Fotokita.net - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah memeriksa Bharada E, ajudan Kadiv Propam Polri non aktif Irjen Ferdy Sambo. Dari pemeriksaan itu, gelagat ajudan Irjen Ferdy Sambo sebelum insiden penembakan Brigadir Yosua atau Brigadir J dibongkar. Jenderal polisi yang pernah jadi tukang gebuk teroris ini sampai dibikin terheran-heran. Foto Bharada E datangi Komnas HAM jadi pemicunya.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam sudah menyampaikan keterangan resmi kepada wartawan terkait pemeriksaan terhadap para ajudan Irjen Ferdy Sambo. Salah satu ajudan yang diperiksa, Bharada E, yang terus menyita perhatian publik.Dalam pemeriksaan itu, para ajudan Irjen Ferdy Sambo diperiksa secara terpisah.
Gelagat Bharada E akhirnya dibongkar. Jenderal tukang gebuk teroris ini sampai dibikin terheran-heran. Foto ajudan Ferdy Sambo mendatangi Komnas HAM jadi pemicunya.
Komnas HAM sengaja memeriksa para ajudan Irjen Ferdy Sambo sendiri-sendiri lantaran ingin mendapatkan keterangan sejujur-jujurnya dari setiap personel.
"Ini penting untuk melihat sesuatu yang kami dapatkan sendiri oleh Komnas HAM. Untuk melihat constrain waktu dan melihat konteks yang terjadi dalam constrain waktu itu, termasuk tadi yang saya bilang di awal soal tertawa, tertawa," terang Anam.
Bharada E, salah satu ajudan Irjen Ferdy Sambo yang ikit diperiksa, datang belakangan. Dia terpisah dari 5 ajudan yang sudah lebih dulu datang sejak Selasa (26/7/2022) pagi. Pemeriksaan Bharada E selesai lebih lama dibandingkan dengan lima ajudan lainnya. Lima ajudan Irjen Ferdy Sambo selesai diperiksa pukul 16.25 WIB. SedangkanBharada E selesai diperiksa dan meninggalkan Komnas HAM pada pukul 18.24 WIB.
Satu ajudan yang belum hadir diketahui saat ini keberadaannya masih di luar kota. Komnas HAM akan menjadwalkan ulang untuk proses pemeriksaan yang bersangkutan.
Dari pemeriksaan itu, gelagat ajudan Irjen Ferdy Sambo sebelum insiden baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E dibongkar Komnas HAM. Dari situ, Komnas HAMmendapat sejumlah temuan menarik tentang Brigadir J atau Brigadir Yosua.
Temuan itu terutama terkait tentang apa dan bagaimana situasi yang melingkupiBrigadir Yosua sebelum ajalnya pada 8 Juli 2022, yang oleh polisi berdasar keterangan resmi Mabes Polri disebut tewas dalam baku tembak dengan Bharada Edi rumah dinas Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Bharada E, ajudan Ferdy Sambo yang menembakBrigadir Yosuamemberikan sejumlah pengakuan kepada Komnas HAM. "Sebelum Jumat (hari kematian Brigadir J) kami tarik ke belakang, kami tanya semua apa yang terjadi, bagaimana peristiwanya, bahkan kondisinya kayak apa, itu salah satu yang penting.
Misalnya begini, kondisinya bercanda-canda tertawa atau tegang, itu kami tanya," terang Anam panjang lebar saat menggelar konferensi pers terkait hasil pemeriksaan di Kantor Komnas HAM.
Anam menerangkan, para ajudan Irjen Ferdy Sambo yang diperiksa menyatakan kalau mereka masih tertawa-tawa saat itu. Rentang waktunya bahkan sangat dekat dengan insiden penembakan tersebut.
"Beberapa orang yang ikut dalam forum (perkumpulan) itu ngomongnya memang tertawa. Itu yang kami tanya. Jadi kami lihat spektrum bagaimana kondisinya," Anam menjelaskan.
Sayangnya, Anam tidak menjelaskan secara detail topik apa yang sedang dibahas para ajudan sehingga membuat mereka tertawa. Kata Anam, kondisi saat itu sangat rukun dan santai, tidak timbul ketegangan apapun.
"Soal tertawa kita tanya, ini kondisinya (ada) tekanan atau nggak dan sebagainya, (dijawab) bagaimana tekanan, orang tertawa-tawa kok. Itu banyak yang ngomong demikian," ucapnya.
Gelagat Bharada E dibongkar, jenderal tukang gebuk teroris ini sampai dibikin terheran-heran. Foto ajudan Ferdy Sambo mendatangi Komnas HAM jadi pemicunya.
Jenderal tukang gebuk teroris itu adalah mantan Kadensus 88 Antiteror Polri, Irjen Pol (Purn) Bekto Suprapto. Jenderal bintang dua ini menyebut, Bharada E sebagai sosok yang sangat sakti karena kekuatannya bisa melebihi jenderal.
Bekto meyakini bahwa Bharada E punya daya tarik yang paling tinggi dalam kasus tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J. Bharada E disebut Bekto sebagai orang yang paling punya kekuatan tinggi dalam kasus ini dan paling sakti.
Bekto Suprapto menyampakain hal itu saat berbincang-bincang dengan Mantan Kadiv hukum Polri, Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi dan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim Polri), Susno Duadji dalam video yang diunggah lewat kanal YouTube Polisi Ooh Polisi, Kamis 28 Juli 2022.
"Bharada E ini terkesan sebagai sosok yang paling menarik perhatian," kata Bekto Suprapto. "Bahkan tokoh yang paling kuat, paling sakti. Dianggap melebihi jenderal kekuatannya," tambahnya.
Selain dianggap sebagai sosok sakti, Bharada E juga dinilai layaknya seseorang yang sangat misterius.
Mantan Kadiv Hukum Polri, Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi mengungkapkan bahwa sebenarnya sosok Bharada E ini mampu membuat pemberitaan menjadi sangat booming saat ini.
"Lebih hebatnya lagi, kemarin dia (Bharada E) menghilang. Eh sekarang datang lagi, dia datang ke Komnas HAM dikawal sama banyak polisi," kata Aryanto Sutadi. Dalam foto yang banyak beredar di media, Bharada E mendatangi Komnas HAM dengan pengawalan ketat dari pihak kepolisian.
"Yang dikawal kan cuma jenderal. Berarti dia melebihi jenderal. Ada perwira lagi yang mengawal. Mungkin besok-besok dia bisa jadi saksi, jadi tersangka atau nggak jadi. Makanya itu kenapa dia disebut sakti," terang jenderal bintang dua ini dengan terheran-heran.
Meski tidak pernah mendengar adanya kabar Bharada E diperiksa, tetapi Aryanto meyakini bahwa sosok yang diduga telah membunuh Brigadir J itu sudah dilakukan pemeriksaan oleh pihak kepolisian.
Namun, dia merasa ada keanehan apabila hasil pemeriksaan tersebut tidak diungkap secara publik dengan alasan dapat mengganggu proses penyelidikan.
"Bharada E pasti sudah diperiksa penyidik maupun tim khusus yang dibentuk Kapolri. Kenapa? Keterangan dia bilang membela diri lalu menembak lima kali dari siapa kalau bukan keterangan saksi," papar Aryanto.
"Cuma oleh polisi tidak dipublis. Karena itu dianggap bisa mengganggu jalannya penyidikan. Itu lucunya. Alasannya kan sering begitu polisi," sambungnya. Aryanto menganggap Bharada E lebih sakti karena para jenderal saja sudah dinonaktifkan statusnya, tetapi justru dia belum dilakukan penindakan apapun.
"Tiga perwira itu nonaktif untuk menghilangkan hambatan psikologis. Tapi kalau Bhadara E mau dinonaktifkan atau mau dipecat nggak ada pengaruhnya terhadap penyidikan ini." tutupnya.
Dalam kesempatan berbeda, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan bahwa polisi telah melanggar beberapa aturan dalam berupaya mengungkap kasus tewasnya Brigadir J.
Bambang meyakini bahwa ada beberpaa aturan dasar yang jelas dilanggar dalam mencoba memecahkan misteri tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat di rumah Kadiv Propam Ferdy Sambo.
Aturan yang dilanggar yakni ada tempat kejadian perkara (TKP) dan terkait pelaksanaan prarekonstruksi. Satu lagi ada yang berkiatan erat dengan penggunaan senjata api bagi personel Polri yang bertugas sebagai ajudan atau pengawal perwira tinggi."Itu beberapa Peraturan Kapolri (Perkap) yang dilanggar," ucap Bambang, Kamis (28/7/22).
Kasus ini juga menjadi geger karena adanya salah langkah dri tindakan dan juga pernyataan-pernyataan yang disampaikan Polri. Langkah yang dimaksud yakni adanya tindakan pengambilan CCTV, karena disebut telah melanggar Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009.
Lantas, polisi juga dianggap salah karena terus menerus menunda pengumuman kepada publik, mengalihkan isu dari penembakan menjadi pelecehan seksual. Berikutnya, tidak menghadirkan tersangka penembakan dan kejanggalan-kejanggalan yang tidak diterima nalar publik.
Seluruh kejanggalan-kejanggalan yang terjadi disebutnya telah disebabkan oleh ksemua kejanggalan itu bermuara pada ketidakpercayaan kepada institusi Polri
"Kita apresiasi langkah yang diambil Kapolri, meski agak terlambat dan seolah menunggu desakan publik. Ke depan harapannya bukan hanya penonaktifan Kadiv Propam, tetapi juga semua jajaran yang terlibat dalam upaya-upaya menutupi kasus ini hingga tiga hari baru diungkap ke publik," tuturnya.
"Berdasarkan ketentuan di atas, rekonstruksi merupakan salah satu teknik dalam metode pemeriksaan yang dilaksanakan penyidik dalam proses penyidikan," tandas Bambang.
(*)