Nasi Sudah Jadi Bubur, Jika Pemerintah Mau Tegas Lockdown Sewaktu Awal Penyebaran Corona, Pakar Yakin Warga Bisa Segera Nikmati Hasilnya: Berat, Tapi Cepat Hilang

Kamis, 21 Mei 2020 | 10:26
Now Jakarta

Pelintas yang ketahuan melanggar PSBB Jakarta akan dikarantina selama 14 hari dengan biaya sendiri.

Fotokita.net - Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya memang sempat meminta masyarakat untuk hidup berdampingan dengan Covid-19.

Sebab, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan terdapat potensi bahwa virus ini tidak akan segera menghilang dan tetap ada di tengah masyarakat.

"Informasi terakhir dari WHO yang saya terima bahwa meskipun kurvanya sudah agak melandai atau nanti menjadi kurang, tapi virus ini tidak akan hilang. Artinya kita harus berdampingan hidup dengan Covid," kata Jokowi pada Jumat pekan lalu.

Baca Juga: Viral Foto dengan Tagar #IndonesiaTerserah Gara-gara Remehkan Corona, Begini Penjelasan Ahli Soal Kondisi Psikologis Tenaga Medis: Garda Terdepan Sudah di Titik Nadir?

Kepala Negara menegaskan, hidup berdampingan dengan Covid-19 bukan berarti menyerah dan menjadi pesimis.

Justru dari situlah menjadi titik tolak menuju tatanan kehidupan baru masyarakat untuk dapat beraktivitas kembali sambil tetap melawan ancaman Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

IG Jokowi

Jokowi sampaikan belasungkawa atas meninggalnya perawat RS Royal Surabaya Ari Puspita Sari bersama janin yang dikandung.

Kapasitas tes Covid-19 Indonesia memang sangat rendah dan tidak sepadan dengan jumlah penduduk.

Sebagai perbandingan, di antara lima negara dengan jumlah penduduk terbanyak sedunia, kapasitas tes Indonesia paling rendah.

Berdasarkan data aktual Worldometers per Senin (18/5/2020), India dan Pakistan memeriksa 1,6 orang per 1.000 penduduk, Brazil memeriksa 3,4 orang per 1.000 penduduk, dan Amerika memeriksa 33 orang per 1.000 penduduk.

Baca Juga: Terketuk Hatinya Usai Lihat Video Viral Perundungan Bocah Penjual Jalangkote, Orang Dekat Prabowo Subianto Langsung Singsingkan Lengan Kemeja: Kalau Posisi Kejadian Ini di Jakarta Sudah Saya Ratakan

Instagram/@jktinfo
Instagram/@jktinfo

Jalan di kawasan Cipulir,Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada 20 Mei 2020 pagi

Baca Juga: Balasan Tuhan Gerak Cepat, Bocah Penjual Jalangkote Banjir Hadiah dari Pehosor: Salah Satunya Tangan Kanan Prabowo dengan Beasiswa Lewat Kantong Pribadi

Bagaimana dengan Indonesia? Negara ini hanya sanggup memeriksa 0,6 orang per 1.000 penduduk.

Di region Asia Tenggara, Indonesia bahkan tertinggal jauh dari negeri jiran Malaysia yang memeriksa 13 orang.

Presiden Joko Widodo rupanya turut mengamati kondisi pasar yang mulai ramai menjelang hari raya Idul Fitri 1441 Hijriah.

Baca Juga: Bagikan Foto Lawas dengan Sang Nenek, Biduan Dangdut Ini Warisi Kecantikan Alami Hingga Hidung Nan Runcing: Pantas Saja Bisa Bikin Perwira Polisi Bertekuk Lutut

Padahal, pembatasan sosial berskala besar ( PSBB) masih diterapkan untuk pencegahan virus corona yang menyebabkan Covid-19.

"Saya melihat pasar-pasar tradisional saat ini mulai ramai karena banyak masyarakat yang belanja dalam rangka persiapan Hari Raya," kata Jokowi dalam rapat kabinet terbatas lewat video conference, Selasa (19/5/2020).

Twitter
Twitter

Jokowi Tak Masalahkan Pasar Ramai Lagi Walau Corona Masih Menghantui

Jokowi pun tak mempermasalahkan keramaian di pasar tersebut selama diterapkan prosedur yang ketat untuk pencegahan Covid-19.

"Saya ingin ini dipastikan ada pengaturan jarak yang baik, pakai masker, petugas di lapangan betul-betul bertugas untuk mengingatkan mengenai protokol kesehatan secara terus-menerus," kata Jokowi.

Baca Juga: Matahari Masuki Masa Lockdown Hingga Bisa Timbulkan Bencana Gempa dan Gagal Panen serta Kelaparan di Bumi, Begini Penjelasan Ahli

Jokowi mengingatkan kunci keberhasilan dari pengendalian penyebaran Covid-19 ini adalah kedisiplinan semua pihak. Kemudian, masyarakat diminta disiplin untuk mencuci tangan, menjaga jarak yang aman, memakai masker, dan menghindari kerumunan dan keramaian atau konsentrasi massa.

"Saya minta protokol kesehatan betul-betul dipastikan di lapangan, terutama menjelang Idul Fitri dan pada saat nanti Idul Fitri," kata dia.

Tangkapan layar Youtube/ KompasTv
Tangkapan layar Youtube/ KompasTv

Jokowi mengatakan tak ada larangan ibadah.

Pakar kesehatan masyarakat, Prof. Hasbullah Thabrany, menyebutkan bahwa pemerintah tidak memiliki kuasa atas penyebaran Virus Corona.

Pandemi yang tengah menjadi momok di masyarakat itu menjadi tanggung jawab bersama untuk dapat menekan angka penularannya.

Sehingga pemerintah tidak bisa dijadikan tempat menimpakan kesalahan karena penanggulangan tersebut membutuhkan peran serta masyarakat.

Baca Juga: Terketuk Hatinya Usai Lihat Video Viral Perundungan Bocah Penjual Jalangkote, Orang Dekat Prabowo Subianto Langsung Singsingkan Lengan Kemeja: Kalau Posisi Kejadian Ini di Jakarta Sudah Saya Ratakan

Hasbullah menyebutkan kedisiplinan masing-masing individu menjadi penting dalam penanggulangan Covid-19

Hal ini disampaikannya dalam tayanganIndonesia Lawyers Club, Selasa (19/5/2020).

Awalnya Hasbullah menyinggung mengenai kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk melakukan penanggulangan secara ter-desentralisasi.

Penetapan tersebut didasarkan pada pemenuhan situasional yang beragam sesuai kondisi di Indonesia.

Meskipun dengan adanya kebijakan seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dicanangkan, disinyalir tidak akan dapat segera menghambat penularan virus.

Namun penerapan kebijakan tersebut dapat dimaklumi mengingat kondisi sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia yang berbeda dengan negara lain.

"Siapa yang mau disalahin? saya kira tidak bisa juga bilang pemerintah kontrol semua nggak akan mungkin," kata Hasbullah.

Baca Juga: Biarpun Prilly Latuconsina Sudah Legawa Terima Permintaan Maaf Andre Taulany, Seorang Pengacara Ngotot Perkarakan Sang Komedian ke Polisi: Ternyata Marga Ini Adalah Milik Kaum Ningrat

"Karena penyakit ini bukan kewenangan pemerintah," sambungnya.

Hasbullah memberi contoh bila yang dihadapi saat ini adalah perang melawan musuh secara fisik, maka pemerintah akan bisa menyelesaikannya sendiri.

"Tapi ini musuhnya yang pindahnya dari manusia ke manusia, pemerintah tidak akan mungkin dengan remote kontrol kendalikan manusia," jelasnya.

Menurut Hasbullah, yang menjadi masalah di Indonesia adalah perilaku masyarakat yang dinilai kurang memiliki kedisiplinan.

"Nah, problemnya kalau saya bandingkan dengan apa yang dilakukan di Taiwan, di Korea, di China, di Jepang, yang masyarakatnya punya disiplin kuat, di kita tidak punya," terang Hasbullah.

Hasbullah menyebutkan bahwa kondisi Indonesia saat ini sama dengan di Taiwan yang tidak menerapkan lockdown.

Baca Juga: Usaha Mantan Suaminya Sempat Diterpa Isu Bangkrut, Kini Maia Estianty Justru Makin Lengket dengan Pengusaha Tajir yang Bisnisnya Jalan Terus di Tengah Pandemi

Namun Taiwan memiliki alat yang dapat menghambat penyebaran Virus Corona di negaranya, yaitu kedisiplinan masyarakat dan penegakan hukum.

"Ada situasi yang menunjang mereka bisa mengendalikan karena ada disiplin masyarakatnya dan ada disiplin penegakan hukum," kata Hasbullah.

Baca Juga: Tak Mau Suaminya Berpaling Pada Perempuan Lain, Artis Cantik yang Bikin Pangling Ini Rela Lakoni Perubahan Drastis: Hapus Semua Tato di Tubuhnya

"Di kita dua-duanya ini lemah," pungkasnya.

Sebelumnya, Hasbullah menyinggung adanya perbedaan penanganan Virus Corona antara Indonesia, China dan Korea.

Ia menyoroti grafik tingkat penularan Korea dan China yang menanjak pada awal virus tersebut menyebar.

Namun grafik tersebut langsung mengalami penurunan setelah dua minggu.

Sementara itu, setelah dua bulan setengah Covid-19 muncul di Indonesia, grafik tingkat penularan masih saja menanjak.

Menurut Hasbullah, kebijakan di Indonesia dinilai kurang solid, karena berusaha mengakomodir berbagai macam aspek.

Ia menyebutkan kebijakan penanganan yang diambil pemerintah didasarkan pada keberagaman situasi yang terjadi di Indonesia.

"Sebuah kebijakan selalu saja kontroversial, makin banyak variasi yang dipertimbangkan, semakin kompleks peraturannya," tutur Hasbullah.

Ia lalu menyinggung kondisi penyebaran Virus Corona di Indonesia yang tak juga menurun setelah sekian bulan virus tersebut dilaporkan ada di Indonesia.

Baca Juga: Anies Baswedan Resmi Perpanjang PSBB Jakarta, Syukurlah Jokowi Restui Kondisi Pasar yang Ramai Kembali Menjelang Lebaran: Inilah Tatanan Kehidupan Masyarakat Indonesia yang Baru

"Kita amati di Indonesia, sejak Virus Corona mulai muncul diumumkan tanggal 2 Maret sampai sekarang ini udah 2 bulan setengah, grafiknya masih naik," ujar Hasbullah.

Jangka waktu tersebut dirasa relatif lama jika dibandingkan dengan waktu penurunan grafik penyebaran Virus Corona di China dan Korea.

"Kalau kita belajar dari China, dua minggu grafik naik tinggi, sudah gitu turun, begitu juga di Korea."

Hasbullah mengatakan bahwa alasan menurunnya grafik tersebut lantaran di China dan Korea, kebijakan yang diambil pemerintahannya sangat tegas.

"Kenapa? di sana keberagaman tidak banyak menjadi pertimbangan untuk kebijakan," imbuhnya.

Baca Juga: Hampir Seluruh Wilayah Indonesia Terkena Serangan Corona, Kabupaten Termuda Kaltim Malah Laporkan Tak Ada Kasus Covid-19: Rupanya Begini Kunci Rahasianya

Pemerintah di negara yang telah berhasil menurunkan grafik penularan tersebut memberlakukan pembatasan yang ketat meskipun mendapat protes dari berbagai pihak.

Menurut Hasbullah, keputusan tersebut tetap harus dijalani meskipun berat, sebagai bayaran awal agar virus cepat menghilang.

Baca Juga: Kerap Pamer Koleksi Foto Tubuh Sintalnya, Ibu 3 Anak yang Bikin Masyarakat Indonesia Jadi Kompak Akui Kerap Dapat Titipan dari Pesohor: Biasanya Mereka Gerilya Gitu

"Jadi pemerintahnya segera lockdown tegas, jalanin, walaupun diprotes, walaupun berat, itu adalah biaya yang harus dibayar di waktu awal," jelas Hasbullah.

"Banyak, berat, tetapi cepet ilang," imbuhnya lagi.

Ia kemudian menyebutkan mengenai kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia.

Hasbullah mengatakan bahwa pemerintah dari awal tidak berani tegas dalam mengambil keputusan karena takut adanya biaya besar yang harus dikorbankan.

"Kita dari awal takut biaya besar, biaya dalam artian bukan hanya uang, tetapi juga dampak ekonomi, dampak sosial," ujar Hasbullah.

Baca Juga: Sesumbar Mampu Sembuhkan Corona, Seorang Pemuka Agama Meninggal Lantaran Lakukan Tindakan Sepele Ini

Menurut Hasbullah, Indonesia terlalu banyak mempertimbangkan berbagai aspek sehingga kebijakan yang dikeluarkan menjadi tidak solid.

Ia mencontohkan adanya protes dari sejumlah pihak yang meminta diizinkan salat berjamaah, meminta pembatasan dilonggarkan dan bisnis tetap dapat berlangsung.

"Semua itu berusaha diakomodir, akibatnya kita tidak mempunyai kebijakan yang solid," tandasnya. (Kompas.com/Tribunnews.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya