Fotokita.net - Bak mimpi di siang bolong, sudah bikin aib di depan bos besar, mantan Danjen Kopassus ungkit masa lalu anak buah kesayangannya: saya angkat dia dari got
Direktur Center for Media and Democracy Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto menyebut, keberhasilan KPK menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan non aktif Edhy Prabowo mengejutkan.
"Apa makna dan peristiwa yang baru beberapa hari lalu? Jadi, seperti mimpi di siang bolong," ujar Wijayanto webinar bertajuk Evaluasi dan Prospek Hukum dan Demokrasi: Mungkinkah KPK Bangkit Kembali? yang digelar LP3ES, Minggu (29/11/2020).
Wijayanto mengatakan, penangkapan Edhy Prabowo mengagetkan publik lantaran KPK nyaris tidak pernah mengungkap kasus besar setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
UU KPK hasil revisi disahkan pada Oktober 2019. Adapun UU KPK hasil revisi mendapatkan penolakan dari aktivis antikorupsi.
KPK sendiri telah mengidentifikasi 26 ketentuan yang berisiko melemahkan dalam revisi tersebut.
"Kita nyaris tidak pernah mendengar kasus besar diungkap oleh KPK, kemudian seperti mimpi di siang bolong, seperti hujan di tengah kemarau panjang, tiba-tiba kita membaca berita ini (penangkapan Edhy Prabowo)," kata Wijayanto.
Hal senada diungkapkan Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril.
Apalagi, tak berselang lama, KPK juga berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna dalam kasus dugaan suap terkait izin pembangunan Rumah Sakit Umum Kasih Bunda.
Menurutnya, dua rentetan penangkapan ini menjadi capaian bagi KPK pasca-UU KPK hasil revisi dan perubahan formasi lima pimpinan KPK.
"Tentu saja fakta yang terjadi belakangan ini cukup mengagetkan kita semua, memberikan berita baik tentu saja.
Prabowo Subianto dan prajurit Kopassus
Sebab, KPK mampu mengungkap perkara yang cukup strategis," kata Oce.
"Jadi kasus yang terakhir ada Wali Kota Cimahi, kemudian ada menteri, ini menjadi capaian tersendiri," imbuh Oce.
Kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster yang menjerat Menteri KKP nonaktif, Edhy Prabowo membuat eks Danjen Kopassus, Prabowo Subianto marah besar.
Diceritakan oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo, Edhy Prabowo telah ditolongnya dari kesulitan dan sekarang yang dilakukan kepada Prabowo.
Menurut Hashim, Prabowo Subianto yang kini menjabat Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra merasa kecewa berat dan dikhianati oleh Edhy Prabowo.
Edhy Prabowo kader Partai Gerindra tak lama ini kena OTT KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) saat di Bandara Soekarno Hatta.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Edhy Prabowo
Kasus tersebut pun membuat Prabowo merasa dikhianati oleh kadernya sendiri.
“Pak Prabowo sangat marah, sangat kecewa, ia merasa dikhianati,” ungkap Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo dalam konferensi pers di Jakarta Utara, Jumat (4/12/2020).
Menurut Hashim, Prabowo sempat mengucapkan kalimat yang menunjukkan bahwa mantan Danjen Kopassus itu sangat marah dan kecewa terhadap Edhy.
Hashim menuturkan, Prabowo merasa dikhianati oleh Edhy.
Padahal, 25 tahun lalu Prabowo yang menolong Edhy lepas dari kesulitan.
"I picked him up from the gutter, and this is what he does to me (saya menolongnya dari kesulitan dan sekarang ini yang dia (Edhy Prabowo) lakukan kepada saya)," ucap Hashim, menirukan perkataan Prabowo.
Tak hanya Prabowo, Hashim pun merasa dirugikan dengan kasus korupsi yang menjerat Edhy.
Pasalnya, ia dan putrinya, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (Sara), turut dianggap terlibat dalam kasus tersebut.
Perusahaan Hashim yang kini dipimpin Sara, yakni PT Bima Sakti Mutiara, dituding turut mendapat izin ekspor benih lobster.
Sementara, kata Hashim, hingga kini perusahaannya itu hanya memiliki izin budi daya benih lobster, bukan ekspor.
“Saya merasa dihina, difitnah,” tutur Hashim.
Sebelumnya, KPK menduga Edhy telah menerima suap terkait izin ekspor benih lobster senilai Rp 3,4 miliar melalui PT Aero Citra Kargo (PT ACK) dan 100.000 dollar AS dari Direktur PT Dua Putra Perkasa (PT DPP) Suharjito.
PT ACK diduga menerima uang dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster, karena ekspor hanya dapat dilakukan melalui perusahaan tersebut dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.
Uang tersebut salah satunya berasal dari PT DPP sebesar Rp 731.573.564, dengan tujuan memperoleh penetapan izin kegiatan ekspor benih lobster. (*)