Fotokita.net- Setiap ajudan hingga pengawal Presiden RI memiliki pengalaman unik dan menari. Lucunya 3 Presiden RI ternyata sama-sama kepergok lakukan hal ini pada ajudannya.
Lengsernya Presiden Soehartomenjadi momen bersejarah yang diingat Bangsa Indonesia.
Pada tahun 1998, kekuasaan Soehartoakhirnya berakhir.
Soeharto diketahui menjadi Presiden Indonesia dan memimpin negara hampir kurang lebih 32 tahun.
Sehingga, berbagai cerita tentangnya sering menarik untuk disimak.
Satu di antaranya adalah cerita yang disampaikan oleh seorang purnawirawan perwira tinggi TNI yang menjadi ajudan pribadi sang Presiden.
Maliki Mift, yang merupakan seorang purnawirawan perwira tinggi TNImempunyai kenangan khusus selama mendampingi Soeharto setelah lengser dari jabatannya di tahun 1998.
Maliki diperintahkan oleh Kepala Staf Angkatan Darat kala itu menjadi pengawal khusus Soeharto.
Dilansir dari Kompas.com, kenangan Maliki tersebut tertulis dalam salah satu bab di buku yang berjudul Soeharto: The Untold Stories (2011).
Meski kala itu Soeharto kerap mendapat pandangan miring selama memimpin Indonesia.
Namun, Maliki mendapati sisi lain Soehartoyang jarang terekspos, yakni kesederhanaan.
Salah satunya adalah soal pengawalan. Soehartoselalu menolak untuk dikawal setelah melepas jabatannya dari presiden.
Padahal hak mendapat pengawalan dari polisi masih melekat kepada mantan presiden.
"Tetapi, begitu satgas polisi datang dan mengawal di depan mobil kami, Pak Harto mengatakan, 'Saya tidak usah dikawal. Saya sekarang masyarakat biasa. Jadi, kasih tahu polisinya'," tulis Maliki dalam buku tersebut, menirukan ucapan Soeharto waktu itu.
Maliki mencoba memahami keinginan Soeharto, tetapi ia tetap merasa pengawalan harus tetap ada.
Ia pun berpikir keras untuk mencari cara agar Soehartotetap dikawal, tetapi tanpa terlihat.
Presiden Soeharto bersama motor gedenya bersama BJ Habibie
Akhirnya, Maliki meminta agar polisi mengawal di belakang saja.
Jika jalanan macet, barulah petugas pengawal maju ke depan.
"Namun, tetap saja Pak Harto mengetahui siasat itu. Beliau pun bertanya, 'Itu polisi kenapa ikut di belakang? Tidak usah'," kata Maliki.
Hari berikutnya, Maliki menggunakan siasat baru.
Ia meminta pihak kepolisian agar tidak lagi mengawal mobil Soeharto.
Sebagai gantinya, Maliki akan berkoordinasi dengan petugas lewat radio.
Setiap kali mobil Soehartomelewati lampu lalu lintas, petugas harus memastikan lampu hijau menyala. Kalau lampunya merah, harus berubah menjadi hijau.
Akhirnya, Soehartoberangkat tanpa pengawalan polisi.
Setiap kali melewati lampu lalu lintas di persimpangan, lampu hijau selalu menyala agar mobilnya tidak berhenti menunggu rambu berganti.
Namun, lagi-lagi Soeharto merasakan keanehan.
Ia mempertanyakan mengapa setiap persimpangan yang ia lewati tidak pernah ada lampu merah.
Presiden Soeharto didampingi Panglima ABRI jenderal TNI Feisal Tanjung, Kepala Staf TNI-AD Jendral TNI R Hartono, dan Komandan Jenderal Kopassus Mayjen TNI Prabowo Subianto, Jumat (30 Mei 1997) di Jakarta, menerima tim ekspedisi Kopassus mendaki Mount Everest.
Soeharto pun menegur Maliki agar jangan memberi tahu polisi untuk mengatur lalu lintas.
"Sudah, saya rakyat biasa. Kalau lampu merah, ya, biar merah saja," ujarSoehartosebagaimana ditulis Maliki.
Maliki saat itu hanya terdiam dengan perasaan malu.
Kesederhanaan Soeharto, menurut Maliki, juga terlihat dari cara berpakaian.
Sewaktu pertama kali menjadi pengawal khususSoeharto, Maliki berpikir bahwa ia harus punya baju bagus untuk mendampingiSoeharto, paling tidak batik berbahan sutra.
Di hari pertama bertugas, Maliki mengenakan pakaian terbaiknya untuk mendampingiSoehartokeluar rumah.
Namun, apa yang dikenakan Soeharto sama sekali berbeda dengan bayangannya.
Soeharto hanya mengenakan baju batik sederhana yang biasa dia pakai sehari-hari di rumah.
"Diam-diam saya langsung balik ke kamar ajudan untuk mengganti batik sutra yang saya kenakan dengan batik yang sederhana pula," kata Maliki.
Kesederhanaan Soeharto juga terlihat saat ia masih menjabat sebagai presiden.
Seorang presiden pastilah dikawal oleh ajudan maupun paspampres, mereka setia mendampingi presiden ke manapun.
Para ajudan presiden juga dituntut sigap dalam berbagai situasi dan kondisi.
Begitu pula yang diketahui dilakukan oleh ajudan presiden Joko Widodo tahunlalu saat meninjau Pasar Seni Sukowati Bali beberapa waktu lalu.
Namun, tak disangka, sikap sigapnya akan mengingatkan kita pada momen serupa antara 2 presiden Indonesia dan masing-masing ajudannya, yaitu Presiden Soeharto dan Presiden SBY, di masa lalu.
Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Jokowi menyempatkan diri meninjau Pasar Seni Sukowati Bali, Juni 2019 silam.
Ada momen menarik dalam aktivitas Presiden.
Fotografer pribadi Presiden Agus Suparto yang melihat peristiwa itu mengatakan, usai Presiden meninjau pasar sekaligus membeli buah-buahan, ada seorang pria yang tiba-tiba menyeruak barisan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).
Pria itu membawa selembar foto resmi Jokowi yang biasa dipajang di ruang-ruang kantor pemerintahan atau sekolah.
Soeharto - SBY - Jokowi
"Bapak itu bilang ke Pak Jokowi, 'Pak, minta tanda tangan'," ujar Agus menceritakan kembali peristiwa itu.
Awalnya, aksi itu dicegah oleh Paspampres.
Namun, Jokowi yang terlanjur melihat pria berbaju hitam itu langsung mempersilahkannya untuk mendekat.
Pria itu kemudian dilepaskan dari kawalan Paspampres.
Jokowi mengambil foto dari tangan pria itu.
Ia kemudian sempat kebingungan untuk membubuhkan tanda tangan.
Sebab, tidak ada tempat yang dapat ia jadikan alas.
"Tiba-tiba, asisten ajudan (Ajun Komisaris (Pol) Syarif Muhammad Fitriansyah) maju ke hadapan Bapak (Presiden).
Baca Juga: Banpres Rp 2,4 Juta Sudah Masuk Tahap 4, Sampai Kapan BLT untuk Warga Golongan Ini Disalurkan?
Dia balik badan, lalu membungkuk.
Punggungnya dikasih ke Pak Jokowi sebagai alas tanda tangan," ujar Agus.
Jokowi sempat tersenyum melihat aksi anak buahnya itu.
Tidak ragu, Jokowi menaruh foto itu di punggung Syarif, kemudian membubuhkan tanda tangan di atas foto tersebut.
Baca Juga: Banpres Rp 2,4 Juta Sudah Masuk Tahap 4, Sampai Kapan BLT untuk Warga Golongan Ini Disalurkan?
Pria yang tidak diketahui namanya tersebut tampak semringah setelah lembaran foto itu dibubuhkan tanda tangan langsung oleh orang nomor satu di Indonesia ini.
"Setelah dapat tanda tangan Presiden, si Bapak itu langsung pergi. Dia cuma sempat bilang, 'ini untuk kenang-kenangan berharga saya'," ujar Agus.
Aksi "pinjam pungggung" sebagai alas tersebut ternyata pernah juga dilakukan presiden Indonesia sebelumnya.
aksi ajudan presiden
Sebelumnya, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengunggah foto di akun facebooknya pada 2013.
Saat itu SBY menandatangani dokumen di atas punggung ajudannya terkait Film FITNA yang itu dianggap melecehkan umat Islam.
SBY pun akhirnya melarang film itu beredar di Indonesia.
Sementara berdasarkan arsip foto Museum Purna Bhakti Pertiwi, mantan presiden Soeharto juga pernah menggunakan punggung ajudan untuk menulis.
Peristiwa terjadi sekitar 1970an.
(*)
Artikel ini pernah tayang di Suar.grid.id dengan judul "Tak Disangka, Ternyata Presiden Soeharto, SBY, dan Jokowi Sama-sama Gunakan Ajudannya untuk Hal Satu Ini"