyambangi rumah Ismail.

Baca Juga: Kapal Perangnya Saling Todong dengan Armada Militer China, Tiba-tiba Jet Tempur Amerika Cegat 4 Bomber Rusia di Wilayah Ini, Pecah Perang Baru?

Ia lalu dibawa ke kantor polisi dengan alasan ingin dimintai klarifikasi. "Sampai di kantor tanya alasan postingan itu dan saya cerita sesuai yang saya alami,” ujar Ismail.

Ismail lalu diperbolehkan pulang dengan status wajib lapor selama dua hari. Ia juga diminta meminta maaf. Setelah meminta maaf, Ismail tak lagi berstatus wajib lapor.

Gusdurian bersuara

Baca Juga: Siap Tempur di Perbatasan, Begini Perbandingan Kekuatan Militer Korea Utara dan Korea Selatan, Siapa yang Menang?

Langkah kepolisian pada kasus tersebut dikritik dari berbagai pihak, salah satunya dari Jaringan Gusdurian. Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid menuding polisi melakukan intimidasi.

"Meski kasus tersebut tidak diproses karena Ismail bersedia meminta maaf, namun pemanggilan terhadap Ismail oleh Polres Sula adalah bentuk intimidasi institusi negara terhadap warganya," ujar Alissa dalam keterangan tertulis, Kamis.

Menurut dia, kasus tersebut menambah catatan upaya penggunaan UU Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai instrumen untuk membungkam kebebasan berpikir dan berpendapat di Indonesia.

Baca Juga: Siap-siap Motret, Hari Minggu Besok Gerhana Matahari Cincin Bisa Dilihat di Kota-kota Ini, Catat Waktu Pastinya Biar Tak Terlewatkan

Facebook/Blontank Poer

Foto kebersamaan Jokowi dan Gusdur diunggah oleh seorang fotografer bernama Blontank Poer.

Alissa pun meminta aparat penegak hukum tidak mengintimidasi masyarakat yang mengekspresikan serta menyatakan pendapat dalam media apa pun.

Terlebih lagi, hak kebebasan berpendapat dan berekspresi dijamin dalam konstitusi.

Polisi anti-kritik

Baca Juga: Tragis! Artis Cantik Ini Seketika Roboh Saat Syuting di Depan Kamera Televisi Hingga Meninggal Dunia, Ternyata Inilah Penyebabnya

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga ikut melontarkan kritik terhadap tindakan kepolisian tersebut. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, langkah Polres Kepulauan Sula menunjukkan institusi kepolisian anti-kritik.

"Tindakan itu berlebihan. Tindakan itu bisa mencerminkan bahwa kepolisian anti-kritik,” kata Usman ketika dihubungi, Kamis.

Dalam pandangannya, kasus itu menunjukkan bahwa aparat tak memahami arti kebebasan berpendapat yang tercantum dalam UUD 1945.

Baca Juga: Dulu Tolak Mentah-mentah Kedatangan TKA China, Gubernur Sultra Akhirnya Izinkan Pekerja Migran Negeri Tirai Bambu Masuk ke Wilayahnya: Kena Semprit Menko Luhut Binsar?

Kompas.com

(Ilustrasi) Polisi

Langkah itu, kata Usman, akan menjadi bumerang bagi Korps Bhayangkara dalam aspek kepercayaan masyarakat.

"Justru tindakan kepolisian yang memeriksa warga tersebut dan memerintahkannya untuk meminta maaf berpotensi melanggar konstitusi sendiri,” ujar dia.

“Kalau sudah begitu, akuntabilitas kepolisian sebagai sebuah lembaga bisa dipertanyakan,” ucap Usman.

Baca Juga: Enggak Sadar Lidahnya Setajam Pisau, Kini Ahok Akui Hidup dalam Penyesalan Gegara Pernah Ucapkan Kalimat Pedas yang Mengiris Hati Anak Sulungnya

Ia mengatakan, kasus tersebut menjadi bagian dari potret kebebasan berpendapat yang menurun belakangan ini.

Penangkapan bukan untuk menakut-nakuti

Baca Juga: China Sudah Nyatakan Pasar Seafood Wuhan Terbebas dari Corona, Beijing Tiba-tiba Beri Pengumuman Tempat Transaksi Ekonomi Ini Jadi Klaster Baru: Kembali Berlakukan Lockdown?

Sementara itu, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati berpendapat, polisi telah bertindak berlebihan dan represif dalam kasus ini.

Ia menyebutkan, penangkapan seseorang tidak boleh dilakukan dengan tujuan menakut-nakuti atau mengancam.

"Penangkapan itu cuma bisa untuk proses hukum, bukan untuk yang lain-lain, misalnya nakut-nakutin orang atau ancaman untuk memaksa orang melakukan sesuatu kalau mau dilepas," kata Asfinawati ketika dihubungi, Kamis.

Baca Juga: Peringatan Denny Darko Pada Raffi Ahmad Kini Terbukti, Ternyata Suami Nagita Slavina Sudah Dapat Terawangan Ahli Feng Shui yang Khawatirkan Kerajaan Bisnisnya: 'Bisa Ditinggalkan Penggemar'

YLBHI turut menyoroti isu konflik kepentingan yang dimiliki polisi karena membela dirinya sendiri.

"Privilege yang tidak ada untuk lembaga lain," ujar dia.

(Devina Halim/Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya