Fotokita.net -Tentu, kita sangat mengenal dengan profil salah satu tokoh Tanah Air yang sudah menorehkan sejarah tersendiiri. Ya, siapa sih yang enggak kenal dengan sosok Presiden ke-2 RI, Soeharto?
Pribadi yang dikenal tegas dan dicap beberapa orang sebagai diktator ini setidaknya telah memberikan kontribusi pembangunan bagi negara ini.
Sepanjang pemerintahannya, Presiden Soeharto mencatat sejarah sebagai presiden terlama yang memimpin Indonesia, yakni selama 32 tahun.
Pada 2008 silam bangsa Indonesia kehilangan mantan Presiden Soeharto, sosok pemimpinnya yang pernah dipuja sekaligus dicela.
Pak Harto, begitu ia biasa disapa, telah memimpin bangsa Indonesia dalam kurun waktu yang sangat panjang.
Terlahir pada 8 Juni 1921 di desa Kemusuk, Yogyakarta, tumbuh menjadi seorang pejuang--baik dalam hidup maupun medan perang.
Seperti ditulis Tabloid Nova eidsi 9 Februari 2008 mengutip buku otobiografinya Soeharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, Pak Harto mengaku berakar dari desa.

:quality(100)/photo/2020/02/27/1261840739.jpg)
Foto aslinya, mantan Presiden Soeharto mencoba motor nasional SMI Ekspressa
"Ayah saya, Kertosudiro, adalah ulu-ulu, petugas desa pengatur air yang bertani di atas tanah lungguh, tanah jabatan selama beliau memikul tugasnya. Beliau yang memberi nama saya Soeharto."
Pak Harto adalah anak ketiga. Kertosudiro, sebelum menikah dengan, Sukirah, ibunda Soeharto, adalah duda dua anak.
Dari istri pertama, Kertosudiro dikaruniai dua anak. Namun, hubungan orang tua Pak Harto tidak serasi.
Mereka cerai setelah Pak Harto lahir. Beberapa tahun kemudian, Ibu Sukirah menikah lagi dengan seseorang bernama Atmopawiro.
"Pernikahannya ini melahirkan tujuh anak. Ayah saya juga menikah lagi dan mendapat empat anak lagi," tutur Pak Harto.
Pak Harto tidak lama diasuh ibunya. Belum genap berusia 40 hari, ia diasuh kakeknya, Kromodiryo, karena sang ibu sakit dan tidak bisa menyusui.
Presiden Soeharto bersama Tien Soeharto
Mbah Kromo-lah yang mengajarinya berdiri dan berjalan, dan kerap mengajaknya main ke sawah.
Soeharto cilik sangat gemar naik garu yang ditarik kerbau, serta main lumpur di sawah.
Di sawah, Soeharto kecil juga suka sekali mencari belut, yang kemudian dimasak untuk lauk makan.
Kelak, setelah jadi presiden, Pak Harto mengaku masih senang menyantap belut. Perjalanan waktu membuat Pak Harto pindah-pindah sekolah semasa kecil.
Mulanya ia sekolah di Desa Puluhan, daerah Godean.
"Lalu, pindah sekolah di Pedes karena ibu dan ayah tiri saya pindah rumah ke Kemusuk Kidul.
"Melihat gelagat saya demikian, ayah kandung saya Pak Kertosudiro mengambil keputusan untuk memindahkan saya ke Wuryantoro,Wonogiri.
Presiden RI ke-2 Soeharto dan bu Tien.
"Saya dititipkan pada bibi, adik ayah saya satu-satu-nya."
Pak Harto merasa bersyukur karena bibi dan pamannya, Prawirowihardjo menganggapnya seperti anak sendiri.
Ia pun mendapat pendidikan yang menurut Pak Harto lebih baik dibanding sebelumnya.
Ilmu pertanian juga didapat Pak Harto dari Prawirowihardjo yang seorang mantri tani dan pernah menerima penghargaan dari bupati.
Hal itu berkat keberhasilannya memanfaatkan tumbuhan orok-orok sebagai pupuk untuk menyuburkan tanah gersang.
Meski masa kepimpinannya berakhir pada tahun 1998, siapa sangka Presiden Soeharto pernah meramalkan soal kondisi Indonesia di tahun 2020.
Ya, ini terungkap lewat sebuah unggahan yang dibagikan Siti Hardijanti Rukmana atau yang akrab disapa Tutut Soeharto.
Lewat Instagram pribadinya @tututsoeharto pada Kamis (21/11/2019), putri sulung Presiden Soeharto itu membagikan sebuah video singkat berisi pidato sang negarawan.
Rupanya pidato tersebut disampaikan sang presiden tatkala menghadiri Pencanangan Gerakan Nasional Pelestarian dan Pengamalan Nilai Kepahlawanan di Surabaya pada 23 November 1995 silam.
Bukan sembarangan, ucapan demi ucapan Presiden Soeharto dalam pidato tersebut seolah terasa bagaikan firasat.
Pidato Presiden Soeharto tahun 1995 tentang Indonesia pada 2020.
Bagaimana tidak, pidato tersebut nyatanya mampu memprediksi kondisi bangsa Indonesia 25 tahun setelahnya.
Dalam unggahannya, Tutut Soeharto menuliskan penjelasan singkat tentang apa yang disampaikan sang ayah dalam pidatonya.
Tak main-main, Presiden RI ke-2 Soeharto ternyata sudah memperingatkan soal hantaman globalisasi bahkan sejak tahun 1995.
“Bapak sejak tahun 1995 sudah mengingatkan akan situasi globalisasi di mana banyak serbuan produk asing.”
“Salah satu bentengnya adalah cinta produk dalam negeri, agar produsen dalam negeri tidak mati.”
“Mari kita hidupkan kembali nasionalisme kita, dengan mencintai, membeli dan menggunakan produk dalam negeri," tulis Tutut Soeharto di kolom caption.
Seperti inilah isi pidato Presiden Soeharto di acara Pencanangan Gerakan Nasional Pelestarian dan Pengamalan Nilai Kepahlawanan di Surabaya pada 23 November 1995 silam.
Di awal penuturan, sang presiden memperingatkan kaum muda untuk mencintai Tanah Air, khususnya produk dalam negeri.
Presiden RI Kedua, Soeharto
“Anak-anak pelajar sekarang harus disiapkan sekarang untuk mencintai Tanah Air, untuk mencintai produk dalam negeri.”
“Jika kelak di kemudian hari dalam rangka mempersiapkan kompetisi bersaing dengan negara besar lain kita masih kurang baik, kurang sempurna untuk menghadapi banjirnya daripada barang-barang itu.”
“Maka hanya dengan mencintai Tanah Air maka para remaja yang akan hidup tahun 2020 akan menjadi benteng daripada kelangsungan hidup negara dan bangsa,” ungkapnya.
Bak firasat, Presiden Soeharto seolah mampu meramalkan kaum muda Indonesia di masa depan bakal lebih menyukai produk asing lantaran dibanderol dengan harga yang lebih murah.
“Kalau daripada para pemuda nanti kesengsem daripada produk yang murah yang baik tapi hasil di luar negeri hancur daripada bangsa ini.”
“Apa? Produknya nggak ada yang membeli. Kalau nggak ada yang membeli pabriknya tutup lantas semua tidak bisa bekerja, tidak bisa makan,” sambungnya kemudian.
Tak ayal, Presiden Soeharto mengharap pihak perguruan tinggi untuk mempersiapkan diri sebelum menghadapi persaingan globalisasi.
“Ini merupakan salah satu yang perlu kita siapkan, jadi daripada semua pendidikan, lebih-lebih semua perguruan tinggi harus mampu mempersiapkan. Bukan kita curang, tidak. Tapi kita menyelamatkan negara.”
“Kita sekarang harus meningkatkan daya saing kita yang tinggi. Dan pasti kita dapet. Kita yakin!”
“Tapi andaikan tidak, senjatanya mulai sekarang adalah nasionalisme."
"Mencintai Tanah Air, mencintai produk dalam negeri harus mulai sekarang,” tandasnya.