Fotokita.net-Para peneliti membuktikan bahwa mutasi tertentu dari virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19 dapat menciptakan jenis yang lebih mematikan dari jenis lainnya.
Mutasi paling mematikan dari sampel yang diambil dari 11 pasien Covid-19 juga ditemukan pada sebagian besar pasien di Eropa.
Beberapa waktu lalu, para ilmuwan China dari Zhejiang University menemukan mutasi virus corona pada sekelompok kecil pasien yang sebelumnya tidak dilaporkan.
Mutasi ini termasuk perubahan yang sangat langka dan tidak pernah diprediksi oleh para ilmuwan sekalipun.
Sementara itu, jenis lebih ringan ditemukan di AS salah satunya Negara Bagian Washington.
Rapid test virus corona dengan skema Drive thru yang diadakan Kementerian Perhubungan.
Ilmuwan China telah memperingatkan kemampuan mutasi virus corona jenis baru, SARS-CoV-2, yang mungkin telah memberi dampak berbeda terhadap penyakit Covid-19 di seluruh dunia.
Hal ini diungkapkan Profesor Li Lanjuan dan rekan-rekannya dari Zhejiang University seperti dilansir dari South China Morning Post (SCMP), Selasa (21/4/2020).
Studi baru yang dilakukan ilmuwan yang pertama kali menyarankan lockdown kota Wuhan, China, tempat pertama kali virus corona, SARS-CoV-2 terdeteksi ini menunjukkan bukti mutasi tertentu dari virus penyebab Covid-19 itu.
Menurut dia, mutasi tertentu pada virus corona baru ini dapat menciptakan jenis yang lebih mematikan dari jenis lainnya.
Rapid test virus corona dengan skema Drive thru yang diadakan Kementerian Perhubungan.
"SARS-CoV-2 telah memperoleh mutasi yang mampu secara substansial mengubah patogenisitasnya," kata Prof Li.
Untuk menyelidiki mutasi virus corona, SARS-CoV-2, Prof Li dan timnya menganalisa strain virus yang diisolasi dari 11 pasien Covid-19 yang diambil secara acak dari Hangzhou di provinsi Zhejiang.
Hasilnya, menunjukkan mutasi virus paling mematikan pada pasien di Zhejiang juga ditemukan di sebagian besar pasien di seluruh Eropa.
Sementara strain virus corona yang lebih ringan adalah varietas dominan yang ditemukan negara bagian Washington, Amerika Serikat.
Wabah Corona Digadang-gadang Jadi Bencana Kemanusiaan Lantaran Ekonomi Ikut Terserang, PBB Sebut akan Datang Bencana Besar di Muka Bumi: Seperti Kisal Alkitab
Tim Li mendeteksi lebih dari 30 mutasi virus corona dan di antara mereka sebanyak 19 mutasi atau sekitar 60 persen adalah mutasi virus baru.
Mereka menemukan beberapa mutasi ini dapat menyebabkan perubahan fungsional pada spike protein virus, struktur unik di atas selubung virus yang memungkinkan virus corona mengikat sel manusia.
Untuk memverifikasi teorinya, Li dan rekannya menginfeksi sel dengan strain virus corona yang membawa mutasi berbeda.
Jenis yang paling agresif dari SARS-CoV-2 dapat menghasilkan viral load hingga 270 kali lebih banyak dibandingkan jenis yang paling lemah.
Strain virus corona ini juga membunuh sel-sel dengan sangat cepat.
"Itu adalah hasil tak terduga dari sedikitnya selusinan pasien yang menunjukkan perbedaan dari strain virus yang sebagian besar masih diremehkan," jelas Prof Li.
Pasien sembuh virus corona ternyata bisa postitif lagi tapi bukan karena terjangkit ulang (gambar ilustrasi)
Peneliti juga menemukan tiga perubahan yang terjadi secara berturut-turut yang dikenal sebagai mutasi tri-nukleotida yang terjadi pada seorang pasien berusia 60 tahun.
Ilmuwan mengklaim itu adalah peristiwa yang langka terjadi. Sebab, biasanya gen bermutasi pada satu situs pada satu waktu.
Pasien tersebut menghabiskan masa perawatan sekitar 50 hari di rumah sakit, lebih lama dari pasien Covid-19 lainnya.
Bahkan, feses pasien tersebut sangat menular dengan strain virus yang hidup.
"Menyelidiki dampak fungsional dari mutasi tri-nukleotida ini akan sangat menarik," kata Prof Li.
Adapun gen virus corona yang bermutasi saat ini berbeda dari strain paling awal yang diisolasi di Wuhan, tempat virus ini pertama kali terdeteksi.
Petugas pemakaman membawa peti jenazah pasien suspect virus corona atau Covid-19 di TPU Pondok Rangon, Jakarta Timur, Rabu (22/4/2020).
Peneliti mengungkapkan pada umumnya, virus corona berubah dengan kecepatan rata-rata satu mutasi per bulan.
Namun, pada hari Senin, dilaporkan lebih dari 10.000 strain telah diurutkan oleh para ilmuwan di seluruh dunia.
Menurut China National Centre for Bioinformation, dari strain virus corona tersebut mengandung 4.300 mutasi.
Profesor Zhang Xuegong, kepala divisi bioinformatika di National Laboratory for Information Science and Technology, Tsinghua University mengapresiasi metode pengurutan sekuensing ultra-deep.
Metode ini digunakan Prof Li untuk melacak mutasi virus, yakni pada mutasi virus corona, SARS-CoV-2.
"Metode ini adalah strategi efektif untuk melacak mutasi virus dan dapat menghasilkan beberapa informasi bermanfaat," kata Prof Zhang.
Kendati demikian, melacak mutasi virus dengan pendekatan ini bisa jadi akan memakan waktu lebih lama dan harus mengeluarkan lebih banyak biaya.
Selain itu, metode tersebut juga tidak bisa diterapkan pada semua sampel strain virus corona.
Virus corona berubah dengan kecepatan rata-rata satu mutasi per bulan.
Pada Senin (20/4) lalu, lebih dari 10.000 strain telah diurutkan oleh para ilmuwan di seluruh dunia.
Menurut China National Centre for Bioinformation, strain tersebut mengandung 4.300 mutasi.
Para ilmuwan dari seluruh negara masih terus melakukan penelitian terkait virus corona.
Wabah ini dianggap mirip dengan SARS danm MERS menurut peneliti China dalam studi terbarunya, yang hingga kini masih terus diteliti.
Menurut peneliti China, mereka telah melakukan otopsi untuk mengetahui organ dalam tubuh korban yang meninggal akibat virus corona.
Hasilnya pun mengejurkan, ilmuwan temukan hal-hal yang selama ini belum pernah kita ketahui.
Laporan yang diterbitkan oleh jurnal media Inggris, The Lancet ini berdasarkan otopsi yang dilakukan para ahli dari Pusat Medis Kelima Rumah Sakit Umum, Tentara Pembebasan Rakyat di Beijing.
Mereka memperoleh sampel biopsi dan otopsi, dari seorang pria berusia 50 tahun yang meninggal akhir Januari lalu akibat virus corona.
Hasilnya ilmuwan temukan situasi yang mirip dengan wabah SARS, penyakit yang pernah menyerang China Selatan tahun 2002-2003.
Menyeramkan! Bongkar Mayat Demi Buktikan Ganasnya Virus Corona, Penliti Justru Terkejut Lihat Organ Dalam Pasien yang Mengerikan
Pada saat itu SARS menewaskan lebih dari 800 orang dan lebih dari dua lusin negara saat itu juga merasakan dampak dari wabah tersebut.
Sementara itu wabah MERS mewabah tahun 2012, pertama kali diidentifikasi di Arab Saudi menyebabkan 860 kematian secara global.
Pria yang diotopsi di Beijing itu memiliki gejala awal pada 14 Januari kemudian meninggal dua mingggu kemudian.
Setelah itu dia mendonasikan tubuhnya untuk bahan penelitian jika dirinya meninggal, namun akhirnya dia benar-benar tewas.
Kemudian setelah ilmuwan melakukan penelitin dengan otopsi temukan pada alveoli di kedua paru-parunya mengalami kerusakan.
Juga ditemukan cedera pada hatinya yang kemungkinan disebabkan oleh virus corona.
Ada kerusakan yang kurang substansial pada jaringan jantung, menunjukkan bahwa infeksi "mungkin tidak secara langsung merusak jantung."
Peneliti mengatakan, bahwa pengobatan antiinflamasi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak boleh secara rutin digunakan di luar uji klinis.
Wa Fu-sheng dan Zhao Jingmin dua rekan penulis itu tidak mampu menghadapi kometar lebih lanjut.
Tapi mereka mencatat dalam penelitian ini bahwa tidak ada patologi yang ditemukan, sebelum kasus virus corona.
Wabah ini telah menyebabkan sekitar 74.000 orang terinfeksi dan lebih dari 2.000 orang meninggal, sementara yang disembuhkan sekitar 16.000 orang.
Lebih dari 25 negara telah melaporkan infeksi virus corona, dan memicu kekhawatiran bahwa wabah tersebut oleh WHO digolongkan sebagai darurat global.
Sebuah studi terpisah yang diterbitkan dalam The Lancet oleh para spesialis dari University of Edinburgh pada 7 Februari berpendapat bahwa, tentang penggunaan kortikosteroid.
Suatu kelas hormon steroid banyak digunakan selama wabah SARS dan MERS dan telah dicoba pada pasien virus corona baru.
Studi pengamatan menyarankan penggunaannya untuk mengurangi peradangan dapat menyebabkan komplikasi termasuk diabetes, kematian jaringan tulang dan penundaan pengangkatan virus.
Lima ilmuwan China yang dipimpin oleh Lianhan Shang dari Universitas Pengobatan China Beijing, menerbitkan tanggapan terhadap penelitian yang mendorong penggunaaan kortikosteroid dalam kasus tertentu.
Tanggapan ini mengakui risiko penggunaan kortiskosteroid dosis tinggi pada pasien virus corona, termasuk potensi infeksi lainnya.
Tapi mungkin dibenarkan untuk pasien yang sakit kritis dengan peradangan yang signifiasinnya terletak di paru-paru mereka.
Artikel ini telah tayang di Intisari dengan judulPeneliti Terkejut Ketika Bongkar Jenazah Korban Virus Corona, Mereka Temukan Organ Dalamnya Kondisinya Mengerikan, Ternyata Bagian Ini 'Rusak' Setelah Terserang Virus Corona