Normalisasi Sungai Dihapus, Begini Cara Anies Baswedan Hilangkan Banjir di Kampung Melayu, Padahal Zaman Ahok Masih Kelelep Air

Rabu, 10 Februari 2021 | 14:41
instagram @aniesbaswedan

Anies Baswedan di Kampung Melayu pada 20 februari 2017 dan 9 Februari 2021 setelah menjadi GUbernur DKI. Anies sukse tangani banjir Jakarta

Fotokita.net - Normalisasi sungai dihapus, begini cara Anies Baswedan hilangkan banjir di Kampung Melayu, padahal zaman Ahok masih kelelep air.

Program normalisasi sungai di DKI Jakarta kembali disorot publik. Kali ini, program normalisasi dihapus dari draf perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2017-2022.

Dalam draf RPJMD halaman IX 79 disebutkan bahwa penanganan banjir di Ibu Kota akan menggunakan beberapa program yang telah disiapkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, salah satunya naturalisasi dan naturalisasi.

Namun, kata "normalisasi" hilang di dalam draf perubahan RPJMD, tepatnya di halaman IX-105.

Baca Juga: Hubungan dengan Gerindra Disebut Retak, Siapa Sangka Anies Baswedan Sudah Lama Diincar Partai Pemenang Pemilu, Ini Faktanya

Menanggapi penghapusan normalisasi itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, seluruh program dalam draf perubahan RPJMD, disusun demi kepentingan masyarakat.

"Prinsipnya program RPJMD yang disusun oleh Pemprov DKI Jakarta dibuat sedemikian mengakomodir masukan dari semua pihak dan kita buat sebaik mungkin untuk kepentingan kebaikan masyarakat Jakarta Pemprov DPRD dan semuanya," kata Riza dalam keterangan suara, Selasa (9/2/2021).

Riza menyebut, draf perubahan RPJMD 2017-2022 masih dalam proses pembahasan dan masih berpeluang untuk didiskusikan kembali.

Baca Juga: Foto Bareng Keluarga Cendana Disebar Kemana-mana, Susi Pudjiastuti Malah Beri Respon Tak Terduga, Penyebarnya Jadi Malu Sendiri

Untuk lebih memahami tentang program normalisasi, ini kilas balik program normalisasi hingga dihapus di era kepemimpinan Anies.

1. Dimulai tahun 2012

Program normalisasi Sungai Ciliwung dikerjakan setelah banjir besar melanda Jakarta pada 2012.

Normalisasi merupakan program pengendalian banjir yang dilaksanakan berdasarkan Perda Khusus Ibu Kota DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta.

Perda tersebut mengamanatkan pengembangan prasarana pengendalian banjir dan drainase, salah satunya normalisasi aliran 13 sungai.

Baca Juga: Dibubarkan Hingga Jadi Ormas Terlarang, FPI Kena Karma Ahok? Begini Ucapan Mantan Gubernur DKI Jakarta yang Kembali Viral

Program normalisasi kemudian kembali ditegaskan dalam Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 dan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.

Normalisasi didefinisikan sebagai program pelebaran sungai dengan pemasangan turap beton yang bertujuan untuk mengatasi persoalan banjir Ibu Kota.

Pelebaran sungai dilakukan karena mengecilnya kapasitas sungai akibat pendangkalan dan penyempitan badan sungai, dinding yang rawan longsong, aliran air yang belum terbangun dengan baik, hingga penyalahgunaan untuk pemukiman warga. Program normalisasi dikerjakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Pemprov DKI Jakarta.

Dalam hal ini, Pemprov DKI Jakarta bertugas untuk pembebasan lahan. Sementara, BBWSCC membangun infrastrukturnya.

Baca Juga: Hore! Gaji PNS Naik Tahun Ini, Berikut Rincian Pendapatan ASN yang Direvisi Pemerintah, Totalnya Bikin Iri Karyawan Swasta

2. Total normalisasi sepanjang 33 kilometer

Panjang Sungai Ciliwung yang harus dinormalisasi adalah 33,69 kilometer. Jalur normalisasi itu terbentang dari Jembatan Jalan TB Simatupang hingga Pintu Air Manggarai.

Program normalisasi mulai dikerjakan pada era kepemimpinan Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2013.

Hingga tahun 2017, baru 45 persen atau 16 kilometer aliran Sungai Ciliwung yang dinormalisasi.

"Jadi dari 33,69 kilometer yang ingin kami kerjakan (normalisasi), dari 2013 sampai 2017, baru 16 kilometer yang sudah dikerjakan. Jadi baru 45 persen," kata Bambang pada 15 November 2019.

Baca Juga: Sakit Radang Usus Akut, Ini Alasan Polri Tolak Penangguhan Penahanan Ustaz Maaher At-Thuwailibi Meski Dapat Jaminan 9 Ulama

Normalisasi Ciliwung itu dibagi empat ruas. Pertama, pembangunan tanggul ruas Jembatan Tol TB Simatupang-Jembatan Condet sepanjang 7,58 kilometer.

Namun, normalisasi baru terealisasi sepanjang 3,47 kilometer.

Kedua, pembangunan tanggul ruas Jembatan Condet-Jembatan Kalibata sepanjang 7,55 kilometer.

Normalisasi baru direalisasikan sepanjang 3,1 kilometer. Ketiga, pembangunan tanggul ruas Jembatan Kalibata-Jembatan Kampung Melayu baru terealisasi 4,67 kilometer dari panjang 8,82 kilometer.

Terakhir, normalisasi ruas Jembatan Kampung Melayu-Pintu Air Manggarai baru terealisasi 4,95 kilometer dari rencana 9,74 kilometer.

Baca Juga: Akui Sudah Terima Surat Soal Isu Kudeta Demokrat, Jokowi Malah Mantap Beri Jawaban Ini Buat Anak SBY

3. Terhenti tahun 2018, dilanjutkan tahun 2020

Pada 2018, program normalisasi sempat terhenti karena minimnya pembebasan lahan yang dilakukan Pemprov DKI.

BBWSCC pun tidak menganggarkan normalisasi Sungai Ciliwung dalam APBN 2018-2019. Program normalisasi kembali dilanjutkan pada 2020.

Normalisasi dilakukan pada lahan sepanjang 1,5 kilometer di Pejaten Timur, Jakarta Selatan yang sudah dibebaskan sebelumnya oleh Pemprov DKI.

Baca Juga: Jadi Tersangka Karena Pasar Muamalah, 2 Ulama Ini Pengaruhi Zaim Zaidi Pakai Uang Dinar dan Dirham dalam Setiap Transaksinya

4. Diganti program naturalisasi hingga dihapus

Di era kepemimpinan Anies, program normalisasi diganti menjadi naturalisasi. Naturalisasi yang dimaksud Anies, dilakukan dengan menghidupkan ekosistem sungai.

Selain itu, airnya akan dijernihkan sehingga bisa menjadi habitat hewan. Tahun 2020, Riza menyebut normalisasi dan naturalisasi tetap berjalan beriringan untuk mengendalikan banjir di Ibu Kota.

Menurut Riza, program normalisasi 13 sungai di Jakarta merupakan kewenangan pemerintah pusat. Sedangkan naturalisasi sungai merupakan program Pemprov DKI.

"Kami sendiri punya program naturalisasi, dua-duanya bisa diterapkan. Jadi dilihat situasi dan kondisi mana sungai-sungai lakukan dengan program normalisasi dan mana program naturalisasi," ujar Riza, 19 Oktober 2020.

Namun, kini program normalisasi telah dihapus dari draf perubahan RPJMD.

Baca Juga: Kerap Balas Cuitan dengan Komentar Menohok, Kini Susi Pudjiastuti Malah Lakukan Ini Usai Disindir Profesor Unair

Kampung Melayu tidak banjir walaupun Jakarta dan wilayah Jabodetabek terus diguyur hujan deras selama beberapa hari belakangan.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun mengungkapkan caranya menangani banjir Jakarta, terutama mengatasi banjir di Kampung Melayu,

Hal itu ditulis dalam postingan terbaru Anies Baswedan di akun instagram @aniesbaswedan.

Dalam postingan itu ditampilkan pula foto sasat Anies mendatangi warga RW 04 di Cipinang Melayu pada masa kampanye di bulan Februari 2017.

Baca Juga: Adukan Ulah Abu Janda ke Wapres, Sahabat Habib Rizieq Ini Murka Usai Dituding Jadi Penyebab Kasus Sang Pegiat Media Sosial

Artinya saat itu Pemprov DKI Jakarta masih dalam kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama alilas Ahok.

Saat itu kondisi Kampung Melayu Banjir dan Anies Baswedan tampak memeluk ibu Rumiati di tengah banjir.

Berikutnya ditampilkan pula foto Anies Baswedan bertemu dengan Ibu Rumiati pada malam tadi.

Rupanya malam tadi tidak ada banjir di Kampung Melayu.

Baca Juga: Nama Munarman Keluar dari Mulut Terduga Teroris, Sosok Ini Malah Sebut FPI Punya Ritual Berbeda dengan ISIS: 'Mereka Seperti Orang NU'

"Bahagia sekali tadi malam dapat berjumpa kembali dengan beliau dalam keadaan sehat dan tidak berbasah-basahan," tulis @aniesbaswedan.

Selanjutnya, inilah tulisan lengkap yang ada di instagram @aniesbaswedan:

Alhamdulillah, tahun ini dapat kembali mengunjungi RW 04 kelurahan Cipinang Melayu. Kampung yang dilewati Kali Sunter ini biasanya kalau musim hujan akan terjadi banjir yang amat tinggi, bahkan tahun lalu terendam sampai 3 meter. Tapi pada musim penghujan kali ini tak diterjang banjir.

Belajar dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta berupaya keras menanggulangi banjir di Kampung Cipinang Melayu ini. Kita memberikan perhatian dan penanganan menyeluruh dari hulu Kali Sunter yang kerap kali menjadi penyebab utama dari luapan air ke kampung tersebut.

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Makin Parah, Hotel Bintang 5 Putuskan Jualan Nasi Bungkus Rp 7.000, Ternyata Malah Dapat Respon Begini

Jajaran Pemprov DKI melakukan kegiatan Gerebek Lumpur dengan mengerahkan 15 eskavator di tanggul-tanggul dekat aliran Kali Sunter dan membuat sodetan sehingga debit air yang mengalir di Kali Sunter menjadi lebih terkendali.

Di sisi selatan Jakarta Timur Waduk Rangon dan Waduk Tiu dikeruk lalu kemudian disiapkan sodetan khusus sehingga air Kali Sunter dialirkan dan ditahan di waduk, baru mengalir ke sini dengan volume debit yang lebih terkontrol.

Atas izin Allah SWT ikhtiar itu dimudahkan. Kita semua patut bersyukur karena warga kawasan RW 04 dan RW 03 Cipinang Melayu bisa merasakan musim penghujan tanpa kebanjiran.

Meskipun demikian, kita masih memiliki pekerjaan rumah untuk memastikan kembali tak ada banjir di Cipinang Melayu, salah satunya adalah menuntaskan pembuatan tanggul di sepanjang RW 04 dan 03 Cipinang Melayu, karena kini tanggul tersebut masih bersifat temporer.

Baca Juga: Belum Ada yang Dijadikan Tersangka, Sahabat Habib Rizieq Ini Malah Dicecar 23 Pertanyaan Saat Jadi Saksi Kasus Abu Janda

KONSEP ANIES TANGANI BANJIR BEDA DENGAN AHOK

Sejak awal menjabat Gubernur DKI Jakarta menggantikan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Anies memang memiliki konsep yang berbeda dengan Ahok dalam penanganan banjir.

Jika Ahok giat melakukan normalisasi sungai dengan mengerjakan proyek-proyek sheet pile dan banyak menggusur warga, Anies justru mengedepankan konsep naturalisasi dalam penanganan banjir

Melansir pemberitaan Harian Kompas, 6 Mei 2019, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan punya program andalan naturalisasi sebagai solusi banjir ibu kota.

Dalam program naturalisasi, Anies berjanji tidak ada penggusuran dalam merevitalisasi sungai.

Ia mengedepankan konsep naturalisasi, seperti tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air secara Terpadu dengan Konsep Naturalisasi.

Baca Juga: Disindir Pakai Foto Ngopi Moeldoko, Mantan Jubir SBY Malah Singgung Perbedaan Kudeta Myanmar dengan Indonesia: Jenderal Mau Kudeta Mayor

Di dalam Pergub, naturalisasi didefinisikan sebagai cara mengelola prasarana sumber daya air melalui konsep pengembangan ruang terbuka hijau dengan tetap memperhatikan kapasitas tampungan, fungsi pengendalian banjir, dan konservasi.

Salah satu penerapan naturalisasi di sungai adalah menggunakan bronjong batu kali untuk turap sungai.

Penggunaan bronjong mengharuskan tebing sungai harus landai. Ini berbeda dengan konsep turap beton dalam normalisasi.

Baca Juga: Tolak Mentah-mentah Permintaan Militer Amerika, Jokowi Akhirnya Ungkap Sikap Indonesia Pada Konflik Laut China Selatan

Karena tebing mesti landai, Pemprov DKI harus menyediakan lahan selebar minimal 12,5 meter masing-masing di kiri dan kanan sungai untuk membuat tebing.

Dengan demikian, lebar lahan yang mesti tersedia, termasuk untuk daerah sempadan, 80-90 meter.

Selain itu, naturalisasi juga banyak dipraktikkan dengan menanami bantaran kali yang sudah bersih dan lebar dengan berbagai tanaman.

(*)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya