Bantuan Polisi Ditolak Habib Rizieq, Komnas HAM Ungkap Temuan Mengejutkan Soal Penembakan Laskar FPI

Jumat, 08 Januari 2021 | 19:07
ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA

Sejumlah petugas Komnas HAM dan polisi memeriksa satu dari tiga mobil yang dikendarai polisi dan enam laskar FPI dalam kasus penembakan anggota FPI

Fotokita.net - Bantuan polisi ditolak Habib Rizieq Shihab, Komnas HAM ungkap temuan mengejutkan soal penembakan laskar FPI.

Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dilaporkan sakit saat ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.

Untuk diketahui, Rizieq ditahan sejak 12 Desember 2020 atas kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat.

Baca Juga: Maklumat Kapolri Soal Konten FPI Dikritik Mantan Ketua MK, Kompolnas Buka Suara: Dasar Aturannya Ada dan Sah

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, Rizieq sempat menderita asam lambung sehingga kondisi kesehatannya menurun.

Oleh karena itu, Kepolisian langsung menangani Rizieq sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku, di antaranya memberikan bantuan tabung oksigen.

"Kondisi sekarang bagus tadi baru di cek lagi. Kita SOP untuk kesehatan dia kita lakukan betul pengecekan didampingi oleh MER-C," ujar Yusri di Polda Metro Jaya, Jumat (8/1/2021).

Baca Juga: Jadi Idola Usai Menangkan Jokowi di Pilpres 2014, Mantan Ketua MK Sebut FPI Bukan Organisasi Terlarang Seperti PKI Hingga Maklumat Kapolri Dinilai Salah

Meskipun begitu, Rizieq menolak pengobatan dari Kepolisian. Dia lebih memilih untuk menggunakan tabung oksigen miliknya yang selalu dibawa sebelum ditahan.

"Ada CCTV-nya, ada semua. Kami kasih tidak mau, dia (Rizieq) maunya oksigennya dia. Memang sebelum (dia) masuk sini selalu bawa tabung oksigen. Di mobilnya juga ada tabung oksigen," ujar Yusri.

Kini, Kepolisian dan dokter pribadi Rizieq dari MER-C terus memantu kondisi pemimpin FPI yang telah dibubarkan pemerintah itu.

Baca Juga: Berjumpa Saat Masih Jadi Wali Kota Solo, Jokowi Akhirnya Lakukan Permintaan Gus Dur 12 Tahun Lalu, Apa Itu?

Yusri pun menegaskan, kesehatan Rizieq sudah membaik dengan saturasi oksigen berada di angka 98 persen.

"Sehat itu dia sekarang baru dicek lagi sama tim kesehatan dia dan sama kita dia punya oksigen 98 persen," kata Yusri.

Baca Juga: Dibubarkan Paksa Hingga Disebut Organisasi Terlarang, Petinggi FPI Bentuk Organisasi Baru dengan Nama Ini, Habib Rizieq Tak Ikutan?

ISTIMEWA

Petugas Bidokkes Polda Metro Jaya tengah mengecek kondisi kesehatan pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab.

Sementara itu, Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM) telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi atas temuan investigasinya dalam kasus tewasnya enam anggota laskar Front Pembela Islam ( FPI) di Km 5 Tol Jakarta-Cikampek (Japek), Karawang, Jawa Barat, pada 7 Desember 2020.

Dalam temuan investigasinya, Komnas HAM membagi dua konteks peristiwa.

Konteks pertama, dua laskar FPI tewas ketika bersitegang dengan aparat kepolisian dari Jalan Internasional Karawang Barat sampai Km 49 Tol Jakarta-Cikampek.

Baca Juga: Berbeda dengan Habib Rizieq yang Punya 3 Mobil Mewah, Ulama Keturunan Rasul Ini Cuma Pakai Sepeda Hingga Pemakamannya Dihadiri Ratusan Ribu Warga

Sedangkan, tewasnya empat laskar FPI lainnya disebut masuk pelanggaran HAM.

Sebab, keempatnya tewas ketika sudah dalam penguasaan aparat kepolisian.

Adanya pelanggaran HAM ini, Komnas HAM merekomendasikan supaya kasus ini diselesaikan melalui mekanisme pengadilan pidana.

"Peristiwa tewasnya empat orang Laskar FPI merupakan kategori dari pelanggaran HAM.

Baca Juga: Bikin Murka Indonesia, Ternyata Wanita Bule yang Main Slonong Boy ke Markas FPI Anggota Intelijen Jerman, Ini Sosoknya

Karenanya, Komnas HAM merekomendasikan kasus ini harus dilanjutkan ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan Pidana guna mendapatkan kebenaran materiil lebih lengkap dan menegakkan keadilan," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, Jumat (8/1/2021).

Komnas HAM juga merekomendasikan supaya mendalami dan melakukan penegakan hukum terhadap orang-orang yang terdapat dalam dua mobil Avanza hitam bernomor polisi B 1759 PWQ dan mobil Avanza silver B 1278 KJD.

Baca Juga: Kerap Bilang Siap Jadi Orang Pertama yang Disuntik, Sosok Ini Terkejut Jokowi Tak Masuk Daftar Penerima Vaksin Covid-19 Tahap Satu, Ada Apa?

Selain itu, Komnas HAM merekomendasikan supaya adanya pengusutan lebih lanjut kepemilikan senjata api yang diduga digunakan laskar FPI.

"Meminta proses penegakan hukum, akuntabel, obyektif dan transparan sesuai dengan standar Hak Asasi Manusia," kata Anam.

Dalam kasus ini, enam anggota laskar FPI tewas ditembak anggota Polda Metro Jaya setelah diduga menyerang polisi pada 7 Desember 2020 dini hari.

Baca Juga: Jadi Organisasi Terlarang Seperti PKI dan HTI, Ini Hukuman Buat PNS Bila Nekat Ikut Gabung dengan FPI

IST

Iringan-iringan pembawa enam jenazah laskar FPI di prosesi pemakaman di sekitar area Ponpes Agrokultural (Markaz Syari'ah FPI) Megamendung, Bogor, Jawa Barat, Rabu pagi (9/12/2020).

Dalam peristiwa ini, baik FPI dan Polri mempunyai keterangan yang berbeda.

Sebelumnya, FPI membantah anggota laskarnya membawa senjata api atau senjata tajam seperti yang dituduhkan polisi.

Baca Juga: Dibubarkan Pemerintah Karena Berbaiat ISIS, FPI Langsung Ambil Tindakan Ini, Habib Rizieq Belum Tahu?

Temuan investigasi Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM) menunjukkan adanya pelanggaran HAM oleh aparat kepolisian terhadap tewasnya empat dari enam laskar Front Pembela Islam ( FPI) di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek, Jawa Barat, pada 7 Desember 2020.

Atas temuan itu, Komnas HAM merekomendasikan supaya penyelesaian kasus ini bisa diboyong ke pengadilan pidana.

"Rekomendasi harus dilanjutkan ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam konferensi pers, Jumat (8/1/2021).

Baca Juga: Terekam Jelas di Kamera CCTV, Ini Alasan Polisi Diam Saja Saat Karyawan Hotel Dipukuli 7 Tamu Mabuk

Anam menuturkan, penyelesaian kasus melalui jalur pengadilan pidana ini bertujuan supaya mendapatkan kebenaran materiil secara utuh dan upaya menegakan keadilan dalam kasus tersebut.

"Jadi ini tidak boleh dilakukan dengan internal, tapi harus dengan menggunakan penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana," ucap Anam.

Dalam temuan investigasinya, Komnas HAM membagi dua konteks peristiwa.

(*)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya