Pencipta Keluarga Cemara Itu Telah Berpulang. Selamat Jalan Arswendo Atmowiloto yang Selalu Bilang Mengarang Itu Gampang!

Jumat, 19 Juli 2019 | 18:49
TRIBUNNEWS

Arswendo Atmowiloto menderita penyakit kanker prostat

Fotokita.net - Pencipta "Keluarga Cemara" itu telah berpulang. Ia yang juga membuat buka "Mengarang Itu Gampang" menderita kanker prostat, yang kemudian merenggut nyawanya. Dialah,Arswendo Atmowiloto sastrawan dan wartawan senior yang meninggal dunia pukul 17.50, Jumat (19/7/2019).

Hal ini dibenarkan Wakil Pemimpin Redaksi Kompas yang juga tetangga dekat Arswendo, Tri Agung Kristanto. "Betul (meninggal dunia), pukul 17.55 anaknya, Soni Wibisono menyampaikan bahwa papa sudah enggak ada," ujar Tri, Jumat sore.

Baca Juga: Butuh Perhatian, Gempa Halmahera Selatan Bikin Warga Banyak Kehilangan. Lihat Foto-foto Menyedihkan Ini!

Berikut profil Arswendo Atmowiloto seperti dikutip dari Badan Bahasa.

Arswendo Atmowiloto mempunyai nama asli Sarwendo. Nama itu diubahnya menjadi Arswendo karena dianggapnya kurang komersial dan terkenal. Lalu, di belakang namanya itu ditambahkan nama ayahnya, Atmowiloto, sehingga namanya menjadi apa yang dikenal luas sekarang. Ia lahir tanggal 26 November 1948 di Solo, Jawa Tengah.

Kolase dari Twitter.com/@harrytjahjono
Kolase dari Twitter.com/@harrytjahjono

Arswendo Atmowiloto, penulis Keluarga Cemara, ternyata sudah 2 bulan ini menderita kanker prostat. Kemarin, Arswendo dikabarkan drop.

Arswendo Atmowiloto menikah dengan Agnes Sri Hartini, pada tahun 1971. Dari pernikahannya itu, mereka memperoleh tiga orang anak, yaitu Albertus Wibisono, Pramudha Wardhana, dan Cicilia Tiara.

Baca Juga: Hape Pabrikan Korea Ini Punya Kamera Depan Canggih. Begini Trik Simpel Ubah Settingan Flip Kamera Biar Foto Enggak Terbalik!

Setelah lulus sekolah menengah atas, Arswendo masuk ke Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra, IKIP Solo, tetapi tidak tamat. Aswendo semula bercita-cita menjadi dokter, tetapi tidak tercapai. Ia pernah mengikuti program penulisan kreatif di Lowa University, Amerika Serikat.

Twitter/harrytjahjono

Harry Tjahjono saat menjenguk Arswendo

Setelah keluar dari Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra, ia bekerja di pabrik bihun dan kemudian di pabrik susu. Ia juga pernah bekerja sebagai penjaga sepeda dan sebagai pemungut bola di lapangan tenis.

Arswendo mulai merintis kariernya sebagai sastrawan sejak tahun 1971. Cerpen pertamanya berjudul “Sleko”, yang dimuat dalam majalah Mingguan Bahari. Di samping sebagai penulis, ia juga aktif sebagai pemimpin di Bengkel Sastra Pusat Kesenian Jawa Tengah, Solo (1972).

Baca Juga: Viral FaceApp, Buat Pemakai Hape Android Ternyata Ada 3 Aplikasi Alternatif Buat Edit Foto Muka Tua!

Setelah itu, ia bekerja sebagai konsultan penerbitan Subentra Citra Media (1974—1990), sebagai pemimpin redaksi dalam majalah remaja Hai, sebagai pemimpin redaksi/penangung jawab majalah Monitor (1986), dan pengarah redaksi majalah Senang (1998).

Arswendo Atmowiloto adalah pengarang serba bisa yang sebagian besar karyanya berupa novel. Isi ceritannya bernada humoris, fantatis, spekulatif, dan suka bersensasi. Karyanya banyak dimuat dalam berbagai media massa, antara lain Kompas, Sinar Harapan, Aktual, dan Horison. Karangannya antara lain diterbitkan oleh penerbit Gramedia, Pustaka Utama Grafiti, Ikapi, dan PT Temprint. Puluhan karyanya telah dibukukan, sebagian diangkat ke layar televisi dan film.

Ketika menjabat sebagai pemimpin redaksi tabloid Monitor, ia ditahan dan dipenjara karena satu jajak pendapat. Ketika itu, tabloid Monitor memuat hasil jajak pendapat mengenai tokoh pembaca. Arswendo terpilih menjadi tokoh nomor 10, satu tingkat di atas Nabi Muhammad SAW, yang terpilih menjadi tokoh nomor 11. Sebagian masyarakat muslim marah dan terjadi keresahan di tengah masyarakat. Arswendo kemudian diproses secara hukum dan divonis hukuman lima tahun penjara karena tulisannya dianggap subversi dan melanggar Pasal 156 A KUHP dan Pasal 157 KUHP. Setelah itu, ia menyatakan penyesalannya dan meminta maaf kepada masyarakat melalui media TVRI dan beberapa surat kabar ibu kota.

Baca Juga: Tahun 2018 Jakarta Jadi Kota dengan Polusi Udara Paling Buruk di Asia Tenggara. Kini Bambu Getih Getah Jadi Korbannya!

Ketika ia berada di dalam tahanan, ia menulis cerita bernada absurditas, humoris (anekdot), dan santai. Cerita tersebut bertema kehidupan orang tahanan beserta masyarakat umum di ibu kota yang mengalami keputusasaan dalam menghadapi sesuatu yang sulit. Arswendo pernah mendapat kecaman dan dianggap sebagai pengkhianat karena pendapatnya yang dianggapnya keliru oleh para pengamat sastra. Aswendo berpendapat bahwa “Sastra Jawa telah mati”. Ia sangat menghargai penulis komik, khususnya komik wayang dan silat yang dianggap banyak berjasa dalam pendidikan anak.

Karya Arswendo antara lain berupa naskah drama, cerpen, novel, dan puisi. Berikut adalah karyanya: 1. Sleko (1971) 2. Ito (1973) 3. Lawan Jadi Kawan (1973) 4. Bayiku yang Pertama: Sandiwara Komedi dalam 3 Babak (1974) 5. Sang Pangeran (1975) 6. Sang Pemahat (1976) 7. Bayang-Bayang Baur (1976) 8. 2 x Cinta (1976) 9. The Circus (1977) 10. Semesta Merapi Merbabu (1977) 11. Surat dengan Sampul Putih (1979) 12. Saat-Saat Kau Berbaring di Dadaku (1980) 13. Dua Ibu (1981) 14. Saat-Saat (1981) 15. Pelajaran Pertama Calon Ayah (1981) 16. Serangan Fajar (1982) 17. Airlangga (1985) 18. Anak Ratapan Insan (1985) 19. Pacar Ketinggalan Kereta (skenario dari novel Kawinnya Juminten,1985) 20. Pengkhianatan G30S/PKI (1986) 21. Dukun Tanpa Kemenyan (1986) 22. Akar Asap Neraka (1986) 23. Garem Koki (1986) 24. Canting: Sebuah Roman Keluarga (1986) 25. Indonesia from the Air (1986) 26. Telaah tentang Televisi (1986) 27. Lukisan Setangkai Mawar: 17 Cerita Pendek Pengarang Aksara (1986) 28. Tembang Tanah Air (1989) 29. Menghitung Hari (1993) 30. Oskep (1994) 31. Abal-abal (1994) 32. Berserah Itu Indah: Kesaksian Pribadi (1994) 33. Auk (1994) 34. Projo & Brojo (1994) 35. Sebutir Mangga di Halaman Gereja: Paduan Puisi (1994) 36. Khotbah di Penjara (1994) 37. Sudesi: Sukses dengan Satu Istri (1994) 38. Suksma Sejati (1994) 39. Surkumur, Mudukur, dan Plekenyun (1995) 40. Kisah Para Ratib (1996) 41. Darah Nelayan (2001) 42. Dewa Mabuk (2001) 43. Kadir (2001) 44. Keluarga Bahagia (2001) 45. Keluarga Cemara 1 46. Keluarga Cemara 2 (2001) 47. Keluarga Cemara 3 (2001) 48. Pesta Jangkrik (2001) 49. Senja yang Paling Tidak Menarik (2001) 50. Dusun Tantangan (2002) 51. Mencari Ayah Ibu (2002) 52. Mengapa Bibi Tak ke Dokter (2002) 53. Senopati Pamungkas (1986/2003) 54. Fotobiografi Djoenaedi Joesoef: Senyum, Sederhana, Sukses (2005)

Penghargaan

1. Hadiah Zakse (1972) untuk esainya yang berjudul “Buyung Hok dalam Kreativitas Kompromi”

2. Hadiah Perangsang Minat Menulis dalam Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara DKJ (1972 dan 1973) untuk dramanya yang berjudul “Penantang Tuhan” dan “Bayiku yang Pertama”

3. Hadiah Harapan Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara DKJ (1975) untuk damanya “Sang Pangeran” dan “Sang Penasehat”

4. Penghargaan ASEAN Award di Bangkok untuk bukunya Dua Ibu dan Mandoblang (buku anak-anak)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya