Peneliti Singapura Sebut Pandemi Corona Berakhir Bulan September, Tapi Dosen Unair Surabaya Paparkan Kasus Covid-19 Akan Hilang Pada Awal Agustus. Begini Perhitungannya

Minggu, 10 Mei 2020 | 03:20
Otomotif Kompas

Banyak Syarat yang Harus Dipenuhi Agar Bisa Longgarkan PSBB, Ahli Epidemiologi: Vaksin Masih Lama

Fotokita.net - Sejumlah ahli melakukan kajian untuk memprediksi kapan pandemi virus corona di Indonesia mencapai puncaknya.

Bagaimana menandai telah memasuki masa puncak pandemi? Puncak pandemi terjadi ketika kurva kasus di suatu negara rata.

Selain itu, ada pelambatan penyebaran virus dan angka kasus baru yang terus menurun.

Ada yang memprediksi puncak pandemi akan terjadi pada bulan ini, Mei 2020. Ada pula yang memprediksi antara Juni-Juli 2020.

Epidemiolog Indonesia dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, waktu puncak pandemi bervariasi dan berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lain.

Mengapa? Karena temuan kasus Covid-19 berbeda-beda di setiap daerah.

Baca Juga: Sebut Erwin Prasetya Paling Rajin Shalat 5 Waktu, Ternyata Ahmad Dhani Adalah Orang yang Paling Vokal dalam Keputusan Mantan Pembetot Bas Itu Keluar dari Dewa 19. Begini Ceritanya

Sonora FM Surabaya

PSBB Surabaya Raya diperpanjang

“Dari tren yang ada, Pulau Jawa akan mengalami puncak lebih awal, di sekitar akhir Mei dan awal Juni. Ini yang harus diantisipasi dengan penyediaan layanan kesehatan (ICU, ventilator, jumlah tenaga medis, APD dan sebagainya),” ujar Dicky, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (1/5/2020).

Menurut Dicky, biasanya masa puncak memiliki durasi waktu relatif lama yakni kisaran 10-20 hari.

Baca Juga: Terus-terusan Diminta Turunkan Harga BBM Gara-gara Minyak Dunia Ada di Titik Nadir, Akhirnya Pertamina Berikan Kabar Baik Buat Warga Indonesia di Tengah Pandemi: Tertarik?

Sementara itu, Pakar epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono memperkirakan, puncak pandemi Covid-19 terjadi pada pertengahan Mei 2020.

Catatannya, tidak terjadi mudik saat menjelang Idul Fitri 1441 Hijriah. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan melarang masyarakat melakukan mudik jelang Lebaran.

makassar.tribunnews.com
Tribun-timur.com / Hasan

Belasan pelaku balapan liar diamankan Satuan Lantas Kepolisian Resort Kota Besar Makassar, saat patroli Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Hal ini sebagai salah satu langkah antisipasi semakin meluasnya penyebaran virus corona.

"Jadi di saat itulah, kalau enggak ada mudik. Kalau ada mudik itu agak meningkat drastis lagi pas Lebaran," ujar Pandu, seperti diberitakan, Kamis (14/4/2020).

Melalui perhitungan yang dilakukan bersama Tim Fakultas Kesehatan UI, Pandu mengatakan, jika pemerintah menerapkan intervensi moderat, maka pasien yang terjangkit Covid-19 di Indonesia bisa mencapai 1,3 juta orang.

"Sekitar 1,3 juta total prediksi kasus yang butuh perawatan rumah sakit," kata Pandu.

Baca Juga: Sudah 7 Tahun Ditinggal Pergi Sang Ustaz Kondang Hingga Didekati Sederet Lelaki Tampan, Ternyata Perempuan Cantik Ini Masih Betah Menjanda: Dia Adalah Sosok yang Sempurna

Yang dimaksud intervensi moderat adalah, pemerintah telah melaksanakan tes massal tapi dengan cakupan rendah.

Sementara, jika pemerintah melakukan intervensi skala rendah (mengedepankan masyarakat sukarela melakukan pembatasan), jumlah pasien yang terjangkit Covid-19 di Indonesia diprediksi mencapai 2,5 juta jiwa.

Jika pemerintah menerapkan intervensi skala tinggi, jumlah pasien Covid-19 di Indonesia diprediksi mencapai 600.000 jiwa.

Perpanjang PSBB, Rapid Test Massal Bakal Dilakukan di Banjarmasin

Adapun, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 memperkirakan, puncak pandemi virus corona di Indonesia akan dimulai pada awal Mei dan berakhir awal Juni.

"Kami telah me-review dan mengombinasikan seluruh prediksi, puncak pandemi akan dimulai pada awal Mei dan berakhir sekitar awal Juni," kataKetua Tim Pakar Gugus Percepatan Penanganan Covid-19 Indonesia Wiku Adisasmito, beberapa waktu lalu.

Adapun jumlah kumulatif kasus awal periode puncak pada Mei diperkirakan sekitar 95.000 kasus.

Baca Juga: Ilmuwan China Berhasil Temukan Virus Corona yang Paling Berbahaya dan Mematikan, Lantas Jenis Apa yang Ada di Negara Kita?

Sementara, pada Juni dan Juli kasus kumulatif yang dikonfirmasi diperkirakan berjumlah sekitar 106.000 kasus.

Ketua Gugus tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo pada 3 April 2020 menyebutkan, berdasarkan data dari Badan Intelijen Negara, puncak pandemi diperkirakan terjadi Juli 2020.

Tribunjabar.id/Deni Denaswara

Situasi Check Point PSBB di perbatasan Kota Cimahi dan Kota Bandung, Sabtu (2/5)

Studi yang dilakukanSingapore University of Technology and Design (SUTD) memperkirakan,akhir pandemi 97 persen diprediksi akan terjadi pada 7 Juni 2020 dan 100 persen pada 7 September 2020.

Data ini dikutip berdasarkan publikasi di laman SUTD pada 26 April 2020. Prediksi yang dilakukan SUTD berdasarkan data dari perkembangan kasus hingga waktu berakhirnya pandemi virus corona di berbagai negara.

Baca Juga: Selamat dari Serangan Virus Corona Nan Ganas, Tapi Perempuan Cantik Ini Justru Meregang Nyawa Gara-gara Hal Sepele Ini Sewaktu Rayakan Masa Akhir Lockdown

Sejumlah ahli juga mengingatkan agar masyarakat dan pemerintah tetap waspada dengan kemungkinan terjadinya gelombang kedua virus corona.

"Saya kira memang gelombang kedua (pandemi) itu bisa terjadi, saat puncak sudah lewat, yang sakit itu sudah turun," kata Perwakilan Solidaritas Berantas Covid-19, Prof Akmal Taher, seperti diberitakan, 13 April 2020.

Menurut dia, gelombang kedua bisa saja terjadi apabila sistem yang dibuat pemerintah dan dilakukan oleh masyarakat sipil melonggar.

Kompas.com
Kompas.com

Ilustrasi PSBB Depok, akan ada sanksi bagi pelanggar. Petugas pemadam kebakaran menyemprotkan cairan disinfektan di Jalan Margonda Raya, Depok, Jawa Barat.

Risiko gelombang kedua berpotensi terjadi ketika ada transmisi saat orang-orang telah merasa aman karena melewati puncak pandemi.

Hal yang sama diungkapkan Pandu. Ia menyebutkan, gelombang kedua terjadi ketika masyarakat dan pemerintah lalai saat terjadi penurunan jumlah kasus.

"Nanti ada penurunan. kalau sudah terjadi penurunan, kita lalai kita enggak waspada itu bisa naik lagi," kata Pandu.

Sementara itu, Dicky mengatakan, penguatan data saat ini penting untuk menilai keberhasilan intervensi serta mengantisipasi gelombang kedua.

Baca Juga: Segera Siapkan Kamera, Inilah Daftar Peristiwa Langit yang Bisa Kita Saksikan di Indonesia: Salah Satunya Fenomena Langka di Atas Kabah

Ia mengingatkan,Indonesia perlu mewaspadai adanya gelombang kedua sepanjang belum ditemukan vaksin virus corona.

"Mengingat sampai saat ini Covid-19 di Indonesia diperkirakan masih memiliki angka reproduksi di atas 1, ditambah kita belum memiliki vaksin. Selain itu, sebagian besar populasi global di mana menurut WHO 90 persen lebih belum memiliki imunitas, maka potensi penyakit Covid-19 tetap ada dan menyerang kembali dalam bentuk gelombang kedua atau ketiga,” ujar Dicky.

Dosen Biostatistika dan Kependudukan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Hari Basuki Notobroto memprediki bahwa kasus virus corona di Indonesia akan mencapai puncak pada pertengahan Mei 2020 ini.

Hari yang meneliti dengan model probabilisitik, menyebutkan Indonesia diperkirakan pada pertengahan Mei memasuki puncak transmisi dan kemudian turun.

"Diperkirakan akhir bulan Juli atau permulaan Agustus mereda," ujar Hari dalam Webinar dengan topik Covid-19: Prediction and Exit Strategi, Sabtu (9/5/2020).

Baca Juga: Jokowi Izinkan Warga Beraktivitas Kembali, Foto Timeline Pasar dan Mal Buka Kembali Jadi Viral. Begini Faktanya

Dia mengatakan, dengan model penelitian komulatif probability prediksi tersebut memang dapat bergeser apabila terjadi perubahan walaupun cuma dua hari.

"Awalnya justru sekitar September menjadi akhir Juli atau awal Agustus," tuturnya. Berbeda dengan penelitian dari statistika UGM, Hari memprediksi puncak kasus Covid-19 sebesar 40.000 pasien positif.

Yusron nauval/tribunjatim.com
Yusron nauval/tribunjatim.com

Petugas saat melakukan screening kendaraan masuk ke Surabaya di hari keempat PSBB

Selain memprediksi data nasional, Hari juga meneliti mengenai perkiraan puncak pandemi virus corona di Jawa Timur. Kondisi di Jawa Timur menurutnya akan berbeda dengan nasional.

"Diperkirakan Jawa Timur pertengahan bulan Juni puncaknya, lebih lambat dibandingkan nasional. Karena memang data di Jawa Timur tidak beraturan. akhir September atau awal Oktober dapat mereda," papar dia.

Jawa Timur belum mencapai puncak transmisi. Dia menyebut jumlah kasus total 20.000 untuk Jawa Timur.

Baca Juga: Bukan Cuma Bisnis Ruben Onsu yang Terjun Bebas di Tengah Pandemi, Artis Senior Ini Terpaksa Pinjam Kartu Kredit Keponakan Agar Dapur Tetap Ngebul

Seluruh prediksi tersebut menurut Hari menggunakan analisis model probabilistik.

Namun Hari juga menggarisbawahi model yang dibuat oleh sejumlah pakar bersifat dinamis dan bisa berubah.

Hanya berbeda waktu sehari-dua hari, hasilnya akan bergeser. Dia menyebut perhitungan SUTD di awal yang memprediksi pandemi corona di Indonesia akan berakhir pada Juni.

Namun dengan update data terbaru, ada pergeseran sampai 4 Mei maka prediksi berubah dan disebutkan pandemi di Indonesia baru akan berakhir di bulan September.

Sementara Guru Besar Statistika UGM Dedi Rosadi sebelumnya menyebut, pandemi Covid-19 akan berakhir pada 29 Mei 2020 dengan minimum total penderita positif sekitar 6.174 kasus.

Belakangan dengan data hingga 23 April, diprediksi virus corona di indonesia mereda akhir Juli 2020, dengan total kasus positif 31.000. Sedangkan Presiden Joko Widodo menyebut akhir 2020 masyarakat baru dapat beraktivitas hampirseperti semula.

Baca Juga: Setelah Sempat Batal, Maskapai Ini Akhirnya Mulai Terbang Lagi Pada 10 Mei 2020. Calon Penumpang Pun Wajib Kantongi Surat Rekomendasi dari Sini

Selain itu Hari juga menyebutkan yang membuat prediksi kasus berubah di antaranya adalah ketersediaan data dan kualitas data. Selama ini pihaknya mengakses dari data yang diumumkan pemerintah.

Sehingga apabila ada keterlambatan data atau kualitas data yang kurang berkualitas hal itu dapat memengaruhi dalam model yang dihasilkan.

Pihaknya juga menjelaskan bahwa model prediksi kasus bukan seperti bola kritas yang pasti terjadi. Sedangkan prediksi model bersifat dinamis dan tidak fixed.

"Hal itu untuk mengantisipasi efek yang tidak terduga. prediski jangka pendek bisa lebih akurat daripada jangka panjang. Model tidak diinterpretasi berlebihan," paparnya.

Hari menyebutkan, apabila melihat model probabilistik dia lebih condong menyebut bahwa kasus dapat mereda ketimbang berakhir.

"Apabila model deterministik angka kasus akan 0, namun dengan probalilitik tidak pernah mencapai nol, mendekati nol," ujar dia.

Baca Juga: Warga Rawabadak Berkelahi Gara-gara Rebutan Bansos, Tapi Emak-emak di Sulawesi Selatan Malah Kembalikan Sembako Lantaran Tak Tahan Lihat Kejadian Ini

Sedangkan pandemi dapat disebut mereka apabila indikator pandemi bisa dipantau. Seperti jumlah kasusnya menurun dan kasus baru mendekati nol.

Selain itu, tingkat reproduksi kasus baru yang semakin kecil, bisa di bawah 1.

"Jika melihat di China, tingkat reproduksi kasus awalnya dari 3,8 menjadi 0,5 di Hubei dan menjadi 0,1 di seluruh China," paparnya.

Baca Juga: Sosoknya Kerap Jadi Sorotan Gara-gara Isu Perselingkuhan dalam Rumah Tangganya, Kini Ahmad Dhani Pukul Balik Pahlawan Anak Muda Bali Itu: Mas Botak, Kenapa Tak Respon?

Selanjutnya, yang dapat diamati juga adalah indikator perilaku masyarakat.

Menurutnya pandemi covid, memberikan pelajaran pada masyarakat untuk membentuk perilaku kesehatan yang baru.

Seperti kebiasaan mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak. (Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya