Fotokita.net - Sejauh ini banyak masyarakat yang meresahkan dengan jumlah pembengkakan utang negara Indonesia.
Seperti yang kita ketahui, utang Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu.
Sejak 2018 silam ada tiga negara yang terancam bangkrut karena krisis moneter; Turki, Venezuela, dan Malaysia.
Seperti dilansir Reuters, Menteri Keuangan Malaysia Lim Guang Eng menjelaskan total utang Malaysia mencapai 1.087 triliun ringgit (sekitar Rp3.500 triliun) pada 31 Desember 2017.
Kabarnya utang tersebut berhilir pada kasus mega korupsi mantan Perdana Menterinya (PM) Najib Razak beserta istri.
Nasib perekonomian Negeri Jiran pun di ujung tanduk.
Warga Malaysia membuat gerakan aksi melunasi utang dengan cara iuran atau patungan.
Ini dilakukan melalui sebuah situs crowdfunding.
Aksi tersebut dilakukan setelah Perdana Menteri Mahathir Mohamad menyerukan pemotongan gaji para menteri sebesar 10% untuk kurangi utang yang mencapai 1 triliun ringgit.
Langkah ini diikuti pula anggota parlemen pada sejumlah negara bagian di Malaysia.
Mantan Presiden RI pada rezim orde baru, Soeharto (kiri) dan Presiden RI saat ini, Jokowi (kanan).
Bicara utang, milik Indonesia sebenarnya tak kalah banyak, bahkan jauh lebih besar.
Berdasar laporan Bank Indonesia, pada akhir April 2018 jumlah utang luar negeri (ULN) berada di angka 356,9 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp5.000 triliun.
Uniknya, Malaysia terancam bangkrut sementara Indonesia tidak.
Penjelasannya ada pada rasio utang negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Utang Malaysia memang hanya Rp3.500 triliun.
Tapi rasionya terhadap PDB lebih dari 60 persen.
Sebaliknya Indonesia.
Meski berutang hingga Rp5.000 triliun, rasio jumlah utangnya hanya 29 persen dari PDB.
Dengan rasio utang yang lebih dari 60 persen PDB, hampir dipastikan Malaysia akan kesulitan dalam membayar cicilan utang tiap tahunnya.
Hal ini tentu saja akan membawa efek berantai di kondisi moneter Malaysia.
Kasus menggunungnya utang Malaysia ini cukup mengejutkan.
Tahun-tahun sebelumnya Malaysia jarang sekalai punya utang lebih dari 300 miliar ringgit.
Dikabarkan, utang yang mencapai 1 triliun ringgit itu terkait dengan dugaan kasus korupsi 1MDB (1 Malaysia Development Berhad).
1MDB semacam BUMN yang didirikan oleh mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak untuk menghimpun dana pembiayaan proyek infrastruktur Malaysia.
Muhyiddin Yassin resmi jadi Perdana Menteri Malaysia gantikan Mahathir Mohamad, bukan Anwar Ibrahim.
Upaya Malaysia melunasi utang
Malaysia tengah berupaya untuk menyelesaikan utang yang melebihi angka 1 triliun ringgit atau US$ 241 miliar.
Hal ini ini semakin diperparah oleh jaminan negara atas di atas nota yang ternyata diterbitkan dari dana yang bermasalah yaitu 1MDB.
Lim mengatakan, konsolidasi anggaran tidak akan mudah karena Malaysia membutuhkan waktu tiga tahun untuk menyelesaikan masalah akibat kasus korupsi di proyek 1MDB dan hilangnya pengembalian pajak yang mencapai miliaran ringgit.
Negara kemudian memilih menerbitkan obligasi dan penjualan aset, termasuk bermain di pasar saham demi mengumpulkan dana serta memenuhi target defisit fiskal sebesar 2,8% dari produk domestik bruto (PDB) tahun ini.
PM Malaysia Terancam Dimakzulkan, Mahathir Mohammad Layangkan Mosi Tidak Percaya ke Parlemen
Perusahaan minyak negara Petroliam Nasional Bhd akan melantai di bursa efek, meskipun Mahatir belum memutuskan apakah akan melakukan penawaran umum perdana (IPO) atau tidak.
Di sisi lain, menurut Lim, pemerintah juga berencana untuk mengurangi kepemilikan ekuitas langsung demi menahan efek crowding out yang disebabkan oleh investasi negara.
Sebelumnya, Mahatir telah meninjau proyek transportasi seharga miliaran dolar, tapi kemudian menangguhkannya karena dinilai terlalu mahal.
Sejauh ini banyak masyarakat yang meresahkan dengan jumlah pembengkakan utang negara Indonesia.
Seperti yang kita ketahui, utang Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu.
Apa lagi saat masa pandemi, sistem ekonomi yang seret, dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang lambat.
Namun, jika dipikir lagi, kita mungkin perlu membandingkan aset negara dengan jumlah utang negara.
Karena untuk mengetahui kapasitas keuangan Indonesia, jangan sampai besar pasak daripada tiang.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan mencatatkan nilai aset negara saat ini mencapai Rp 10.467,5 triliun.
Jumlah tersebut meningkat 65 persen dari nilai sebelumnya yang mencapai Rp 6.325 triliun.
Lonjakan nilai aset pemerintah terjadi lantaran dilakukan perhitungan kembali aset negara atau revaluasi pada tahun 2018 hingga tahun 2020 ini.
Direktur Barang Milik Negara (BMN) Ditjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Encep Sudarwan pun mengatakan, hasil revaluasi tersebut telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Itulah hasil revaluasi menaikkan aset sekitar Rp 4.000 triliun, kemarin kan kita nilai, alhamdulullah sudah selesai sudah di audit BPK dan keluar opininya WTP, aset tetap kita meningkat," ujar dia dalam keterangaannya, Sabtu (11/7/2020).
Lebih rinci Encep menjelaskan, aset negara tersebut terdiri atas aset lancar yang sebesar Rp 491,86 triliun dari yang sebelumnya Rp 437,87 triliun.
Kemudian investasi jangka panjang sebesar Rp 3.001,2 triliun dari yang sebelumnya Rp 2.877,28 triliun, serta aset tetap sebesar Rp 5.949,59 triliun dari sebelumnya Rp 1.931,05 triliun.
Selain itu untuk aset lain yang dimiliki pemerintah saat ini tercatat sebesar Rp 967,98 triliun.
Untuk diketahui, revaluasi aset adalah penilaian kembali aset yang dimiliki suatu entitas sehingga mencerminkan nilai aset sekarang.
Revaluasi aset yang dilakukan oleh kantor vertikal DJKN yakni 71 Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di seluruh Indonesia.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan utang, mengutip keterangan resmi APBN KiTa Juni 2020 yang dirilis Kementerian Keuangan sebagaimana dikutip dari Kontan.
Posisi utang pemerintah hingga akhir Mei 2020 adalah sebesar Rp 5.258,57 triliun.
Lalu rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 32,09 persen.
Jika dibandingkan dengan bulan April 2020, posisi utang pemerintah juga meningkat dari Rp 5.172,48 triliun menjadi Rp 5.258,57 triliun di bulan Mei 2020.
Rinciannya, utang pemerintah berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 84,49 persen.
Hingga akhir Mei 2020, penerbitan SBN yang tercatat sebesar Rp 4.442,90 triliun.
Penerbitan ini juga terbagi menjadi SBN domestik dan SBN valuta asing (Valas).
SBN Domestik tercatat sebanyak Rp 3.248,23 triliun yang terbagi menjadi Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 2.650,69 triliun serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 597,54 triliun.
Sementara itu, SBN Valas yang tercatat adalah sebesar Rp 1.194,67 triliun dengan rincian sebagai berikut SUN sebesar Rp 970,73 triliun dan SBSN senilai Rp 223,94 triliun.
Untuk pinjaman luar negeri rinciannya yaitu pinjaman bilateral Rp 316,68 triliun, pinjaman multilateral Rp 446,69 triliun dan pinjaman commercial banks Rp 42,35 triliun.
(Sumber: KOMPAS.com/Mutia Fauzia | Editor: Erlangga Djumena)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Membandingkan Total Utang Pemerintah Vs Aset Negara"