Fotokita.net - Dicopot dari Dirjen Kemenkes karena alasan ini, Achmad Yurianto tuai kontroversi soal pernyataan 'si kaya dan si miskin'.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Achmad Yurianto resmi meninggalkan jabatan sebagai Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan pada Jumat (23/10/2020).
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto secara resmi melantik Yurianto menjadi Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi pada Jumat.
Dilansir dari siaran pers Kemenkes pada Jumat, dasar pelantikan itu adalah Surat Keputusan Presiden Nomor 155/TPA Tahun 2020 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan dalam Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian Kesehatan.
Dalam sambutannya, Menkes menekankan bahwa rotasi jabatan merupakan hal biasa dalam lingkup organisasi.
Hal ini dilakukan semata-mata sebagai upaya pembenahan dan pemantapan organisasi yang dilakukan dalam rangka peningkatan kinerja guna mencapai pelayanan yang maksimal.
“Pelantikan ini hendaklah dimaknai sebagai kepentingan organisasi, bukan sekadar penempatan figur pejabat pada jenjang jabatan dan kepentingan tertentu," kata Terawan.
"Pembenahan dan pemantapan organisasi dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja dan penyelenggaraan tugas serta pelayanan yang maksimal,” lanjutnya.
Atas tugas baru yang diemban Yurianto, Terawan berharap amanah yang dipercayakan dapat dilaksanakan sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab serta komitmen yang kuat.
Menkes pun juga meminta agar semua kinerja baik yang telah ditorehkan selama menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit bisa diteruskan dalam rangka peningkatan kinerja organisasi Kementerian Kesehatan.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto.
Terutama di masa pandemi sekarang ini, Terawan meminta agar situasi ini menjadi momentum bagi Yurianto melalui jabatan barunya untuk terus berinovasi guna memberikan kemudahan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan khususnya layanan digital.
“Saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya atas pengabdian saudara selama ini melaksanakan tugas sebagai Dirjen P2P dengan baik dan semoga pengalaman selama ini dapat bermanfaat dalam mengemban tugas di tempat baru,” ujar Terawan.
Hingga berita ini ditulis, Yurianto sendiri belum memberikan komentar atas pemberhentian dirinya sebagai Dirjen P2P Kemenkes.
Beberapa waktu lalu, saat masih menjabat sebagai Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, memberikan klarifikasi atas pernyataan si kaya dan si miskin yang kontroversi.
Sementara, advokat HAM menilai pernyataan tersebut berbahaya dan dapat membuat kemarahan publik.
Achmad Yurianto menyadari pernyataannya tentang 'si kaya dan si miskin' dalam suatu konferensi pers dalam penanganan Covid-19 telah memicu kontroversi.
"Saya sadar bahwa pernyataan saya pasti dipotong-potong dan diviralkan agar heboh.
Secara lengkap saya meminta orang kaya peduli sama orang yang harus bekerja harian di luar rumah, mereka rentan sakit," kata Yurianto dalam pesan tertulis kepada BBC News Indonesia, Minggu (29/3/2020).
Ia melanjutkan, "Saya ilustrasikan banyak orang kaya yang membantu kebutuhan sembako harian orang miskin, sehingga mereka tidak perlu lagi keluar rumah untuk mengurangi risiko ketularan penyakit."
"Orang yang kerja seharian di jalan akan rentan sakit dan bisa menular ke istri anaknya di rumah. Ini makin sulit," kata Yurianto.
Yurianto kemudian membagikan sejumlah foto dan video yang menunjukkan bantuan berupa sembako dan makanan kepada pengemudi ojek online, dan warga.
Pernyataan berbahaya
Menurut Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, M Isnur, klarifikasi yang disampaikan Yurianto belum menjawab protes dari publik.
"Tapi klarifikasinya justru kemudian tidak menjelaskan, dan tidak mengklarifikasi apa yang harusnya diklarifikasi dari apa yang orang-orang tangkap," kata Isnur kepada BBC News Indonesia, Minggu (29/03).
Isnur menambahkan, pernyataan pejabat publik yang mempertentangkan antara kelas kaya dan kelas miskin dalam situasi krisis kesehatan, hanya akan memperburuk situasi.
"Memperburuk situasi dan penanganan yang dihadapi para tenaga kesehatan, di lapangan, di mana-mana," katanya.
Sejauh ini, lanjut Isnur, pernyataan yang dilontarkan Yurianto mencerminkan cara penyelenggara negara menangani Covid-19.
Dia menilai, masyarakat sedang dipertontonkan diskriminasi dalam penanganan kesehatan.
Contohnya, cerita perlakuan berbeda yang dialami puluhan jurnalis dengan jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju yang menjalani test Covid-19 di Jakarta,seperti ditulis mediaindonesia.com.
Kemudian, cerita meninggalnya mantan Pemimpin Redaksi Motor Plus, Willy Dreeskandar, yang diduga mendapat penanganan kurang baik saat menjalani perawatan.
Terakhir, rencana tes cepat Covid-19 untuk anggota DPR dan keluarganya. Namun, rencana ini ditentang sebagian masyarakat, membuat Presiden Jokowi menyatakan tes massal diprioritaskan untuk tenaga medis.
"Ini kan membuat rakyat semakin sakit dan semakin marah. Dan harus hati-hati, kemarahan publik itu ada batasnya. Mereka bisa melampiaskan dalam banyak hal. Itu yang berbahaya," kata Isnur.
Isnur pun menyarankan Achmad Yurianto untuk beristirahat sementara waktu sebagai juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19.
"Mungkin dia stres kan sudah berhari-hari menghadapi terus angka kematian. Dia juga menghadapi koordinasi yang buruk antar pemerintah sebagai juru bicara. Jadi dia, mungkin pada titik yang harus bergantian," kata Isnur.
Selain itu, Isnur pun menyarankan agar pemerintah menambah orang sebagai juru bicara terkait penanganan Covid-19.
Dalam sejumlah klarifikasi kepada media, Achmad Yurianto juga mengemukakan pernyataannya bukan dalam rangka menghina yang miskin. "Saya itu lebih mengatakan untuk menekan yang kaya," ujar Yuri seperti dikutipDetik.com.
Di situ, ia mencontohkan profesi Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang memiliki mobilitas tinggi dan berpotensi menularkan virus Corona.
"Tetapi persepsinya dibalik. Dikira saya menyudutkan yang miskin. Padahal saya ingin mempermalukan yang kaya gitu loh. Misalnya di rumah punya asisten rumah tangga, ART itu tiap hari mondar-mandir dari rumahnya ke rumah majikan, dia naik angkot kan risikonya tinggi toh untuk tertular. Kalau dia nanti sakit terus di rumah majikan sakit semua kan jadi repot," ungkapnya.
Dia mengatakan semestinya majikan meliburkan PRT di tengah pandemi Corona. Selain itu, para majikan juga harus memberikan kompensasi.
Namun, pernyataan ini dianggap telah menyinggung salah satu PRT di Jakarta, Oom Umiati.
Menurutnya, belum tentu virus corona disebarkan melalui PRT kepada majikan. "Kadang-kadang dari pemberi kerja sendiri yang ada (virus), tapi dia nggak paham juga," katanya, Minggu (29/03).
Hal senada disampaikan PRT lainnya, Astri. "Janganlah menyudutkan kami sebagai PRT, sebagai orang kecil, seolah-olah lah ini kan yang bawa virusnya orang-orang kecil," katanya.
Koordinator JALA PRT, Lita Anggraini menyayangkan pernyataan Yurianto yang tak sensitif terhadap PRT yang menjadi kelompok rentan di tengah pandemi virus corona. "Kan Covid-19 itu terjadi tidak mengenal kelas. Tetapi nggak bisa disudutkan PRT yang membawa," katanya saat dihubungi BBC News Indonesia, Ahad (29/03).
Lebih lanjut, Lita mengungkapkan, semestinya pemerintah mengurusi jaminan kerja para PRT yang menjadi kelompok rentan di masa pandemi virus corona.
Dalam laporan yang diterima JALA PRT, umumnya pekerja domestik ini tak menerima upah sejak masa tanggap darurat virus corona, pertengahan Maret. Selain itu, kebanyakan pemberi kerja kurang memperhatikan keselamatan dan kesehatan PRT.
"Sebagai rentan karena majikan tidak memperhatikan, keselamatan kesehatan, tidak menyediakan APD, PRT rentan kena," kata Lita.
(Kompas.com/BBC Indonesia)