Muak dengan Kelakuan Tengil Amerika di Mana-mana, Presiden Xi Jingping Larang China Lakukan Hal Ini Hingga Bikin Donald Trump Gigit Jari

Selasa, 02 Juni 2020 | 19:20
Andrew Harnik via Infokomputer.grid.id

Donald Trump dan Xi Jinping

Fotokita.net - Di tengah pandemi virus corona ini, lagi-lagi Amerika Serikat dan China kembali melancarkan perang urat syaraf.

Militer China menuding kapal penghancur rudal yang dipandu Amerika di dekat Kepulauan Paracel yang dikuasai Beijing, mengganggu perairan Tiongkok.

Menurut militer China, tindakan itu sangat provokatif dan melanggar kedaulatan China.

Melansir South China Morning Post, Komando Teater Selatan Tentara Pembebasan Rakyat China, yang mengawasi Laut China Selatan, mengatakan kapal perusak USS Barry masuk ke perairan di sekitar Kepulauan Paracel tanpa izin pada hari Selasa.

Baca Juga: Rela Bongkar Tabungan Rp 2,55 Miliar, Rupanya Pemenang Lelang Skuter Listrik Tandatangan Jokowi Bukan Sosok Sembarangan: Umurnya Baru 19 Tahun!

Kondisi itu mendorong perintah kepada petugas patroli udara dan laut untuk melacak, memantau, memverifikasi, mengidentifikasi, dan mengusir kapal AS itu.

Peringatan itu dirilis ketika media Taiwan melaporkan bahwa kapal Amerika berlayar melalui Selat Taiwan dua kali dalam bulan ini, diikuti kedua kali oleh kapal perang PLA.

Baca Juga: Baru Saja Bersiap-siap Pola Hidup Baru Bersama Corona, Tiba-tiba WHO Kabarkan Ada Penyebaran Virus Jenis Baru yang Lebih Mematikan dari Covid-19

National Interest
National Interest

Kapal Induk pertama China, Liaoning

"Tindakan-tindakan provokatif oleh pihak AS ini, telah secara serius melanggar kedaulatan dan kepentingan keamanan China, sengaja meningkatkan risiko keamanan regional dan dapat dengan mudah memicu insiden yang tidak terduga," demikian sebuah pernyataan yang diposting di akun media sosial WeChat unit militer yang dikutip Li Huamin, seorang juru bicara komando.

Dia menambahkan, "(Aksi) provokatif itu tidak sesuai dengan suasana saat ini karena komunitas internasional tengah memerangi pandemi ... serta perdamaian dan stabilitas regional."

Baca Juga: Pura-pura Bertamu, Seorang Janda Cantik Ketahuan Lakukan Hal Ini oleh Anak Pemilik Rumah: Kita Buktikan Saja di Pengadilan

Kepulauan Paracel, yang dikenal sebagai Kepulauan Xisha di China dan Kepulauan Hoang Sa di Vietnam, adalah dua dari sekelompok lebih dari 30 pulau di Laut China Selatan yang terletak di antara garis pantai Vietnam dan China.

Mereka dikendalikan oleh Beijing tetapi juga diklaim oleh Taipei dan Hanoi.

Pada bulan Januari, Li juga mengecam AS yang melakukan aksi provokasi yang disengaja selama liburan Tahun Baru Imlek setelah kapal tempur litoral USS Montgomery melewati Kepulauan Spratly, yang juga terletak di Laut China Selatan.

SCMP
SCMP

Pangkalan militer Laut China Selatan

China mengklaim hampir semua wilayah Laut China Selatan, perairan di mana Vietnam, Brunei, Malaysia, Filipina, dan Indonesia juga memiliki klaim yang sama.

Ketegangan di wilayah itu memburuk pada bulan lalu akibat perang kata-kata antara Beijing dan Washington terkait pandemi virus corona.

Dalam perang kata-kata itu, Menteri Pertahanan AS Mark Esper mengkritik Beijing karena gagal berbagi informasi tentang pandemi.

Baca Juga: Padahal Punya Koleksi Barang Branded di Kamar Pribadinya, Rupanya Ayu Ting Ting Masih Iri Lihat Deretan Sepatu Mewah Selebriti Satu Ini: Dia Kayanya Diem-diem ya Bor

Sementara Beijing menuduh Washington menolak upaya China untuk membantu upaya mengendalikan penularan.

Alih-alih bergabung untuk mengatasi pandemi, kedua belah pihak telah meningkatkan kehadiran militer mereka di Selat Taiwan, serta laut China Selatan dan Timur.

Pada 22 April 2020, USS Barry yang bermarkas di Yokosuka melakukan transit di Selat Taiwan sebelum menuju ke Laut China Selatan.

Sehari kemudian, kapal induk PLA, Liaoning, memimpin pasukan penyerang melalui selat.

China Source
China Source

Kapal Induk Liaoning milik China

Militer China mengklaim kapal dan pesawatnya yang dikerahkan telah mengusir kapal perang Amerika Serikat dari kawasan rantai Pulau Paracel, Laut China Selatan, Selasa. Kapal perang Amerika yang dimaksud adalah kapal perusak berpeluru kendali USS Barry (DDG-52).

"Tindakan-tindakan provokatif oleh pihak AS ini ... telah secara serius melanggar kedaulatan dan kepentingan keamanan China, sengaja meningkatkan risiko keamanan regional dan dapat dengan mudah memicu insiden yang tidak terduga," bunyi pernyataan juru bicara Komando Teater Selatan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China, Li Huamin, seperti dikutipSouth China Morning Post, Rabu (29/4/2020).

"FONOP (Operasi Kebebasan Bernavigasi) Barry tidak sesuai dengan suasana saat ini karena masyarakat internasional memerangi pandemi ... serta (menginginkan) perdamaian dan stabilitas regional," lanjut dia, merujuk pada pandemi virus corona baru, COVID-19.

Baca Juga: Terketuk Hatinya Usai Lihat Video Viral Perundungan Bocah Penjual Jalangkote, Orang Dekat Prabowo Subianto Langsung Singsingkan Lengan Kemeja: Kalau Posisi Kejadian Ini di Jakarta Sudah Saya Ratakan

Pernyataan Li itu mengklaim bahwa PLA memaksa USS Barry keluar dari rantai Pulau Paracell. PLA tidak merinci aset-aset tempur yang digunakan dalam apa yang mereka klaim sebagai pengusiran kapal perang Amerika.Namun, seorang pejabat Angkatan Laut AS mengatakan kepadaUSNI Newsbahwa operasi kebebasan bernavigasi USS Barry berjalan sesuai rencana tanpa menemui perilaku tidak aman atau tidak profesional dari pesawat militer atau kapal perang China.

US Navy File
US Navy File

Kapal perang Amerika di Laut China Selatan.

Pejabat itu juga mengonfirmasi USS Barry memang melakukan operasi kebebasan bernavigasi di sekitar rantai pulau di Vietnam. Dia tidak memberikan rincian FONOP.

Namun, operasi-operasi sebelumnya di sekitar Pulau Paracel telah menentang klaim Beijing atas garis pangkal lurus teritorial di sekitar rantai pulau yang bertentangan dengan hukum laut internasional.China memandang perairan di antara pulau-pulau yang mereka klaim bukan sebagai laut internasional yang terbuka tetapi sebagai laut teritorial China, sebuah pandangan yang diperdebatkan AS. Rantai Pulau Paracel juga diklaim oleh Vietnam dan Taiwan.

Baca Juga: Bak Petir di Siang Bolong, Angka Kematian Akibat Corona di Indonesia 3 Kali Lipat dari Data Resmi, Pakar Malah Bilang Penyakit Ini Bukan Wewenang Jokowi: Siapa yang Mau Disalahin?Baik Washington dan Beijing saling tuduh memanfaatkan pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung sebagai gangguan untuk melakukan lebih banyak kontrol militer di Laut China Selatan.USS Barry yang berbasis di Jepang telah transit di Selat Taiwan dua kali sepanjang bulan ini dan mendapat reaksi kemarahan dari Beijing.

Baca Juga: Tak Lagi Syuting FTV, Ternyata Artis Cantik Ini Sudah Jadi Istri Anggota TNI. Foto-foto Kesibukannya Sebagai Ibu Persit Kartika Chandra Kirana Bikin Hati MelelehSehari setelah transit USS Barry pada 22 April, Kelompok Tempur Kapal Induk Liaoning China juga transit di Selat Taiwan.Selain operasi kehadiran, kapal perusak AS itu telah aktif di Laut China Selatan yang beroperasi dengan kapal penjelajah rudal USS Bunker Hill (CG-52) dan kapal serbu amfibi USS America (LHA-6) di lepas pantai Malaysia. Wilayah itu merupakan area eksplorasi mineral yang jadi sengketa antara Malaysia dan China.

Dua kapal induk China akan dikerahkan pada Agustus 2020 mendatang di dekat perairan Taiwan.

Sebuah laporan mengatakan kapal-kapal ini akan melakukan serangkaian latihan militer di sana.

Dikutip dari UPI berdasarkan laporan Global Times dan media lainnya, kapal induk Liaoning dan Shandong akan dikerahkan bersama di Teluk Bohai di Laut Kuning.

Kedua unit milik angkatan militer ini akan melakukan latihan kesiapan tempur.

Baca Juga: Terlatih Lewat Gemblengan Keras, Israel Ternyata Punya Pasukan Khusus Perempuan yang Masih Mampu Angkat Senjata Meski dalam Kondisi Menyusui Bayinya

Taiwannews.com
Taiwannews.com

Kapal perang Taiwan

Khususnya melakukan simulasi serangan di masa depan terhadap Dongsha Taiwan atau Kepulauan Pratas.

Pulau-pulau tersebut terdiri dari tiga atol yang dikendalikan oleh Taiwan.

China berkali-kali mengklaim Laut China Selatan sebagai teritorinya meskipun ada persaingan klaim dari negara-negara di kawasan itu.

"Amerika Serikat memiliki minat yang kuat untuk mencegah China dari menegaskan kontrol atas Laut China Selatan," ungkap sebuah laporan oleh organisasi non-pemerintah Dewan Hubungan Luar Negeri Amerika Serikat (AS) pekan lalu.

Baca Juga: China Kembali Berulah di Laut China Selatan Hingga Bikin 2 Negara Tetangga Indonesia Kesal, Prabowo Subianto Malah Terima Telepon dari Menteri Pertahanan Tiongkok. Begini Bocorannya

ibtimes
ibtimes

Pangkalan militer Laut China Selatan

"Mempertahankan akses bebas dan terbuka ke jalur air ini tidak hanya penting karena alasan ekonomi, tetapi juga untuk menegakkan norma global kebebasan navigasi," kata laporan itu.

"Amerika Serikat juga berisiko ditarik ke dalam konflik militer dengan China di wilayah ini sebagai akibat dari kewajiban perjanjian pertahanan AS untuk setidaknya satu dari penuntut ke wilayah yang diperebutkan, Filipina," imbuhnya.

Laporan itu menegaskan risiko konfrontasi militer di Laut China Selatan yang melibatkan AS dan China bisa meningkat secara signifikan dalam 18 bulan ke depan.

Kapal induk China telah melakukan pelatihan kesiapan tempur di Laut Kuning pada Mei.

Baca Juga: Stop Lakukan Kebiasaan Ini Kalau Masih Sayang Nyawa Keluarga, Ternyata Pelihara Ayam di Rumah Bisa Sebarkan Virus Mematikan Seperti Corona: Begini Penjelasan Ahli

Google Maps
Google Maps

Salah satu pulau di Kepulauan Spartly di Laut China Selatan

Unit ini juga telah melakukan perjalanan ke seluruh pantai Asia dalam beberapa bulan terakhir.

Pengamat militer, Chi Le-yi yang berbasis di Taipei, mengatakan negara-negara di Laut China Selatan mengintensifkan latihan laut dan udara dengan maksud memiliterisasi wilayah itu.

"Latihan pendaratan adalah bagian dari pelatihan reguler angkatan laut PLA (Tentara Pembebasan Rakyat) dalam mencapai rencana Beijing untuk membawa Laut China Selatan di bawah kendalinya," kata Le-yi.

"Sebuah latihan pendaratan dapat dilihat sebagai persiapan untuk serangan terhadap Taiwan."

Baca Juga: Pernah Jadi Kaya Raya Gara-gara Emas Hitam, Negara di Ujung Amerika Selatan Akhirnya Rela Serahkan Berton-ton Cadangan Harta Terakhir dan Impor Minyak dari Iran

"Tetapi lebih terkait dengan PLA membangun sistem tempurnya untuk setiap kemungkinan konflik di Laut China Selatan," jelasnya.

Belum ada pengumuman resmi dari Tiongkok tentang rencana latihan ini.

Namun, Taiwan merasa khawatir sama halnya dengan negara-negara di sekitar Laut China Selatan, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Australia.

AS Kirim Pembom Angkatan Udara ke Laut China Selatan

Baca Juga: Nasi Sudah Jadi Bubur, Jika Pemerintah Mau Tegas Lockdown Sewaktu Awal Penyebaran Corona, Pakar Yakin Warga Bisa Segera Nikmati Hasilnya: Berat, Tapi Cepat Hilang

Dua pembom Lancer B-1B Angkatan Udara terbang di atas Laut China Selatan pada Selasa lalu, dikutip dari Stars Stripes.

Para pesawat pembom yang dikerahkan ke Guam ini membawa misi untuk mendemonstrasikan kekuatan Angkatan Udara AS, sebagaimana dikatakan Twitter Angkatan Udara pada Rabu (27/5/2020).

technologyreview.com
technologyreview.com

Kemaruknya Kebangetan, China Seenaknya Porak-porandakan Dasar Laut China Selatan Meski Bukan Miliknya, Ratusan 'Makam' Bersejarah pun Turut Hancur

Lancers berasal dari Skuadron Bom Ekspedisi ke-9 di Pangkalan Angkatan Udara Dyess, Texas.

Ini adalah kali kedua pesawat pembom Lancer terbang di kawasan Laut China Selatan.

Baca Juga: Angka Kematian Akibat Corona di Indonesia Disebut 3 Kali Lipat dari Data Resmi, Negara Terbesar di Amerika Selatan Masuk dalam Daftar 5 Negara Dunia Terparah Akibat Covid-19: Begini Penyebabnya

Sebelumnya pada 29 April lalu dua Lancers muncul di Laut China Selatan selama perjalanan 32 jam dari Pangkalan Angkatan Udara Ellsworth, South Dakota.

Di sisi lain, Beijing menganggap penerbangan ini terlalu berlebihan dan provokatif.

Pihaknya menyalahkan Amerika Serikat karena ketegangan antara kedua negara ini sedang meningkat.

Baca Juga: Tuding WHO Sebagai Boneka China, Donald Trump Akhirnya Hentikan Sokongan Dana, Lantas Mengapa Bos Badan Kesehatan Itu Malah Pamer Senyum Bareng Presiden China?

Pemerintah China telah meminta perusahaan-perusahaan BUMN untuk menghentikan impor babi dari Amerika Serikat (AS).

Langkah itu dilakukan sebagai balasan atas kebijakan Gedung Putih yang menghapus perlakuan khusus atas Hong Kong terkait perdagangan.

Dikutip dari CNBC, Selasa (2/6/2020), pemerintah China sudah meminta pembatalan pengiriman daging babi pada beberapa perusahaan importir milik negara, termasuk di dalamnya komoditas kapas dan kedelai.

"China telah meminta sejumlah perusahaan untuk menunda pembelian besar-besaran atas produk pertanian AS seperti babi dan kedelai, sebagai balasan atas reaksi AS ke Hong Kong," ujar sumber yang tidak ingin disebutkan identitasnya.

"Sekarang kita lihat saja apa yang akan dilakukan oleh AS," kata dia lagi.

Baca Juga: Biarpun Dikepung Puluhan Musuh, Sniper Tangguh Andalan TNI Ini Malah Makin Trengginas: Cabuti Satu Per Satu Nyawa dari Setiap Peluru yang Dia Lepaskan

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump meminta pemerintahannya untuk menghapus perlakukan khusus untuk Hong Kong, mulai dari kebijakan ekstradisi hingga perlakuan istimewa terkait perdagangan.

Penghapusan perlakukan khusus atas Hong Kong ini dilakukan AS setelah China memberlakukan UU keamanan negara di bekas koloni Inggris tersebut.

Beijing bahkan mengancam akan menghentikan ekspor pada produk-produk pertanian lain asal AS jika Gedung Putih terus mencampuri urusan dalam negerinya.

SCMP/Robert Ng
SCMP/Robert Ng

Walau Amerika Sudah Lepas Tangan, Inggris Akan Tetap Mendukung Kemerdekaan Hong Kong dari China

Perusahaan-perusahaan importir China diketahui telah membatalkan pesanan 10.000 hingga 20.000 ton pengiriman daging babi dari AS.

Jumlah ini setara dengan total daging babi yang dikirimkan ke China dalam satu minggu.

Baca Juga: Ogah Tanggapi Cuitan Penanganan Covid-19 di Surabaya yang Disebut Bobrok, Emosi Wali Kota Malah Meledak Begitu Dapat Laporan Terbaru Ini: 'Kalau Mau Boikot Jangan Gitu Caranya!'

Selain daging babi, perusahaan-perusahaan China juga tak lagi mengimpor kapas, jagung, dan kedelai dari petani AS , meskipun jumlahnya tidak dipublikasikan secara rinci.

Dalam skenario terburuk, jika Trump terus menekan Beijing dalam masalah Hong Kong, China mengancam akan membatalkan lebih banyak lagi komoditas pertanian AS yang dikirimkan ke negaranya.

Baca Juga: China Kembali Berulah di Laut China Selatan Hingga Bikin 2 Negara Tetangga Indonesia Kesal, Prabowo Subianto Malah Terima Telepon dari Menteri Pertahanan Tiongkok. Begini Bocorannya

"Tidak mungkin Beijing mau membeli barang-barang dari AS ketika terus menerus diserang Trump," kata sumber tersebut.

Dalam sebuah kesepakatan perdagangan pada Januari 2017, China sebenarnya sudah berjanji untuk membeli produk pertanian AS senilai 32 miliar dollar AS selama kurun waktu 2 tahun.

YouTube/military news
YouTube/military news

Kapal Induk China Bermanuver 'Tidak Aman dan Profesional', AS Siap Ladeni dengan Dua Pesawat 'Bomber' Ini, Sudah Rutin Terbang di Laut China Selatan

Tahun ini, China sudah mendatangkan dalam jumlah besar komoditas pertanian AS seperti kedelai, jagung, gandung, minyak kedelai untuk memenuhi kesepakatan dagang tersebut.

Beijing juga meningkatkan jumlah kuota impor daging babi asal AS setelah negaranya diserang pandemi flu babi Afrika.

Kementerian Pertanian AS mencatat, sepanjang kuartal pertama 2020, China mengimpor kedelai dari AS sebesar 1,028 miliar dollar AS dan daging bagi sebesar 691 juta dollar AS.

Baca Juga: Stop Lakukan Kebiasaan Ini Kalau Masih Sayang Nyawa Keluarga, Ternyata Pelihara Ayam di Rumah Bisa Sebarkan Virus Mematikan Seperti Corona: Begini Penjelasan Ahli

Kendati China sudah meminta BUMN untuk menghentikan impor barang pertanian dari AS, perusahaan importir swasta belum diperintahkan untuk melakukan hal yang sama.

Jika Beijing meminta swasta untuk menyetor impor dari AS, dampaknya dipastikan akan lebih luas.

Di sisi lain, Beijing bisa dengan mudah menemukan negara lain yang bisa menggantikan produk pertanian AS tersebut.

"Skala perdagangan tertentu bisa berhenti," kata sumber tersebut.

(Tribunnews.com, Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya