Fotokita.net - Kapal perang milik TNI Angkatan Laut, KRI Teluk Jakarta 541, tenggelam di perairan Masalembo, dekat Pulau Kangean, Jawa Timur, pada Selasa (14/7/2020).
Kapal disebut tenggelam di kedalaman 90 meter. Dilansir dari Antara, Kepala Penerangan TNI AL Laksamana Pertama M Zaenal mengatakan, tenggelamnya KRI Teluk Jakarta 541 terjadi sekitar pukul 09.00 WIB.
Tidak ada korban jiwa dalam musibah tersebut. "Seluruh ABK berjumlah 55 orang dalam keadaan selamat," ujar Zaenal.
KRI Teluk Jakarta 541 disebut mengalami kebocoran yang menyebabkan kapal itu tenggelam. Selain itu, gelombang laut juga cukup tinggi yang membuat kapal itu terhantam.
"Gelombang laut di sekitar lokasi saat kejadian cukup tinggi antara 2,5 sampai dengan 4 meter," ujar Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Mohamad Zaenal.
Menurut Zaenal, kapal tenggelam dan berada di kedalaman 90 meter di perairan timur laut Pulau Kangean.
Saat ini, semua awak kapal dalam keadaan selamat. "Gelombang laut di sekitar lokasi saat kejadian cukup tinggi antara 2,5 sampai dengan 4 meter," ujar Zaenal, dilansir dari Antara.
Kapal perang yang digunakan sebagai armada pendarat itu diketahui sedang melaksanakan operasi dukungan laut untuk pergeseran logistik ke wilayah timur.
Sebanyak 54 anak buah kapal kemudian diselamatkan awak KM Tanto Sejahtera yang sedang berlayar di lokasi.
Adapun satu ABK lain ditolong oleh awak KM Dobonsolo milik PT Pelni. KRI RE Martadinata-331 yang sedang berada di sekitar lokasi pada Selasa malam dikabarkan sedang menunggu cuaca baik untuk transfer ABK.
Selanjutnya, ABK akan dibawa ke Surabaya. KRI Teluk Jakarta 541 saat ini masuk ke dalam Satuan Kapal Amfibi.
Kapal berjenis Frosch-1/Type 108 itu dibangun oleh VEB Peenewerft, Wolgast, pada masa Jerman Timur masih berdiri.
Pada 1979, kapal itu digunakan untuk Angkatan Laut Jerman Timur. Indonesia membawanya untuk TNI AL sebagai salah satu paket pembelian sejumlah kapal perang eks Jerman Timur pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
KRI Teluk Jakarta 541
Sekadar mengingatkan, di era Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) BJHabibie,Indonesiapernah membeli 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur.
Dengan modal nekat dan butuh cepat, pemerintah memborong kapal-kapal tersebut dengan cara utang.
Duit yang digelontorkan untuk membawa 'barang antik' itu tidak sedkit, yakni AS$ 422,8 juta dengan nilai pembukuan sebesar AS$ 466 juta setelah dijamin dengan kredit ekspor.
Ke-39 kapal perang itu mencakup 16 kapal jenis Parchim Corvette, 14 kapal jenis Frosch Troop Landing Ship Tanks (LSTs), dan 9 kapal jenis Condor Penyapu Ranjau.
Pembelian 39 kapal itu rupanya terkesan dipaksakan. Dengan kas negara yang 'amburadul' saat itu, pemerintah ngotot untuk menghadirkan kapal-kapal tersebut.
Bahkan sebelum kapal datang ke Tanah Air, kabarnya sempat terjadi tarik ulur antara Habibie dengan Mar'ie Muhammad, Menteri Keuangan kala itu.
KRI Banda Aceh 593 dan KRI Dr Suharso 990
Jika Habibie nafsu untuk memboyong kapal-kapal tersebut maka Mar'ie sebaliknya, enggan membeli kapal tersebut. Soalnya, harga yang dipatok Menristek berbeda dengan hitungan Menkeu.
Belum lagi untuk menyulap 'barang rongsokan' menjadi barang baru, tentunya akan membutuhkan duit yang besar.
Untuk yang satu ini, pada tahun 2001-2003, pemerintah menerima pinjaman dari pemerintah Jerman untuk biaya perbaikan dan perawatan serta bongkar-pasang (overhaul) kapal-kapal tersebut dengan nilai 65,641,808 Euro.
Berdasarkan Inpres 3/1992 tertanggal 3 September 1992, Presiden Soeharto memutuskan pembelian 39 kapal perang yang terdiri atas 16 korvet, 14 LST (landing ship tank) dan sembilan penyapu ranjau. Harga seluruh kapal itu adalah 482 juta dolar AS.
Kesempatan bertemu dengan para perwira ABRI juga dimanfaatkan oleh Kepala Negara untuk menjelaskan proses pembelian kapal-kapal perang itu, terutama setelah dilakukan pendekatan dengan Kanselir Jerman Helmut Kohl.
KRI Teluk Cendrawasih 533
Setelah mendapat penjelasan dari pengusaha swasta itu bahwa mereka tidak akan mendapatkan komisi dari info yang mereka berikan, Kepala Negara kemudian minta Habibie untuk mencari informasi lebih mendalam dan terinci.
“Saya menyuruh Menristek (BJ Habibie), karena sudah dikenal baik oleh para pejabat dan pengusaha swasta Jerman. Dia mula-mula tidak tahu apa-apa mengenai masalah ini. Karena itu penunjukan Menristek tidak perlu diributkan. Penunjukan itu bukan karena tidak percaya pada para perwira Hankam atau ABRI,” tegas Presiden.
Ketika itu,MajalahTempo, tabloidDeTik, dan majalahEditormengkritik pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur oleh pemerintahan Soeharto.
Kabar itu berfokus pada harga pembelian yang diperdebatkan oleh Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie dan Menteri Keuangan Marie Muhammad.
Presiden Joko Widodo meninjau kesiapan kapal perang KRI Usman Harun di Puslabuh TNI AL di Selat Lampa, Natuna, Rabu (8/1/2020). Selain itu Jokowi juga mengadakan silaturahmi dengan para nelayan di Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa Natuna.
Utamanya, besaran harga dari US$ 12,7 juta menjadi US$ 1,1 miliar. Sepekan sebelumnya, majalahTempomengungkapkan pembengkakan harga kapal bekas sebesar 62 kali lipat.
Pada 9 Juni 1994, dua hari setelah pemberitaan tersebut, ketika meresmikan pembangunan Pangkalan Utama Angkatan Laut di Teluk Ratai, Lampung, Soeharto marah besar.
Dia menegaskan keberpihakannya kepada ABRI. Soeharto menghujat pers. Dia memerintahkan supaya menindak tegas media yang “mengadu domba”.
MajalahTempo, tabloidDeTik, dan majalahEditordiberedel oleh Menteri Penerangan Harmoko. Goenawan kala itu merupakan Pemimpin RedaksiTempo.