Sutradara Dhandy Dwi Laksono Mendadak Ditangkap Polisi, Ernest Prakarsa Ingatkan Jokowi Soal Komitmen Demokrasi

Jumat, 27 September 2019 | 06:36
KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO

Jurnalis sekaligus aktivis HAM Dandhy Laksono dalam sebuah acara debat dengan politisi PDI-P Budiman Sudjatmiko di auditorium Visinema, Jakarta Selatan, Sabtu (21/9/2019).

Fotokita.net -"Kebebasan pers, kebebasan menyampaikan pendapat, adalah hal dalam demokrasi yang harus terus kita jaga dan pertahankan. Jangan sampai Bapak Ibu sekalian ada yang meragukan komitmen saya mengenai ini," kata Presiden Joko Widodo kepada para tokoh yang hadir, Jokowi pun menegaskan kembali komitmennya kepada kehidupan demokrasi di Indonesia tidak pernah berubah.

Presiden Joko Widodo mengundang puluhan tokoh ke Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (26/9/2019).

Jokowi membahas sejumlah hal dengan para tokoh agama, salah satunya terkait aksi unjuk rasa mahasiswa menolak UU KPK hasil revisi.

Baca Juga: Usia Sudah Lewat Setengah Abad, Dokter Ini Sukarela Layani Warga di Pelosok Papua. Sayang, Kisahnya Berakhir Tragis dalam Kerusuhan Wamena

Pada malam harinya, publik dikejutkan dengan penangkapan Pendiri Watchdoc Dandhy Dwi Laksono. Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Asfinawati mengatakan, ditangkap penyidik Polda Metro Jaya, Kamis (26/9/2019) malam.

Foto: Facebook/DandhyLaksono

Dandhy Laksono

Dhandy dijemput penyidik di rumahnya di daerah Jatiwaringin, Bekasi. Awalnya, Dandhy tiba di rumahnya pukul 22.30 WIB. Kemudian, polisi datang pukul 22.45 WIB.

Istri Dandhy, Irna Gustiawati mengatakan, suaminya ditangkap di kediaman mereka di Jalan Sangata 2 Blok I-2 Nomor 16, Jatiwaringin, Bekasi, Jawa Barat.

Menurut Irna, penangkapan Dandhy Dwi Laksono disebabkan unggahan sutradara yang menggarap "Sexy Killers" itu di media sosial.

Baca Juga: Sisakan Lubang Raksasa yang Terlihat Menganga dari Luar Angkasa, Foto NASA Juga Tunjukkan Gletser Es Tropis yang Nyaris Hilang di Area Tambang Terbesar Dunia di Tanah Papua Ini

RENO ESNIR/Kompas.com

Anggota Majelis Pertimbangan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Dandhy Dwi Laksono (kiri) didampingi Ketua AJI Suwarjono (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan terkait pelaporan Dewan Pimpinan Daerah Relawan Perjuangan (Repdem) Jawa Timur, Minggu (17/9/2017).

"(Polisi) membawa surat penangkapan karena alasan posting di media sosial Twitter mengenai Papua," kata Irna yang dihubungi pada Kamis malam.

Dandhy Dwi Laksono yang dikenal sebagai aktivis, jurnalis dan sekaligus sutradara film dokumenter, Kamis malam (26/9) ditangkap polisi.

Menurut salinan surat perintah penangkapan yang diperoleh VOA, Dandhy yang kelahiran Lumajang tahun 1976 itu ditangkap karena diduga melakukan tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu/kelompok.” Dandhy dituding melanggar Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45A Ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik ITE.

Baca Juga: Mendadak Ditangkap Oleh Polisi, Siapakah Dhandy Dwi Laksono yang Dibela Ernest Prakarsa dan Budiaman Sudjatmiko di Jagat Twitter?

Kuasa hukum Dandhy, Alghifari Aqsa, kepada Kompas mengatakan kliennya ditangkap karena “dianggap menyebarkan kebencian berdasarkan SARA melalui media elektronik, terkait kasus Papua.”

Namun belum jelas unggahan apa dan pada akun media sosial mana yang dinilai polisi melanggar UU ITE tersebut.

Pantauan awal VOA pada sejumlah akun media sosial Dandhy, memang menunjukkan beberapa unggahan yang menyoal tentang Papua, yaitu pada akun Twitter. Dalam cuitan yang diunggah tiga jam sebelum ditangkap itu, Dandhy mengkritisi Presiden Joko Widodo. Dengan merujuk pada laporan media tentang Jokowi yang menegaskan komitmennya untuk menjaga demokrasi, Dandhy menulis “mengangkat jendral Orba, lima tahun berkuasa tak satu pun kasus HAM diselesaikan, (2) merespon Papua dengan mengirim pasukan dan menangkapi aktivis dengan pasal makar, (3) membatasi internet...

Belum jelas apakah cuitan ini yang membuatnya ditangkap.

Baca Juga: Masih Banyak Misteri yang Belum Terkuak, Tersimpan 90 Tahun di Museum Peneliti Amerika Ungkap Spesies Baru dari Tanah Papua

Tetapi selain cuitan itu ada beberapa cuitan lain yang diunggah Dandhy hari Kamis (26/9) terkait demonstrasi dan kerusuhan di Wamena, serta demonstrasi dan aksi kekerasan di Sulawesi Tenggara dan Jakarta.

Namun sejumlah aktivis menyesalkan penangkapan ini. Mantan Ketua Partai Rakyat Demokrat PRD Budiman Sudjatmiko, yang sehari sebelumnya berdebat secara terbuka dengan Dandhy dan disiarkan live streaming, mencuit “... saya menolak penangkapannya.”

Namun sejumlah aktivis menyesalkan penangkapan ini. Mantan Ketua Partai Rakyat Demokrat PRD Budiman Sudjatmiko, yang sehari sebelumnya berdebat secara terbuka dengan Dandhy dan disiarkan live streaming, mencuit “... saya menolak penangkapannya.”

Secara spesifik, Dandhy dituding melanggar Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Namun, hingga saat ini belum diketahui terkait unggahan apa yang ditulis Dandhy di media sosial. Dandhy saat ini berada di Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.

Sejumlah aktivis dan pegiat hak asasi manusia saat ini mendampingi Dandhy di sana.

Baca Juga: Jualan di Tengah Mahasiswa yang Gelar Aksi, Pedagang Perempuan Ini Ketiban Rezeki Dadakan. Dia Pulang dengan Muka Ceria

Dandhy Dwi Laksono dikenal publik sebagai pendiri WatchDoc, rumah produksi yang menghasilkan film-film dokumenter dan jurnalistik.

Sebagai sutradara, dia pernah membesut sejumlah film dokumenter yang dianggap kontroversial seperti "Sexy Killers" dan "Rayuan Pulau Palsu".

Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini juga dikenal sebagai aktivis yang kerap mengkritik pemerintah, termasuk Presiden Joko Widodo.

Alghifari yang juga Direktur Eksekutif LBH Jakarta mengecam penangkapan Dandhy, apalagi dilakukan malam hari. Penangkapan ini dianggap berlebihan, karena semestinya Dandhy dipanggil terlebih dulu sebagai saksi.

Baca Juga: Gelar Demo Tanpa Tujuan, Ahli Jelaskan Alasan Aksi Pelajar Lebih Mudah Disusupi Provokator. Lihat Foto-foto Mereka yang Melempari Polisi dengan Batu

Aghnia Hilya N/NOVA
Aghnia Hilya N/NOVA

Ernest Prakasa

"Ini tindakan berlebihan. Kalau mau diambil keterangan, panggil saja sebagai saksi, kan bisa siang," ujarnya.

Komika dan sutradara Ernest Prakasa kecewa dengan penangkapan sutradara film dokumenter Sexy Killers, Dhandy Dwi Laksono.

Melalui akun Twitter @ernestprakasa, Ernest retweet berita media online tentang komitmen Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjaga demokrasi. Pada twit tersebut, Ernest memberi balasan menohok.

Baca Juga: Awalnya Tak Punya Penghasilan Tetap, Kini Janda-janda di Sekitar Negeri Di Atas Awan Gunung Luhur Raup Jutaan Rupiah Per hari. Begini Kisah Positif Mereka

Ria Theresia/Grid.ID
Ria Theresia/Grid.ID

Ernest Prakasa Saat acara cinema visit di Cinema XXI Kota Kasablanka, Jakarta Selatan pada Jumat (28

"Lalu di hari yang sama, Dandhy Laksono ditangkap polisi. Jangan bercanda Pak, waktunya lagi kurang tepat," tulis Ernest. Ernest melanjutkan, publik kini sudah resah.

"Politik itu rumit, apalagi di masa transisi seperti ini. Saya yakin Pak Jokowi sedang dalam posisi yang amat pelik. Tapi, jadi Presiden memang tidak mungkin mudah. Kami resah menanti, Pak," lanjut Ernest.

Sejumlah kontak aparat yang dihubungi VOA untuk mengukuhkan penangkapan Dhandy Dwi Laksono dan rincian lain terkait hal itu masih belum membuahkan hasil karena tidak direspon.(Kompas.com/VOA Indonesia)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya