Suka Duka Pelihara Si Raksasa Sumatra, Ikut Main Air Hingga Atasi Masuk Angin

Selasa, 30 Juli 2019 | 08:27
Travel Wire Asia

Mahout dan gajah

Fotokita.net-Selama saya berada di Pusat Latihan Gajah, beberapa mahasiswa pernah dilibatkan dalam proyek ini. Sejumlah gadis Aceh jug direkrut sebagai lady mahout (kelak salah satu dari perempuan muda itu menjadi pendamping hidup saya). Kami juga sering dibantu beberapa orang dokter hewan dan calon dokter hewan. Tugas rutin mereka menanggulangi gangguan gajah dan merawat hewan besar di PLG itu. Setiap ada laporan soal gangguan gajah dari masyarakat, kami harus segera turun ke lokasi kejadian. Laporan biasanya datang dari daerah di sekitar permukiman.

Gajah memang masih suka mengganggu permukiman penduduk yang berdekatan dengan kawasan hutan. Maklum, daerah itu dulunya daerah jelajah mereka. Ketika fungsi kawasan itu diubah menjadi daerah pertanian dan permukiman, gajah tetap bergeming. Mereka tidak ambil pusing dan tetap melintasinya. Namanya juga jalur tetapnya. “Siapa suruh bikin kampung di jalur kami?” begitu mungkin pikir kaum binatang bertubuh tambun ini.

Baca Juga: Foto-foto Warganet Jadi Bukti Polusi Jakarta Terburuk Sedunia

Masriadi/Kompas.com

Tim BKSDA Provinsi Aceh mengobati gajah yang terluka di Kecamatan Bireuem Bayeum, Kabupaten Aceh Tim

Selain dekat dengan perkampungan, habitatnya juga berdekatan dengan perkebunan. Ruang habitat yang makin sempit bikin mereka kelaparan. Kalau mereka lantas suka merusak tanaman penduduk untuk mencari sesuap rumput, jangan heran. Melihat serangan makhluk-makhluk liar itu, penduduk pun tidak bisa berbuat apa-apa. Jika melawan, salah-salah malah diserang balik. Banyak kejadian, gajah yang mengamuk juga menyerang penduduk desa.

Susahnya lagi, gajah punya kecerdasan lebih dibandingkan dengan binatang lain. Mereka cepat belajar. Suatu ketika, pihak perkebunan pernah memagari daerahnya dengan kawat berduri yang dialiri listrik. Gajah yang cerdik bukannya cuma mendorong pagar kawat itu, melainkan juga menumbangkan pohon-pohon di dekatnya. Pagar itu pun roboh. Otomatis aliran listriknya terputus. Nah, si gajah dapat berlenggang kangkung tanpa takut kesetrum.

Pernah pula, sejumlah penduduk di kawasan Aceh Besar beserta petugas PLG mencoba mengusir kawanan gajah yang sedang mengamuk. Bola-bola api yang dibuat dari kain dan serabut kelapa dilempar-lemparkan ke arah mereka. Maksudnya, untuk menakut-nakuti. Bukannya lari ketakutan, gajah-gajah itu malah menyerang balik dengan memunguti bola-bola api itu pakai belalainya, lalu melemparkannya ke arah para penyerang. Karuan saja para penyerang lari tunggang-langgang ketakutan.

Baca Juga: Sampah Plastik Bikin Kita Jijik Pada Pemandangan di Kali Bekasi Ini

Ricky Martin
Ricky Martin

Gajah sedang makan rumput menggunakan belalainya.

Memelihara gajah yang tadinya liar memang banyak suka-dukanya. Bagaimana menyelamatkan diri dari kejaran gajah? Kalau gajah kembung masuk angin mesti diapakan? Inilah kisah Andi Iskandar Zulkarnain, seorang pawang gajah, saat bekerja dengan kawanan gajah liar di Aceh.

Selama bergaul dengan satwa raksasa ini, saya beroleh banyak pengalaman unik dan menarik. Dua tahun lamanya saya bekerja di Pusat Latihan Gajah (PLG) di Aceh sebagai tenaga pelatih gajah dan administrasi kamp.

PLG Aceh yang didirikan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh itu bertujuan melakukan konservasi gajah Sumatra, Elephas maximus. PLG seluas sekitar 112 ha itu letaknya sekitar 15 km dari Lhokseumawe, Aceh Utara. Tepatnya di Desa Lhok Asan, Kecdmatan Syamtalira Bayu. Tidak semua kendaraan bermotor dapat masuk karena jalan yang berbatu-batu dan topografinya lumayan terjal. Belum lagi jika turun hujan deras.

Kegiatan harian saya dan pawang lain adalah merawat gajah di lokasi PLG, baik yang sudah jinak maupun yang belum. Tugas itu termasuk memberi makan, minum, dan memandikannya di Sungai Krueng Pase yang letaknya di belakang PLG.

Baca Juga: Kebakaran Hutan di Riau Kian Meluas, Akankah Indonesia Kembali Jadi Pengekspor Asap? Lihat Foto-foto dari Lapangan!

wwf.or.id

Elephant Flying Squad atau Tim Patroli Gajah di Taman Nasional

Pagi hari saya biasanya langsung menuju ke tempat gajah-gajah diikat untuk membersihkan tempat ikatan dari kotorannya yang sebesar bola bowling. Setelah bersih, mereka diberi minum air kolam, atau bisa langsung digiring ke sungai, sekaligus dimandikan. Gajah sangat suka air. Mau tidak mau kami harus berbasah-basah ria tersembur air dari belalai gajah yang sedang bermain air.

Setelah itu kami – saya dan si gajah - berjalan-jalan sambil sekalian mengeringkan badan. Menggembala gajah serupa dengan menggembala kerbau. Selama berjalan-jalan, pawang bisa duduk santai di punggungnya.

Saya bahkan biasa membaca buku di atas punggung gajah yang sedang berjalan. Biasanya saya membawa jaring dan buku identifikasi kupu-kupu. Jadi, sambil menggembala gajah, hobi saya pun tersalur, yaitu menjala kupu-kupu dalam perjalanan pulang. Usai tugas rutin pagi hari, saya akan disibukkan dengan tugas di depan komputer sampai sore hari. Praktis setelah itu saya tidak bertemu gajah lagi.

Zika Zakiya

Wisatawan asing memandikan gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) yang sudah dijinakkan bersama

Baca Juga: Jadi Megapolitan, Jakarta Ternyata Masih Simpan Cerita Foto Nan Kelam dari Tepi Sungai Ciliwung

Kalau lagi masuk angin

Di balik tubuhnya yang raksasa, gajah menyimpan kelemahan. Salah satu penyakit yang tidak dapat ditanganinya ialah "masuk angin". Apalagi bagi gajah, penyakit itu bisa mematikan. Penyebab “masuk angina” bisa macam-macam, misalnya cuaca dan makanan. Rumput yang terlalu banyak mengandung embun bisa membuat.mereka masuk angin karena kandungan udara di dalamnya. Maka, untuk mencegah perut kembung, mereka tidak boleh dikasih makan rumput saat embun masih turun.

Kalau sudah terlanjur masuk angin, harus cepat diobati. Cara standar yang dilakukan sederhana, yaitu mengeluarkan anginnya. Bagaimana caranya? Gajah tidak mungkin dikeroki seperti kita karena kulitnya tebal sekali. Lagi pula mana ada koin raksasa buat menggaruk kulitnya.

Angin yang terperangkap dalam perutnya harus dikeluarkan dengan bantuan pawang atau pelatih gajah. Caranya, dengan memasukkan tangan ke dalam “kutub utara” gajah yang sakit, lalu digerakkan keluar-masuk seperti orang memompa sampai gajahnya kentut. Kalau angin sudah keluar, gajah dianggap sehat. Boleh dibayangkan sendiri seperti apa bau kentutnya.

Penyakit lain yang tidak kalah gawat yaitu dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh. Kondisi itu lazim diderita anak-anak gajah. Kalau sudah demikian gawatnya, hanya ada satu cara yang bisa ditempuh, yaitu diinfus.

Baca Juga: Mata Minus Bikin Repot Waktu Motret. Apakah Wortel Bisa Sembuhkan Mata Rabun Jauh Cuma Mitos?

Citra Anastasia

Gajah sumatera yang berada di CRU Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya.

Lagi-lagi kulit gajah yang tebal menyulitkan dokter hewan menemukan pembuluh darahnyq. Denyut nadinya pun nyaris tidak terdeteksi. Karena sulit meraba pembuluh darahnya, dokter biasanya secara untung-untungan menancapkan jarum infus di sekitar daerah yang diperkirakan ada pembuluh darahnya. Usaha itu belum tentu berhasil. Terbukti, selama berada di PLG, tidak satu pun anak gajah terselamatkan.

Pernah, semalaman saya bersama dokter hewan harus menunggui seekor anak gajah yang sedang diinfus karena mengalami dehidrasi. Setiap kali kulitnya membengkak, jarum infus cepat-cepat dicabut untuk dipindahkan ke bagian tubuh lain. Puluhan kali jarum infus harus digeser-geser. Kalau mulai membengkak, berarti sudah terlalu banyak cairan infus yang menumpuk di bawah kulitnya. Itu gara-gara. cairan infus tidak mau mengalir ke peredaran darahnya. Apa daya, gajah muda itu pun tak tertolong jiwanya.

Pantatnya masih kelihatan

Sesulit apa pun, gangguan gajah harus diatasi. Salah satu caranya dengan menangkapi gajah-gajah yang dianggap nakal untuk dijinakkan di PLG. Dalam penggerebekan itu, para petugas dipersenjatai senapan bius. Bukan untuk membunuh, tetapi melumpuhkan.

Celakanya, obat bius pun acap kali tidak efektif menjinakkan mereka. Ketahanan tubuh setiap gajah berbeda-beda. Ada yang langsung teler dan ambruk begitu kena tembak. Tetapi tak jarang ada yang masih kuat berlari, bahkan balik mengejar si penembak. Petugas tidak mau ambil risiko menambah dosis obat bius. Bisa-bisa mereka malah mati kelebihan dosis. Makanya, mereka harus menerima risiko dikejar jika gajahnya tahan obat bius.

Baca Juga: Mirip Padang Pasir, Begini Foto-foto Abu Tebal di Tangkuban Parahu

Orang dikejar gajah bukan barang aneh. Pernah, seorang penduduk desa di kawasan Aceh Besar tewas mengenaskan dibanting gajah. Ceritanya, begitu dikejar, ia segera memanjat pohon dengan harapan tidak bakal dijangkau. Harapannya meleset. Sebelum sempat naik ke bagian pohon yang lebih tinggi, belalai si gajah keburu menggaet kakinya. Sekali banting, gajah kalap itu membunuh penduduk naas itu. Binatang sadis itu akhirnya ditembak petugas karena dianggap berbahaya.

Editor

Status gajah sumatra meningkat dari genting (Endangered) menjadi kritis (Critically Endangered).

Hampir semua petugas pernah merasakan dikejar gajah. Termasuk saya. Kejadiannya di Subulussalam, Aceh Selatan. Saat gajah menyerang, kami sibuk mencari pohon terdekat. Saya sempat diusir ketika memanjat sebatang pohon. Ternyata di atas pohon sudah nangkring tiga orang teman saya sambil berpelukan. Mereka takut pohonnya tidak muat jika ditambah satu orang lagi. Saya harus cepat menemukan pohon lain. Sambil berlari ketakutan, saya lempar semua barang bawaan saya, termasuk kamera, ke semak-semak. Sandal saya pun hilang, saking paniknya. Terkadang, karena panik, tanpa sadar yang dipanjat pohon yang terlalu kecil, biasanya pohon rambung atau karet. Begitu sadar kalau pohonnya kelewat kecil, kami harus cepat-cepat mencari pohon lain.

Suatu kali beberapa lady mahout ikut bergabung menangkap gajah pengganggu. Ketika terdengar peringatan ada bahaya serangan gajah, para lady mahout buru-buru memanjat pohon. Satirin, salah satu pawang, membantu mendorong mereka ke atas pohon. Karena tergelincir, salah seorang lady mahout merosot ke bawah, menimpa Satirin.

Baca Juga: Foto-foto Ini Buktikan Manusia Terus Bertindak Keji Pada Satwa Darat Paling Besar di Bumi. Apa Penyebabnya?

"Mau menolong malah ketiban broti (balok kayu)!" kelakar teman saya yang lain.

Memanjat pohon memang cara paling umum dipakai untuk menyelamatkan diri dari kejaran mereka. Namun, ada teman saya yang memilih cara lain. Peristiwanya terjadi di Teunom, Aceh Barat. Saat itu teman saya yang dokter hewan, dikejar gajah kalap. Postur tubuh dokter yang tergolong jumbo, itu menyulitkannya memanjat pohon. Ketika semua orang sudah nongkrong di atas pohon, dokter itu belum ketahuan nasibnya. Kami semua khawatir.

Begitu situasi terlihat aman, kami segera turun mencarinya. Syukurlah, Pak Dokter gendut itu berhasil menyelamatkan diri. Ternyata ketika, gajah itu lewat, spontan ia merunduk diam di bawah akar pepohonan. Namun, belakangan ketahuan, yang sempat ia sembunyikan Cuma mukanya. Sedangkan pantatnya masih kelihatan. Untung saja si gajah tidak memergokinya, lalu menyenggol pantat Pak Dokter Hewan yang nongol dari balik akar pohon.

Baca Juga: Studi Bilang Elus Kucing Bisa Hilangkan Stres. Lihat Foto-foto Tingkah Kucing Penunggu Halte Transjakarta yang Bisa Jadi Penghibur Kita!

Lutfi Fauziah

Sepasang gajah sumatra ditemukan mati di Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Rantau Peureluak, Kabupaten A

Melatih babi hutan?

Dalam menjalankan tugas, kami menggunakan berbagai pendekatan, mulai dari melakukan riset, mendirikan pusat pelatihan gajah, hingga menggiring gajah. Kami juga berusaha memperkenalkan program konservasi gajah kepada penduduk sekitar agar mereka mendukung usaha pelestarian hewan liar ini.

Salah satu cara yang ditempuh yaitu dengan mengadakan penyuluhan keliling ke kampung-kampung. Suatu ketika saya melakukan penyuluhan di Desa Linge, sekitar 95 km dari Kota Takengon. Sedang asyik-asyiknya menerangkan pusat pelatihan gajah dan kegiatannya, seorang peserta mengangkat jarinya sambil nyeletuk, "Di sini juga banyak gangguan babi hutan, Pak. Bagaimana kalau babi hutan itu juga ditangkapi dan dilatih seperti gajah?"

Baca Juga: Rupanya Ini Jawaban Atas Misteri Foto-foto Bus Bertuliskan Transjakarta yang Teronggok Rongsok!

Saya geli mendengarnya, tidak bisa membayangkan bagaimana caranya melatih babi hutan. Pekerjaan saya memang mengasyikkan. Apalagi keluar-masuk hutari sudah lama saya geluti sejak SMU. Apalagi pemandangan Aceh yang elok dan tidak saya temui di daerah lain membuat saya betah. Namun, ada halangannya, yakni soal keamanan. Saat itu keadaan Aceh sedang gawat-gawatnya. Pekerjaan saya juga terganggu karena saya tidak dapat leluasa lagi keluar-masuk hutan.

Karena kondisi keamanan makin memburuk, saya terpaksa pulang kampung ke Malang. Saya tidak tahu lagi bagaimana nasib gajah-gajah saya dan teman-teman pawang lain. Kabarnya, sebagian binatang itu dipindahkan ke Sumatra Utara. Sebagian pawangnya juga minta dipindahtugaskan karena alasan keamanan. Praktis kegiatan berurusan dengan gajah di Aceh harus ditinggalkan.

Sedih juga rasanya, saya masih menyimpan banyak kenangan indah bersama kaum gajah. Saya berharap, suatu saat saya dapat menemui gajah-gajah kesayangan dan teman-teman saya lagi. Tapi entah kapan, saya tidak tahu. (Agus Surono/Majalah Intisari)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Sumber : Majalah Intisari

Baca Lainnya