Bagai Neraka Dunia, Pasukan Tempur Militer Kita Dihujani Timah Panas oleh Militan Fretilin. Lantas, Bagaimana Cara Mereka Lolos dari Hadangan Itu?

Selasa, 12 November 2019 | 18:26
Tribunnews

Batatyon Tim Pendarat Korps Marinir ketika melancarkan operasi Amphibi di Timor Timur

Fotokita.net - Dari 30 prajurit ABRI yang diberangkatkan, cuma 9 orang yang pulang dengan selamat

Kronologi ceritanya dibeberkan oleh seorang prajurit ABRI bernama Sersan Mayor Didin Somantri.

Didin Somantri memiliki pengalaman tempur yang mumpuni saat menjalankan misi di Mapenduma.

Saat operasi di Timor Timur pada tahun 1978 lalu, Didin Somantri dan rekan-rekannya ditugaskan dalam misi perebutan Matabean.

Didin Somantri yang merupakan ahli navigasi darat mengungkapkan, Batalyon 328 saat itu mendapatkan tugas merebut sasaran Matabean.

Baca Juga: Pemimpin Mereka Telah Tiada Akibat Serbuan Pasukan Khusus AS, Tapi Anggota Militan ISIS Tampaknya Masih Penasaran dengan Perempuan Cantik Nan Perkasa Ini. Siapakah Dia?

Salah satunya adalah pengalaman 30 prajurit ABRI yang dikisahkan dalam buku '328 Para Battalion, The Untold Stories of Indonesian Legendary Paratroopers, Setia-Perkasa-Rendah Hati' terbitan Elex Media Komputindo.

Menjadi negara kepulauan yang besar, bukan tugas mudah bagi prajurit militer untuk menjaga kedaulatan Indonesia.

Misi di Timor Timur (sekarang Timor Leste), adalah satu dari sekian kisah yang tak terlupakan dari dunia militer Tanah Air.

Kisah dramatisnya tertuang dalam '328 Para Battalio, The Untold Stories of Indonesian Legendary Paratroopersm Setia-Perkasa-Rendah Hati' terbitan Elex Media Komputindo.

Dalam buku itu mengungkap cerita mengungkap kisahyang dituturkan oleh seorang prajurit yang selamat dari medan perang di Timor Timur.

Baca Juga: Bertolak Belakang Pada Saat Berkuasa, Begini Perbedaan Alasan 2 Presiden Kita Terhadap Posisi Tinggi dalam Struktur Militer Indonesia

AMRT/CDPM/FMS
AMRT/CDPM/FMS

Pasukan Linud Indonesia ketika menyerbu Dili, Timor Timur.

Menurutnya, saat itu selain medan tempur Matabean yang sangat berat, masyarakat setempat menurut Didin juga memiliki posisi yang menguntungkan.

Sebab, dengan kekuatan empat kabupaten, yaitu Bacau, Pile, Langen, dan Los Palos, mereka memiliki posisi yang lebih memungkinkan untuk melemparkan batu dari ketinggian tebing.

"Jadi pertempuran tak seimbang," tulis Didin dalam buku tersebut.

Didin Somantri saat itu mendapatkan tugas sebagai penembak senapan kompi C Peleton 2.

Akibat pertempuran yang tak seimbang itu, sejumlah personel prajurit ABRI pun gugur.

Baca Juga: Bertempur Seorang Diri, Sniper Jepang Bikin Pasukan Sekutu Ketakutan di Perang Dunia II. Lihat Foto-foto Pembuktiannya!

"Danton Didi Haryadi gugur. Dari 30 prajurit, yang bisa kembali hanya 9 prajurit," tulis dalam buku tersebut.

Sehingga, bisa jadi yang gugur dalam pertempuran itu mencapai 21 orang.

Dalam buku itu disebutkan, sasaran 7 merupakan sasaran yang paling berat.

Didin Somantri ingat betul, saat itu dirinya diminta mengawal Edi Sudrajat, yang saat itu pasukannya juga masuk ke lereng Gunung Tiba Silo.

istimewa/Warta Kota
istimewa/Warta Kota

Ilustrasi

Di sana banyak mata-mata orang sipil, bahkan perempuan yang membawa granat.

Maka sebagai pengawal, Didin Somantri yang juga jago bela diri ini tetap siaga.

Oleh karena itu, menurut Didin Somantri, untuk memenangkan pertempuran di tempat itu membutuhkan taktik yang jitu.

Alasannya, musuh saat itu tidak hanya manusia, melainkan juga alam dan penyakit.

Baca Juga: Dicopot dari Pangkostrad Karena Kerahkan Pasukan ke Istana Presiden, Apakah Prabowo Akan Ambil Keuntungan Ini Sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Baru Jokowi?

7 Prajurit ABRI Digempur Ratusan Fretilin

Pertempuran tak kalah sengit juga dialami Batalyon Infanteri Lintas Udara (Yonif Linud) 501.

Tujuh prajurit ABRI dari Batayon Infanteri Lintas Udara (Yonif Linud) 501, harus bertahan mati-matian saat menahan gempuran Fretilin.

Bukan tanpa alasan para prajurit Yonif Linud 501 tersebut tak berkutik, musuh yang mereka hadapi saat itu jumlahnya mencapai ratusan.

Meski pada akhirnya mereka dapat melawan balik berkat bantuan pasukan marinir.

Kronologinya berawal saat pasukan dari Batalyon Infanteri Lintas Udara (Yonif Linud) 501 berangkat dari markasnya menuju Baucau, Timor-Timur pada bulan Maret 1983.

Yonif Linud 501 saat itu dipimpin oleh Letkol Inf Sujana.

Misi mereka ialah mengadakan kontak damai dengan para milis kemerdekaan Timtim.

Pada 9 Maret 1984, Wakil Komandan Batalyon Mayor Inf Wibisono memerintahkan Serda Trilis untuk menjemput dan mengawal Panglima ABRI Benny Moerdani dalam rangka kunjungan di Timtim.

Serda Tilis beserta 8 personel Yonif Linud 501 bergerak menuju distrik Viqueque menggunakan 4 kendaraan Land Rover untuk menjemput Benny Moerdani.

Commando/Dok.Pribadi
Commando/Dok.Pribadi

Tatang saat bertugas di Timor timur

Jangan bayangkan perjalanan tersebut akan melewati jalan-jalan mulus.

Di Timtim, jalan-jalan beraspal hanya ada di kota-kota besar macam Baucau dan Dili.

Benar saja pukul 02.30 WIT salah satu kendaraan Land Rover Yonif 501 mogok di tengah hutan rimba.

Untungnya mobil dapat diperbaiki dan bisa melanjutkan perjalanan.

Setelah dua jam melanjutkan perjalanan, pada pukul 04.30 WIT 10 Maret 1984, kesembilan personel Yonif Linud 501 dihadang ratusan milisi Fretilin di gunung Baunoraq perbatasan Osso-Viqueque.

Milisi Fretilin langsung menghujani keempat kendaraan Land Rover dengan tembakan gencar

Belum sempat memberikan perlawanan, Serda Tilis sebagai pimpinan para personel Yonif Linud 501 tertembak lengan kanannya.

Baca Juga: Waktu Jabat Pangkostrad Ketahuan Kerahkan Pasukan ke Istana Merdeka, Apa yang Akan Dilakukan Prabowo Sebagai Menteri Pertahanan yang Punya Keuntungan Seperti Ini?

Ia tewas saat itu juga.

Mengetahui hal ini kedelapan personel Yonif Linud langsung keluar mobil sambil berlindung dan membalas tembakan milisi Fretilin.

Satu lagi personel Yonif Linud 501, Pratu Imam terkena tembakan dan meregang nyawa.

Sadar kalah jumlah, sisa personel Yonif Linud 501 yang tinggal tujuh orang tetap nekat bertahan dari serangan Fretilin menggunakan rifle SS-1.

Bagai neraka dunia, ketujuh personil Yonif Linud 501 itu dihujani tembakan dari segala arah.

Tahu lawannya terdesak, ratusan milisi Fretilin meneriakkan "Apanca Maubere!" yang berarti "maju terus" untuk segera menghabisi sisa personel Yonif Linud 501.

Antara hidup dan mati, tujuh personel Yonif Linud 501 berusaha menahan serangan Fretilin.

Milisi Fretilin semakin dekat, namun ketika jarak antara mereka tinggal 10 meter lagi datang bala bantuan.

Sebuah helikopter dan tembakan mortir yang berasal dari pasukan Marinir Indonesia menyalak menerjang posisi musuh.

Bantuan dadakan itu membuat Fretilin kocar-kacir karena maju tanpa perlindungan sama sekali.

Tembakan mortir Marinir kemudian menghantam kelompok milisi Fretilin.

Baca Juga: Usai Dipastikan Hilang Nyawa dan Jalani Tes DNA, Jenazah Pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi Berakhir Tragis di Tangan Pasukan AS

Tanpa basa-basi, para personel Marinir langsung memberi serangan tak kalah gencar dan melibas para milisi gerakan pengacau keamanan tersebut.

Hasilnya banyak milisi yang tewas dan akhirnya melarikan diri.

Pukul 12.00 WIT situasi kembali normal aman terkendali.

Setelah melakukan pengecekan diketahui 3 personel Yonif Linud 501 gugur, 2 orang terluka dan 4 lainnya selamat.

Kesembilan anggota 501 kemudian dievakuasi memakai helikopter menuju lapangan embarkasi di Kelikai.

Personel 501 yang selamat lantas dimintai keterangan oleh Pasi-1 Yonif Linud 501 Kapten Inf Suryo tentang bagaimana rincian penghadangan tersebut.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya