Waktu Kecil Biasa Main Belut di Sawah Berlumpur, Ternyata Soeharto Punya Firasat Soal Nasib Bangsa yang Ditujukan Pada Kondisi Indonesia Saat Ini: 'Sejak Tahun 1995 Bapak Sudah Mengingatkan'

Senin, 01 Juni 2020 | 08:02
Istimewa

Presiden Soeharto menerima sungkem dari Ibu Tien Soeharto pada hari Idul Fitri 1 Syawal 1415 Hijriah, 3 Maret 1995.

Fotokita.net -Tentu, kita sangat mengenal dengan profil salah satu tokoh Tanah Air yang sudah menorehkan sejarah tersendiiri. Ya, siapa sih yang enggak kenal dengan sosok Presiden ke-2 RI, Soeharto?

Pribadi yang dikenal tegas dan dicap beberapa orang sebagai diktator ini setidaknya telah memberikan kontribusi pembangunan bagi negara ini.

Sepanjang pemerintahannya, Presiden Soeharto mencatat sejarah sebagai presiden terlama yang memimpin Indonesia, yakni selama 32 tahun.

Pada 2008 silam bangsa Indonesia kehilangan mantan Presiden Soeharto, sosok pemimpinnya yang pernah dipuja sekaligus dicela.

Baca Juga: Bilang Kapok Jadi Presiden, Soeharto Ternyata Pernah Ramalkan Kondisi Indonesia Bakal Hancur Pada 2020 Bila Hal Ini Dijalankan: Pesan Itu Seperti Terbukti

Pak Harto, begitu ia biasa disapa, telah memimpin bangsa Indonesia dalam kurun waktu yang sangat panjang.

Terlahir pada 8 Juni 1921 di desa Kemusuk, Yogyakarta, tumbuh menjadi seorang pejuang--baik dalam hidup maupun medan perang.

Seperti ditulis Tabloid Nova eidsi 9 Februari 2008 mengutip buku otobiografinya Soeharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, Pak Harto mengaku berakar dari desa.

Baca Juga: Dikenal Misterius dan Berwajah Dingin, Mantan Jenderal Kesayangan Soeharto Banting Baret Merah Kopassus di Depan Komandannya. Begini Kesaksiannya

Istimewa
Istimewa

Foto aslinya, mantan Presiden Soeharto mencoba motor nasional SMI Ekspressa

"Ayah saya, Kertosudiro, adalah ulu-ulu, petugas desa pengatur air yang bertani di atas tanah lungguh, tanah jabatan selama beliau memikul tugasnya. Beliau yang memberi nama saya Soeharto."

Pak Harto adalah anak ketiga. Kertosudiro, sebelum menikah dengan, Sukirah, ibunda Soeharto, adalah duda dua anak.

Dari istri pertama, Kertosudiro dikaruniai dua anak. Namun, hubungan orang tua Pak Harto tidak serasi.

Mereka cerai setelah Pak Harto lahir. Beberapa tahun kemudian, Ibu Sukirah menikah lagi dengan seseorang bernama Atmopawiro.

Baca Juga: Enggak Cuma Guru Besar UI yang Terkekeh, Mantan Jubir SBY Ikut Tertawa Soal Tindakan Jokowi Tinjau New Normal ke Mal: 'Kalau Presiden Salah Siapa yang Mau Koreksi?'

"Pernikahannya ini melahirkan tujuh anak. Ayah saya juga menikah lagi dan mendapat empat anak lagi," tutur Pak Harto.

Pak Harto tidak lama diasuh ibunya. Belum genap berusia 40 hari, ia diasuh kakeknya, Kromodiryo, karena sang ibu sakit dan tidak bisa menyusui.

Dokumen Wikimedia.ORG
Dokumen Wikimedia.ORG

Presiden Soeharto bersama Tien Soeharto

Mbah Kromo-lah yang mengajarinya berdiri dan berjalan, dan kerap mengajaknya main ke sawah.

Soeharto cilik sangat gemar naik garu yang ditarik kerbau, serta main lumpur di sawah.

Baca Juga: Terlalu Sibuk Awasi Asteroid yang Kabarnya Tabrak Bumi di Pertengehan Ramadhan, Ahli Kembali Umumkan Kabar Kurang Enak: Ada Benda Langit yang Dekati Planet Kita Jelang Lebaran

Di sawah, Soeharto kecil juga suka sekali mencari belut, yang kemudian dimasak untuk lauk makan.

Kelak, setelah jadi presiden, Pak Harto mengaku masih senang menyantap belut. Perjalanan waktu membuat Pak Harto pindah-pindah sekolah semasa kecil.

Mulanya ia sekolah di Desa Puluhan, daerah Godean.

"Lalu, pindah sekolah di Pedes karena ibu dan ayah tiri saya pindah rumah ke Kemusuk Kidul.

"Melihat gelagat saya demikian, ayah kandung saya Pak Kertosudiro mengambil keputusan untuk memindahkan saya ke Wuryantoro,Wonogiri.

Baca Juga: Kembali Terjadi, Master Tai Chi Langsung KO dalam Hitungan Detik Sehabis Dipukul Petarung UFC: Videonya Jadi Bahan Candaan Netizen

Istimewa
Istimewa

Presiden RI ke-2 Soeharto dan bu Tien.

"Saya dititipkan pada bibi, adik ayah saya satu-satu-nya."

Pak Harto merasa bersyukur karena bibi dan pamannya, Prawirowihardjo menganggapnya seperti anak sendiri.

Ia pun mendapat pendidikan yang menurut Pak Harto lebih baik dibanding sebelumnya.

Baca Juga: Saat Orang Berbahagia Rayakan Lebaran, Para Telematika Ini Malah Sibuk Soroti Panci dalam Video Idul Fitri Jokowi Hingga Dapat Balasan Menohok dari Tokoh NU di Australia

Ilmu pertanian juga didapat Pak Harto dari Prawirowihardjo yang seorang mantri tani dan pernah menerima penghargaan dari bupati.

Hal itu berkat keberhasilannya memanfaatkan tumbuhan orok-orok sebagai pupuk untuk menyuburkan tanah gersang.

Baca Juga: Jokowi Beri Peringatan Soal Tingginya Kasus Corona di Jawa Timur, Tiba-tiba Cuitan Viral Dokter Tentang Bobroknya Penanganan Covid-19 Ditarik Lagi: Ada Apa Sebenarnya?

Meski masa kepimpinannya berakhir pada tahun 1998, siapa sangka Presiden Soeharto pernah meramalkan soal kondisi Indonesia di tahun 2020.

Ya, ini terungkap lewat sebuah unggahan yang dibagikan Siti Hardijanti Rukmana atau yang akrab disapa Tutut Soeharto.

Lewat Instagram pribadinya @tututsoeharto pada Kamis (21/11/2019), putri sulung Presiden Soeharto itu membagikan sebuah video singkat berisi pidato sang negarawan.

Baca Juga: Kapolda Jatim Cuma Usir Anak Buahnya yang Tertidur di Tengah Rapat, Kim Jong Un Tembak Menhan Korea Utara dengan Senjata Anti Serangan Udara Gara-gara Terlelap dalam Acara Resmi

Rupanya pidato tersebut disampaikan sang presiden tatkala menghadiri Pencanangan Gerakan Nasional Pelestarian dan Pengamalan Nilai Kepahlawanan di Surabaya pada 23 November 1995 silam.

Bukan sembarangan, ucapan demi ucapan Presiden Soeharto dalam pidato tersebut seolah terasa bagaikan firasat.

Instagram Tutut Soeharto
Instagram Tutut Soeharto

Pidato Presiden Soeharto tahun 1995 tentang Indonesia pada 2020.

Bagaimana tidak, pidato tersebut nyatanya mampu memprediksi kondisi bangsa Indonesia 25 tahun setelahnya.

Dalam unggahannya, Tutut Soeharto menuliskan penjelasan singkat tentang apa yang disampaikan sang ayah dalam pidatonya.

Tak main-main, Presiden RI ke-2 Soeharto ternyata sudah memperingatkan soal hantaman globalisasi bahkan sejak tahun 1995.

“Bapak sejak tahun 1995 sudah mengingatkan akan situasi globalisasi di mana banyak serbuan produk asing.”

Baca Juga: Mukjizat Jelang Lebaran, Penumpang Ini Cuma Luka Ringan Saat Alami Kecelakaan Fatal Pesawat yang Menimpa Perumahan Padat Penduduk: Begini Kesaksiannya

“Salah satu bentengnya adalah cinta produk dalam negeri, agar produsen dalam negeri tidak mati.”

“Mari kita hidupkan kembali nasionalisme kita, dengan mencintai, membeli dan menggunakan produk dalam negeri," tulis Tutut Soeharto di kolom caption.

Seperti inilah isi pidato Presiden Soeharto di acara Pencanangan Gerakan Nasional Pelestarian dan Pengamalan Nilai Kepahlawanan di Surabaya pada 23 November 1995 silam.

Di awal penuturan, sang presiden memperingatkan kaum muda untuk mencintai Tanah Air, khususnya produk dalam negeri.

Baca Juga: Dikenal Tangguh Berkat Pendidikan Berat, Pasukan Elit Israel Akhirnya Harus Terima Pil Pahit dari Pejuang Hizbullah Gara-gara Satu Sergapan Mematikan Ini

Kompas.com

Presiden RI Kedua, Soeharto

“Anak-anak pelajar sekarang harus disiapkan sekarang untuk mencintai Tanah Air, untuk mencintai produk dalam negeri.”

“Jika kelak di kemudian hari dalam rangka mempersiapkan kompetisi bersaing dengan negara besar lain kita masih kurang baik, kurang sempurna untuk menghadapi banjirnya daripada barang-barang itu.”

“Maka hanya dengan mencintai Tanah Air maka para remaja yang akan hidup tahun 2020 akan menjadi benteng daripada kelangsungan hidup negara dan bangsa,” ungkapnya.

Bak firasat, Presiden Soeharto seolah mampu meramalkan kaum muda Indonesia di masa depan bakal lebih menyukai produk asing lantaran dibanderol dengan harga yang lebih murah.

Baca Juga: Anak Jokowi Dapat Tantangan Tukar Nasib dengan Netizen Pengangguran, Jawaban Menohok Kaesang Langsung Bikin Si Penantang Terdiam Seribu Bahasa: Saya Tunggu!

“Kalau daripada para pemuda nanti kesengsem daripada produk yang murah yang baik tapi hasil di luar negeri hancur daripada bangsa ini.”

“Apa? Produknya nggak ada yang membeli. Kalau nggak ada yang membeli pabriknya tutup lantas semua tidak bisa bekerja, tidak bisa makan,” sambungnya kemudian.

Tak ayal, Presiden Soeharto mengharap pihak perguruan tinggi untuk mempersiapkan diri sebelum menghadapi persaingan globalisasi.

“Ini merupakan salah satu yang perlu kita siapkan, jadi daripada semua pendidikan, lebih-lebih semua perguruan tinggi harus mampu mempersiapkan. Bukan kita curang, tidak. Tapi kita menyelamatkan negara.”

“Kita sekarang harus meningkatkan daya saing kita yang tinggi. Dan pasti kita dapet. Kita yakin!”

Baca Juga: Stop Lakukan Kebiasaan Ini Kalau Masih Sayang Nyawa Keluarga, Ternyata Pelihara Ayam di Rumah Bisa Sebarkan Virus Mematikan Seperti Corona: Begini Penjelasan Ahli

“Tapi andaikan tidak, senjatanya mulai sekarang adalah nasionalisme."

"Mencintai Tanah Air, mencintai produk dalam negeri harus mulai sekarang,” tandasnya.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya