Fotokita.net - Suami Mayangsari bisa bangkrut mendadak, dituntut ganti rugi Rp 584 miliar ke perusahaan Singapura, pundi-pundi uang keluarga Cendana kini dirampas negara.
Gugatan suami Mayangsari, Bambang Trihatmodjo, atas Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani kalah di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta.
Hal ini lantaran majelis persidangan menyatakan gugatan yang diajukan Bambang Trihatmodjo atas Menkeu Sri Mulyani dinyatakan tak diterima.
Tak diterimanya gugatan Bambang Trihatmodjo atas Menkeu Sri Mulyani seusai dengan amar putusan PTUN Jakarta, pada Kamis (4/3/2021) lalu.
Pembacaan putusan dilakukansecara elektronik (E-Court)dan telah dilaksanakan, pada Kamis (4/3/2021).
Sebagaimana dikutipdari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara PTUN Jakarta, suami Mayangsari sah dicegah ke luar negeri.
Tak hanya itu, putra presiden kedua Indonesia itu juga harus menanggung seluruh biaya perkara.
Putusan tersebut sah dengan ketua majelis Dyah Widiastuti serta anggota Indah Mayasari dan Elfiany.
Sebagai informasi, duduk perkara gugatan yang dilayangkan Bambang Trihatmodjo bermula dari dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) tentang pencekalan suami Mayangsari untuk bepergian ke luar negeri.
Gugatan pertama kali dilayangkan suami Mayangsari pada Selasa, 15 September 2020 lalu dengan nomor perkara 179/G/2020/PTUN.JKT.
Pencegahan ayah Khirani Trihatmodjo ke luar negeri dilakukan Menkeu Sri Mulyani lantaran memiliki utang kepada negara yang belum tuntas, terkait penyelenggaraan SEA Games 1997 lalu.
Staf khusus Menkeu Sri Mulyani, Yustinus Prastowo bahkan pernah menyampaikan, SK Menteri Keuangan No 108/KM.6/2020 tersebut dapat dicabut bila Bambang Trihatmodjo telah melunasi utangnya.
“Utangnya sendiri merupakan pelimpahan dari Setneg (Sekretariat Negara). Kemenkeu hanya menjalankan tugas penagihan utang negara,” ujar Yustinus kepada KONTAN, Kamis (17/9/2020), sebagaimana dilansirdari laman Tribunnews, pada Jumat (5/3/2021).
Piutan atau tagihan terhadap Bambang Trihatmodjo dialihkan oleh Setneg ke Kementerian Keuangan, yakni Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemkeu.
“Utang terkait penyelenggaran SEA Games tahun 1997. Jadi kami hanya menjalankan penagihan, memberikan peringatan, terus melakukan pencekalan karena ada pelimpahan kasus dari Setneg,” ungkap Yustinis.
Suami penyanyi Mayangsari, Bambang Trihatmodjo kembali menjadi sorotan.
Melansir Kompas.com, Bambang Trihatmodjo bersama dua saudaranya yakni Siti Hardianti Hastuti Rukmana dan Sigit Harjojudanto digugat oleh perusahaan asal Singapura, Mitora Pte.Ktd. ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Selain itu, Mitora juga menggungat Yayasan Harapan Kita (YHK), Soehardjo Soebardi, Sekretariat Negara (Sekneg) Republik Indonesia, Pengurus Taman Mini Indonesia Indah (TMII), serta Kantor Pertanahan (Kantah) Jakarta Pusat.
Mengutip laman PN Jakarta Pusat, Mitora melayangkan tuntutan ke PN Jakarta Pusat pada 8 Maret 2021 dengan nomor perkara 146/Pdt.G/2021/PN Jkt.Pst atas klasifikasi perbuatan melawan hukum.
Dalam petitum gugatan itu, Mitora meminta pengadilan menyatakan sah dan berharga sita jaminan properti berupa sebidang tanah dan bangunan beserta seluruh isinya yang terletak di Jl Yusuf Adiwinata Nomor 14, Menteng, Jakarta Pusat.
Mitora menuntut para tergugat dan turut tergugat secara renteng untuk membayar kewajiban sebesar Rp 500 miliar dan kerugian immateriil senilai Rp 84 miliar.
Sehingga, total kewajiban dan kerugian immateriil yang harus dibayarkan para tergugat dan turut tergugat sebesar Rp 584 miliar.
Selain itu, Mitora meminta para turut tergugat yaitu Yayasan Harapan Kita, Soehardjo Seobardi, Pengurus TMII, serta Kantah Jakarta Pusat untuk melaksanakan putusan tersebut.
Pada akhir petitum, Mitora meminta para tergugat yakni ketiga anak mantan Presiden Soeharto beserta Yayasan Harapan Kita untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara tersebut secara tanggung renteng.
Digugatnya lima anak Soeharto dan peralihan hak pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dari yayasan milik keluarga cendana ke Sekretariat Negara menjadi sejarah baru bagi proyek mercusuar di era Orde Baru tersebut.
TMII merupakan sebuah proyek yang diinspirasi oleh Siti Hartinah alias Tien Soeharto, istri Presiden Soeharto.
Selama 44 tahun TMII dikelola oleh Yayasan Harapan Kita milik keluarga cendana.
Kini pemerintah lewat Kementerian Sekretariat Negara mengambil alih hak pengelolaan TMII dari Yayasan Harapan Kita setelah diterbitkannya Perpres No. 19 Tahun 2021.
Adapun TMII mulanya diinspirasi oleh Tien Soeharto. Kala itu Tien Soeharto tengah mengunjungi Disneyland di Amerika Serikat (AS) pada 1971.
Ketika melihat Disneyland, Tien Soeharto lantas bermimpi bisa membangun taman bermain seperti Disneyland dengan menonjolkan spirit ke-Indonesiaan.
Tien Soeharto ingin membuat miniatur Indonesia dalam sebuah taman bermain yang besarnya hampir sama seperti Disneyland.
Namun Ide Tien Soeharto terkait pembangunan taman bermain miniatur Indonesia yang dinamai Mini itu ternyata memunculkan protes dari mahasiswa.
Sejak rencanan pembangunan TMII didengungkan Tien Soeharto pada 1971, mahasiswa getol melancarkan berbagai aksi protes untuk menolaknya.
Aksi penolakan mahasiswa terhadap rencana pembangunan TMII dipicu saat Tien Soeharto mengumukan biaya pembangunan TMII yang mencapai Rp 10,5 miliar. Padahal di saat yang sama Soeharto tengah menyampaikan anjuran hidup prihatin lantaran sebagian besar masyarakat masih hidup dalam taraf kemiskinan.
Dalam beberapa kesempatan, Soeharto juga menekankan agar pembangunan didasarkan pada skala prioritas.
Alhasil, ide pembangunan TMII tersebut di tengah masih banyaknya masyarakat miskin dinilai tidak prioritas oleh para mahasiswa.
Protes datang dari mahasiswa dalam bentu diskusi dan seminar. Akibat derasnya protes dari mahasiswa terhadap rencana pembangunan TMII, Tien Soeharto sampai menggelar konferensi pers yang juga dihadiri para pejabat tinggi negara.
Dalam keterangannya, sebagaimana dikutip dari pemberitaan Harian Kompas pada 8 Januari 1972, Tien Soeharto mengatakan pembangunan TMII telah mengikuti prosedur yang semestinya.
Terkait sumbangan dari pemerintah kepada Yayasan Harapan Kita selaku pengelola pembangunan TMII, Tien Soeharto menjawab tak ada masalah.
Ia menilai wajar bila Yayasan Harapan Kita yang diketuai olehnya mendapat seumbangan dari pemerintah untuk pembangunan TMII.
“Akan tetapi kalau pemerintah memberikan sumbangan apa salahnya,” kata Tien Soeharto dikutip dari Harian Kompas pada 8 Januari 1972.
Pembangunan TMII terus dikebut meskipun gelombang protes dari mahasiwa terus mengalir.
Puncaknya, kekesalan mahasiswa terhadap pembangunan TMII terakumulasi dengan masalah kemiskinan dan korupsi pemerintahan terwujud dalam peristiwa Malari (Malapetaka 15 Januari 1974).
Setelah kerusuhan Malari mereda, pembangunan TMII semakin dikebut. Mimpi Tien Soeharto pun akhirnya terwujud.
Pada 20 April 1975, TMII diresmikan. Hampir selama 44 tahun, Yayasan Harapan Kita yang dipimpin keluarga cendana mengelola TMII.
Kini pemerintah mengambil alih hak pengelolaan TMII dari Yayasan Harapan Kita berdasarkan Perpres No. 19 Tahun 2021.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengungkapkan, terbitnya Perpres ini dilatarbelakangi masukan banyak pihak soal TMII.
Salah satunya rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pratikno menjelaskan, sebelumnya dasar hukum soal TMII merujuk kepada Keppres Nomor 51 Tahun 1977.
"Menurut Keppres itu, TMII merupakan milik negara Republik Indonesia yang tercatat di Kemensetneg yang pengelolaannya diberikan kepada Yayasan Harapan Kita," ungkap Pratikno.
"Sudah hampir 44 tahun Yayasan Harapan Kita mengelola milik negara ini," lanjutnya.
Pratikno menyebut, negara memiliki kewajiban melakukan penataan TMII guna memberikan manfaat seluas-luasnya kepada masyarakat.
Selain itu agar TMII nantinya dapat berkontribusi kepada keuangan negara.
Pratikno menambahkan, dengan adanya Perpres Nomor 19 Tahun 2021 ini, maka berakhir pula pengelolaan TMII yang selama ini dilakukan oleh Yayasan Harapan Kita.
(*)