Terbongkar, Bukan Menteri ATR Sofyan Djalil, Sosok Ini Pencetus Omnibus Law UU Cipta Kerja Sebenarnya

Jumat, 23 Oktober 2020 | 08:34
Kompas.com/Gary Lotulung

Mahasiswa demo tolak UU Cipta Kerja.

Fotokita.net - Terbongkar, bukan Menteri ATR Sofyan Djalil, sosok ini pencetus Omnibus Law UU Cipta Kerja sebenarnya.

Hingga saat ini Omnibus Law UU Cipta Kerja terus menjadi sorotan.

Berbagai reaksi pun muncul dari masyarakat menyikapi disahkannya UU Cipta Kerja.

UU Omnibus Law dianggap sebagian orang dan buruh akan merugikan kaum buruh dan menguntungkan para pengusaha secara sepihak.

Bahkan protes bukan hanya datang dari kalangan buruh, saat pengesahan di DPR RI ada dua fraksi yang walk out dari ruang sidang lantaran tidak sepaham dengan manyoritas suara di parlemen.

Baca Juga: UEA Bangga Resmikan Nama Jalan Jokowi, Kelompok Buruh Malah Beri Kado Ini Buat Presiden Usai 1 Tahun Berkuasa Lagi

Dua fraksi yang walk out adalah Demokrat serta PKS.

Akui Proses Pembahasan UU Cipta KerjaRelatif Cepat

Proses pembahasan UU Cipta Kerjadiakui Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, diselesaikan dalam tempo singkat.

Baca Juga: Sebut Demo Buruh Karena Termakan Hoaks, Jokowi Meradang Pada Anak Buah: Komunikasi UU Cipta Kerja Sangat Jelek

RUU Cipta Kerja mulai dibahas sejak April, kemudian diselesaikan dan disahkan pada Oktober.

Meski begitu, Yasonna Laoly mengatakan, pembahasannya dilakukan secara terbuka.

Publik, menurut dia, dapat mengakses rapat pembahasan RUU Cipta Kerja melalui tayangan streaming.

Baca Juga: Omnibus Law Dorong Demo Besar Lagi, Sosok Ini Blak-blakan Ungkap UU Cipta Kerja Bisa Dibatalkan: Waktu Zaman Saya Pernah

Berbagai saran dan masukan publik pun dibahas oleh DPR dan pemerintah.

"Pembahasannya sangat terbuka, walaupun relatif cepat tapi dibahas dalam panja melalui streaming. Masukan-masukan baik dari fraksi semua dibahas," ujar Yasonna dalam konferensi pers, Rabu (7/10/2020).

"Semua terbuka," kata dia.

Meski pemerintah dan DPR kerap menekankan soal keterbukaan, namun proses pembahasan UU Cipta Kerjamendapat kritik dari kelompok masyarakat sipil, salah satunya akademisi.

Baca Juga: Ucapan Hotman Paris Soal Omnibus Law Bukan Bualan, Sosok Ini Sebut Karyawan Kontrak Malah Diuntungkan UU Cipta Kerja, Berikut Penjelasannya

Tribunnews.com
Tribunnews.com

Ada demo tolak UU Cipta Kerja

Sebab, keterbukaan pembahasan UU Cipta Kerjatidak menjamin adanya partisipasi publik.

Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum Dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi mengatakan, ruang demokrasi yang disediakan dalam pembahasan RUU Cipta Kerja hanya formalitas tanpa makna.

Ia menilai pelibatan publik sangat minim. Apalagi situasi pandemi Covid-19 membuat partisipasi masyarakat terbatas.

Baca Juga: Subsidi Gaji Gelombang 2 Cair, Begini Cara Mudah Cara Cek Daftar Penerima BLT Rp 600 Ribu, Bisa Langsung Lewat Hape

"Ruang-ruang yang terbuka hanya formalitas tanpa makna. Rapat-rapat yang disiarkan langsung hanya yang bersifat pemaparan, bukan pengambilan keputusan," kata Fajri, Selasa (6/10/2020).

Hal senada diungkapkan oleh Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti.

Ia mengatakan penyusunan undang-undang semestinya mempertimbangkan aspirasi publik.

Baca Juga: Bos Serikat Pekerja Ancam Demo yang Lebih Besar, Hotman Paris Malah Beri Kabar Gembira Buat Buruh: Selamat!

Susi menilai DPR dan pemerintah terburu-buru menuntaskan penyusunan UU Cipta Kerja, bahkan penetapannya dilakukan jelang tengah malam.

Padahal, RUU Cipta Kerja sejak awal menuai banyak penolakan tetapi pembahasannya terus dikebut pemerintah dan DPR.

"Kenapa undang-undang cipta kerja yang prosedur dan materi muatannya sebagaimana tadi telah disampaikan banyak bermasalah harus terburu-buru disahkan bahkan sampai menyita waktu istirahat para anggota dewan dan menteri-menteri yang terhormat?" kata Susi, Rabu (7/10/2020).

Baca Juga: Sukses Hingga Hidup Bergelimang Harta, Ternyata Andre Taulany Punya 1 Impian Mulia yang Belum Terwujud, Soleh Solihun Langsung Beri Usulan

Sebelumnya, Luhut Binsar Pandjaitan yang kini menjabatMenteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi mengatakan, istilah Omnibus Law pertama kali diperkenalkan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil.

Luhut mengatakan Omnibus Law disusun agar bisa diterima semua kalangan.

Sekaligus memadukan berbagai macam beleid yang telah ada menjadi satu.

Baca Juga: Selain Banpres Rp 2,4 Juta dengan Modal NIK KTP, Facebook Ikut Beri Dana Bantuan UKM, Ternyata Gampang Cara Daftarnya

"Tapi yang kita lakukan adalah apa yang berlaku umum, berlaku universal itu kita buat sehingga kita jangan menjadi negara Alien," ucapnya.

"Dengan peraturan yang aneh-aneh, yang tidak terintegrasi satu peraturan dengan peraturan yang lain.

Satu undang-undang dengan undang-undang yang lain. Itulah kenapa lahirnya Omnibus Law ini," katanya dalam tayangan virtual, Selasa (6/10/2020) malam.

Luhut juga menjelaskan bahwa istilah Omnibus Law asal mulanya diusulkan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil.

Karena pengalamannya pernah mengetahui istilah tersebut ketika menapaki pendidikan di Amerika Serikat (AS).

"Istilah Omnibus Law ini keluar dari Pak Menteri ATR.

Karena beliau belajar soal ini di Amerika dulu, dia mengatakan kepada saya 'Pak Luhut, ada yang bisa menyatukan (semua regulasi) ya ini ada Omnibus Law'," ucap Luhut.

Baca Juga: Bukan Pinjaman dan Bisa Langsung Cair, Begini Syarat Mudah Buat Dapatkan Banpres Rp 2,4 Juta, Cepat Cek Daftar Penerimanya Lewat Hape

Luhut mengklaim Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR RI tidak akan merugikan rakyat.

"Tidak ada dalam Omnibus Law yang merugikan rakyat, baik masalah lingkungan. Itu Ibu Siti (Menteri LHK) ahli lingkungan.

Jadi kita tidak pernah memperdaya atau merusak kepercayaan rakyat kepada kami," ujar dia.

Lebih lanjut kata dia, pembahasan Omnibus Law UU Cipta Kerjatelah melalui proses panjang dengan kurun waktu berkisar 4 tahun.

Baca Juga: Gampang Banget, Tinggal Isi NIK KTP dan Alamat Lengkap Banpres Bisa Langsung Cair, Cek Penerima BLT Rp 2,4 Juta Di Sini

Kala itu dia menjabat sebagai Menko Polhukam.

"Jadi tidak ada yang baru, itu sudah lama dikerjakan kurang lebih 4 tahun," katanya.

Dengan suara lantang, Luhut menentang oknum-oknum yang menuding pembahasan Omnibus Law tidak transparan.

Luhut pun menceritakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah bertemu dengan para pimpinan serikat buruh di Istana Kepresidenan, ketika Omnibus Law hendak disahkan DPR RI.

"Jadi, saya rasa tidak fair kalau menuduh bahwa pemerintah tidak terbuka. Presiden kurang apa ketemu dengan pimpinan para buruh itu," ucapnya.

Baca Juga: Masih Terus Dibuka, Cukup Pakai NIK KTP dan Data Diri, Cepat Daftar Banpres Rp 2,4 Juta Langsung Cek Data Penerima BLT Lewat eform.bri.co.id/bpum

Sofyan Djalil sebelumnya disebut-sebut sebagai pencetus Omnibus Law UU Cipta Kerja, ternyata bukan satu-satunya.

Malahan, ide Omnibus Lawberawal dari gagasan Luhut Binsar Pandjaitanyang kala itu menjabat Menkopolhukam di Kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode pertama.

Baca Juga: Pejabat Pentagon Berani Pasang Badan, Inikah Misi Khusus Amerika Hingga Rela Cabut Menhan Prabowo Subianto dari Daftar Hitam?

Namun, istilah Omibus Law diperkenalkan oleh Sofyan Djalilyang pernah mengenyam pendidikan di Amerika Serikat.

Luhut Binsar Pandjaitan yang kini menjabatMenteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi mengakui bahwa salah satu pencetus lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja adalah dirinya.

Luhut pun memberikan alasan tercetusnya ide tersebut.

Menurutnya, beleid yang diyakini pemerintah dapat menyederhanakan aturan yang tumpang tindih itu sengaja dibuat agar regulasi yang ada lebih efisien.

Baca Juga: Makan Asam Garam di Dunia Hukum, Hotman Paris Temukan Bagian UU Cipta Kerja yang Untungkan Buruh Hingga Ditakuti Pengusaha: Selamat Buat Pekerja!

“Ini jujur, teman-teman sekalian, sayalah yang mulai mencetuskan Omnibus Law UUCipta Kerja.

Waktu saya Menko Polhukam,” kata Luhut dalam webinar Outlook 2021: The Year of Opportunity, Rabu (21/10/2020), seperti dilansir dari Kontan.co.id.

Luhut diketahui menjabat posisi Menkopolhukam pada medio Agustus 2015 hingga Juli 2016, setelah sebelumnya menggantikan posisi Tedjo Edhy Purdijatno.

Baca Juga: Dipecat SBY Karena Dukung Jokowi, Kini Deklarator KAMI Jumhur Hidayat Ikut Ditangkap, Ternyata Pernah Tuding Pemilu 2019 Paling Curang

Menurut Luhut, pembahasan mengenai omnibus lawberawal ketika pemerintah melihat kekacaubalauan peraturan yang telah dimiliki.

“Saya melihat, betapa semrawutnya UU, peraturan kita yang ada sekian puluh itu, satu sama lain saling tumpang tindih atau saling mengunci.

Sehingga kita tidak bisa jalan dengan lancar,” kata dia, seperti dilansir dari Tribunnews.com.

Dampaknya, ia mengatakan, praktik korupsi menjadi lebih tinggi.

Baca Juga: Hore, Pemerintah Hapus Denda Pajak Kendaraan di 7 Provinsi Ini, Catat Jadwalnya

Selain itu, inefisiensi juga terjadi dimana-mana lantaran aturan yang acak-acakan.

“Nah, waktu itu saya kumpulkan Pak Mahfud (MD), juga Pak Jimmly Asshiddiqie, Pak Seno Adji, Pak Sofyan Djalil, dan dari kantor saya ada Pak Lambok.

Kita mendiskusikan gimana caranya karena kalau satu persatu UU direvisi itu tidak tahu sampai kapan selesainya,” ucapnya.

Saat itu, ia menambahkan, Sofyan yang pernah mengenyam pendidikan di Amerika Serikat menjelaskan gagasan omnibus lawuntuk menyederhanakan aturan.

Baca Juga: Bikin Penasaran Jargon Dangdut Tarik Sis Semongko Makin Heboh, Ternyata Sering Disalahgunakan, Begini Fakta Sebenarnya

Tujuannya, untuk menyelaraskan isi aturan yang sudah ada agar tidak saling mengikat satu dengan yang lain.

“Nah itu kemudian karena kesibukan sana-sini, belum terjadi.

Baca Juga: Terungkap, 5 Fakta Nasib Tragis Sepupu Jokowi, Dihabisi di Kandang Ayam Hingga Pelaku Punya Hubungan Bisnis

Baru mulai dibicarakan kembali oleh Presiden akhir tahun lalu dan itulah jadi buahnya sekarang.

Jadi proses panjang, bukan proses tiba-tiba,” ucapnya.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya