Fotokita.net -Masyarakat terbatas untuk melakukan aktivitas karena harus berupaya mencegah penyebaran virus corona, sementara di sisi lain kehidupan terus berjalan yang mana berbagai kebutuhan harus dipenuhi.
Sayangnya, meski segala upaya sudah dilakukan, seperti imbauan untuk di rumah saja hingga PSBB, tetapi tetap saja tidak ada perubahan berarti.
Angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia diperkirakan tiga kali lipat dari data kematian yang dirilis oleh Pemerintah Indonesia setiap hari.
Pasalnya, data kematian yang dirilis pemerintah hanya mencantumkan jumlah pasien meninggal setelah terkonfirmasi positif melalui tes molekuler PCR di laboratorium.
Padahal, menurut panduan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah kematian Covid-19 yang dilaporkan harus pula mencakup orang-orang yang meninggal dunia dengan gejala klinis diduga (suspect) Covid-19.
Mengacu pada hal ini, kematian orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) yang meninggal dunia seharusnya dilaporkan.
Koalisi Warga untuk Lapor Covid-19 menginvestigasi, angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia--jika merujuk panduan WHO, hingga 15 Mei 2020, telah menyentuh 4.848 kematian.
Dari 4.848 kematian itu, hanya 1.015 yang dirilis pemerintah (per 15 Mei 2020) sebagai kasus konfirmasi positif, dan 3.833 kematian suspect tidak diumumkan.
Perwakilan Koalisi Warga untuk Lapor Covid-19 Irma Hidayana menyebutkan, investigasi itu dilakukan untuk melacak kematian ODP dan PDP di 18 provinsi di Indonesia.
Ke-18 provinsi itu meliputi Banten, Bengkulu, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Lampung, NTT, Riau, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara.
“Data menunjukkan, jumlah kematian ODP/PDP rata-rata tiga kali lebih besar dari angka kematian positif Covid-19,” ujar Irma melalui keterangan tertulis yang diterima pada Senin (18/5/2020) pagi.
Data tersebut kemudian diolah oleh para kolaborator, di antaranya dokter emergensi Tri Maharani dan epidemiolog Beben Benyamin.
Hasilnya, laju peningkatan jumlah kematian akibat Covid-19 jauh di atas laju peningkatan kapasitas tes Covid-19 Indonesia.
“Jika dibandingkan dengan data kematian yang berhasil dikumpulkan di tujuh provinsi per 9 Mei 2020, terlihat tren jumlah ODP/PDP yang meninggal lebih tinggi dibandingkan dengan laju penambahan kematian yang dites dengan hasil positif,” sebut Irma.
“Kondisi ini menunjukkan minimnya dan lambatnya pemeriksaan menyebabkan orang-orang yang diduga Covid-19 meninggal sebelum diperiksa,” imbuh dia.
Kapasitas tes Covid-19 Indonesia memang sangat rendah dan tidak sepadan dengan jumlah penduduk.
Sebagai perbandingan, di antara lima negara dengan jumlah penduduk terbanyak sedunia, kapasitas tes Indonesia paling rendah.
Berdasarkan data aktual Worldometers per Senin (18/5/2020), India dan Pakistan memeriksa 1,6 orang per 1.000 penduduk, Brazil memeriksa 3,4 orang per 1.000 penduduk, dan Amerika memeriksa 33 orang per 1.000 penduduk.
Ari Puspitasari, seorang perawat Rumah Sakit Royal Surabaya meninggal dunia dengan menyandang status PDP Covid-19, Senin (18/5/2020)
Bagaimana dengan Indonesia? Negara ini hanya sanggup memeriksa 0,6 orang per 1.000 penduduk.
Di region Asia Tenggara, Indonesia bahkan tertinggal jauh dari negeri jiran Malaysia yang memeriksa 13 orang.
Presiden Joko Widodo rupanya turut mengamati kondisi pasar yang mulai ramai menjelang hari raya Idul Fitri 1441 Hijriah.
Padahal, pembatasan sosial berskala besar ( PSBB) masih diterapkan untuk pencegahan virus corona yang menyebabkan Covid-19.
"Saya melihat pasar-pasar tradisional saat ini mulai ramai karena banyak masyarakat yang belanja dalam rangka persiapan Hari Raya," kata Jokowi dalam rapat kabinet terbatas lewat video conference, Selasa (19/5/2020).
Jokowi pun tak mempermasalahkan keramaian di pasar tersebut selama diterapkan prosedur yang ketat untuk pencegahan Covid-19.
"Saya ingin ini dipastikan ada pengaturan jarak yang baik, pakai masker, petugas di lapangan betul-betul bertugas untuk mengingatkan mengenai protokol kesehatan secara terus-menerus," kata Jokowi.
Jokowi mengingatkan kunci keberhasilan dari pengendalian penyebaran Covid-19 ini adalah kedisiplinan semua pihak. Kemudian, masyarakat diminta disiplin untuk mencuci tangan, menjaga jarak yang aman, memakai masker, dan menghindari kerumunan dan keramaian atau konsentrasi massa.
"Saya minta protokol kesehatan betul-betul dipastikan di lapangan, terutama menjelang Idul Fitri dan pada saat nanti Idul Fitri," kata dia.
Jokowi sebelumnya memang sempat meminta masyarakat untuk hidup berdampingan dengan Covid-19.
Sebab, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan terdapat potensi bahwa virus ini tidak akan segera menghilang dan tetap ada di tengah masyarakat.
"Informasi terakhir dari WHO yang saya terima bahwa meskipun kurvanya sudah agak melandai atau nanti menjadi kurang, tapi virus ini tidak akan hilang. Artinya kita harus berdampingan hidup dengan Covid," kata Jokowi pada Jumat pekan lalu.
Kepala Negara menegaskan, hidup berdampingan dengan Covid-19 bukan berarti menyerah dan menjadi pesimis.
Justru dari situlah menjadi titik tolak menuju tatanan kehidupan baru masyarakat untuk dapat beraktivitas kembali sambil tetap melawan ancaman Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Wabah virus corona masih menghantui Indonesia.
Bahkan kasus positif terinfeksi Covid-19 tercatat sudah melapaui angka 17 ribu orang.
Di tengah kepanikan masyarakat yang tak kunjung mendapatkan kepastian soal kapan pandemi ini berakhir, Presiden Jokowi malah meminta masyarakat untuk menghadapi era normal baru.
Apa itu era normal baru?
Mengutip dari Kompas.com, kondisi ketika masyarakat bisa kembali beraktivitas secara normal, tetapi harus tetap memperhatikan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19.
"Bapak Presiden menekankan pentingnya kita harus bersiap siaga untuk menghadapi era normal baru, kehidupan normal baru," kata Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy usai rapat dengan Presiden, Senin (18/05).
"Di mana kita akan berada dalam situasi yang beda dengan normal sebelumnya," tutur dia.
Muhadjir mengakui, dalam rapat tersebut dibahas upaya untuk melakukan relaksasi atau pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Relaksasi ini dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan atau memulihkan produktivitas ekonomi. Namun, belum diputuskan kapan relaksasi akan dilaksanakan.
"Untuk itu, kemudian Bapak Presiden telah menetapkan perlunya ada kajian yang cermat dan terukur, dan melibatkan banyak pihak untuk mempersiapkan tahapan-tahapan pengurangan PSBB," ucap Muhadjir.
Hidup pada era normal baru sebelumnya juga sempat disampaikan langsung oleh Jokowi.
Kepala Negara menegaskan bahwa masyarakat harus hidup berdampingan dengan Covid-19 karena sampai saat ini vaksin belum ditemukan.
Tak ada yang mengetahui pasti kapan pandemi akan berakhir.
"Kebutuhan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini. Itu keniscayaan, itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru," kata Presiden pada Jumat pekan lalu.
Hingga Minggu (17/05), jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia tercatat mencapai 17.514 kasus.
Dari jumlah itu, 4.129 orang dinyatakan sembuh dan 1.148 orang lainnya meninggal dunia.