Kembali Bikin Onar di Laut China Selatan, Angkatan Laut Tiongkok Makin Pede dengan Senjata Rahasia yang Murah dan Hemat Biaya Ini: Amerika Pun Ketinggalan Dua Langkah!

Selasa, 12 Mei 2020 | 19:43
Daily Star

Sebuah kapal selam nuklir Tiongkok terlibat dalam konfrontasi 'aneh' di Laut China Selatan

Fotokita.net - Aksi ikut campur yang dilakukan Amerika ternyata membuat China meradang.

Menurut Global Times, pada Selasa (12/4/2020), beberapa pihak China menyerukan untuk meningkatkan kekuatan militernya untuk melawan dominasi Amerika.

Editor Global Timesmengatakan, Beijing kini setidaknya harus membeli setidaknya 100 rudal strategis DF-41 untuk jangkuan yang lebih panjang.

Saat ini China telah menyebabkan ketegangan beberapa negara di Asia Tenggara akibat kawasan Laut China Selatan.

Bagian samudera itu kini disengketakan oleh banyak negara, termasuk China yang mengklaim wilayah maritim itu adalah bagian dari negeri panda.

China mati-matian mempertahankan kawasan maritim tersebut, dengan mengirim kapal militer untuk berpatroli.

Bahkan Vietnam yang juga mengklaim sebagai pemilik wilayah tersebut, juga disusir dan dilarang untuk beraktivitas di kawasan itu.

Sementara tindakan China tersebut memicu Amerika, untuk mengirim pasukan mliternya untuk memantau kawasan yang disengketakan itu.

Baca Juga: Baru Kelar Urusi Covid-19 di Negaranya, Tiongkok Kembali Petantang Petenteng di Laut China Selatan: Larang Tetangganya Tangkap Ikan Hingga Bikin Geram Dua Negara Ini

Pencegahan nuklir akan mengekang ambisi strategis yang diluncurkan oleh AS yang mencoba mengintimidasi China.

Saat ini Amerika Serikat menyatakan China sebagai pesaing strategis terbesarnya, dan Washington lebih mungkin akan mengekang dan mengintimidasi China.

Hu Xijing, editor Global Times, mengatakan China seharusnya meningkatkan pencegahan nuklirnya untuk menghentikan AS.

Hal itu mengingat konflik yang muncul di kawasan Laut China Selatan dan Selat Taiwan.

Dengan kepemilikan tambahan senjata itu, akan menjadi gudang senjata nuklir, dan membuat kedua negara sama kuatnya.

Meski demikian, upaya ini bukanlah hasutan perang untuk menginginkan perang nuklir.

Baca Juga: Baru Saja Warga Mau Disiplin Ikuti Aturan Pemerintah, Para Anak Buah Jokowi Malah Keluarkan Kebijakan yang Bertolak Belakang dengan Permintaan Sang Atasan: Jadi Harus Bagaimana?\

ibtimes
ibtimes

Pangkalan militer Laut China Selatan

Pembangunan senjata nuklir menjadi langkah defensif untuk mencegah Amerika melakukan serangan lebih dahulu pada China.

"China berkomitmen untuk tidak memulai meluncurkan senjata nuklirnya, dan kami tidak akan pernah mengancam negara non-nuklir dengan persenjataan nuklir kami," katanya.

Namun dia menambahkan, "Jika AS yakin negara itu akan menundukkan China di Selat Taiwan maupun Laut China Selatan, dan mempertimbangkan China untuk mempertahankan hegemoni global, China harus memperbaiki kesenjangan nuklirnya."

"Perang nuklir bisa menyebabkan bencana manusia, dan pencegahan untuk itu harus dilakukan," katanya.

Sementara itu, otoritas China langsung memberi tanggapan pada editor Global Times.

Dalam pernyataan yang ditulis kepada Newsweek, Hua Chunying, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China mengatakan, "Ini adalah pandangan pribadi Hu atas kebebasan berbicara di Tiongkok."

Baca Juga: Disebut Jadi Kemajuan Besar dalam Pengobatan Covid-19, Jokowi Minta Para Anak Buahnya Segera Lakukan Hal Ini Demi Kesembuhan Pasien yang Masih Dirawat

Google Maps
Google Maps

Salah satu pulau di Kepulauan Spartly di Laut China Selatan

"Kebijakan China atas pengendalian senjata sangat konsisten," katanya.

"Kami percaya bahwa negara kami memiliki persenjataan nuklir terbesar, dan memiliki tanggung jawab khusus untuk mengurangi persenjataan nuklir secara drastis," jelasnya.

"China memegang prinsip tidak akan menggunakan senjata nuklir untuk pertama kalinya," jelasnya.

Baca Juga: Ogah Layani Tantangan Jerinx di Instagram, Ahmad Dhani Bongkar Sosok Ini Jadi Alasan Utamanya: Sekarang Masuk Perkumpulan Suami Takut Istri?

kompas.com
kompas.com

Ilustrasi militer China.

China kembali menjadi perhatian dunia. Bukan soal virus corona, melainkan klaim sepihaknya atas Laut China Selatan.

Bahkan memberlakukan larangan untuk negara-negara di sekitarnya melakukan kegiatan penangkapan ikan.

Hal tersebut kembali memanaskan sengketa Laut China Selatan yang memang telah berlangsung lama.

Kini, China pun menuai protes dari berbagai negara, seperti Vietnam dan Filipina.

Baca Juga: Suaminya Dibilang Kirim Helikopter Pribadi Buat Jemput Syahrini, Begini Foto Paras Cantik Istri Haji Isam Pengusaha Batu Bara yang Berteman Dekat Diva Musik Indonesia

Selain itu, klaimtersebut pun membuat situasi China dan AS memanas.

AS turut menentang klaim ekspansif China, bahkan hingga membuat militer China menyebutnya sebagai 'pembuat onar'.

Dalam situasi tersebut, China sempat memamerkan kekuatan militernya di Laut China Selatan.

Berbicara soal militer China, negara ini memang terkenal dengan kekuatan militernya. Bahkan kini telah memiliki senjata angkatan laut paling kuat.

US Navy File
US Navy File

Kapal perang Amerika di Laut China Selatan.

Pada 2018 lalu, intelijen AS berhasil membongkar kekuatan militer China yang kian berbahaya.

Salah satu yang diketahui adalah kepemilikan China atas senjata Angkatan laut paling kuat yang disebut Railgun, yang menggunakan energi elektromagnetik, dan tidak menggunakan bubuk mesiu.

Railgun menggunakan energi elektromagnetik bukan bubuk mesiu untuk mendorong putaran, dan China mampu menyerang target 124 mil jauhnya dengan kecepatan hingga 1,6 mil per detik, menurut laporan itu.

Untuk perspektif, tembakan yang ditembakkan dari Washington, DC, bisa mencapai Philadelphia dalam waktu kurang dari 90 detik.

Baca Juga: Dentuman Misterius di Jawa Tengah Bikin Ketar-ketir Warga, Begini Firasat Mbah Mijan Beberapa Jam Sebelum Kejadian Itu Viral di Media Sosial

inquisitr
inquisitr

Pangkalan laut China selatan

Railgun telah lama muncul di daftar keinginan militer Rusia, Iran, dan AS sebagai senjata hemat biaya yang memberi angkatan laut kekuatan meriam dengan jangkauan peluru kendali presisi, seperti dilansir dari CNBC.

Bahkan rincian Biaya, untuk membuat Railgun juga dilaporkan, disebutkan China mengelontorkan dana sekitar 25.000 Dollar As, hingga 50.000 Dollar AS (Sekitar Rp 352 Juta - 700 Juta).

Angka tersebut terhitung lebih murah, dibandingkan dengan senjata rudal jelajah Tomahawk milik Angkatan Laut AS yang memiliki harga hingga, 1,4 Juta Dolar AS (Sekitar Rp 19 Milliar).

Baca Juga: Tanpa Terapkan PSBB, Pandemi Covid-19 di Daerah Ini Bakal Segera Berakhir yang Jauh Lebih Cepat dari Jakarta. Ternyata Begini Kunci Rahasianya

Pertama kali, Railgun Cina diperlihatkan pada 2011, dan tengah menjalani pengujian pada tahun 2014, dan laporan terkait dilaporkan oleh CNBC pada tahun 2015 dan 2017.

Ketika senjata tersebut dikalibrasi untuk menyerang, senjata tersebut juga berhasil dipasang di kapal perang, dan mulai di uji coba di laut pada Desember 2017.

Hal ini menjadikannya China mendapatkan satu tempat lebih tinggi di kubu Angkatan Lautnya, ketika prestasi tersebut belum pernah dicapai oleh negara lain.

Sedangkan di kubu Angkatan Laut AS, Railgun baru dikembangkan dan baru dioperasikan dalam beberapa tahun lagi.

Bahkan saat ini Railgun masih dalam pengembangan, dan bersifat rahasia di bawah Kantor Penelitian Angkatan Laut.

Bahkan China sudah mendahuluinya, dengan mengembangkan senjata sebesar ini, yang berasal dari pengerahan sistem rudal di Beijing ke pos terdepan di Laut Cina Selatan.

Railgun milik China juga dipadukan dengan sistem pertahanan pantai yang baru, dan merupakan tambahan yang signifikasi, terhadap militer China di salah satu wilayah yang paling diperebutkan dunia.

Baca Juga: Pesawatnya Baru Dua Menit Terbang dari Bandara Sentani, Pilot Perempuan yang Alami Kecelakaan di Papua Ternyata Bukan Orang Sembarangan: Warga Amerika Lulusan MIT

Artikel ini telah tayang di Hot.grid.id dengan judul Senjata Murah dan Hemat Biaya Ini Justru Buat Angkatan Laut China Jadi yang Terkuat di Dunia, Mampu Serang Musuh dari Jarak Super Jauh Tanpa Meleset Sedikitpun

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma