Fotokita.net -Henti Jantung Mendadak (HJM) adalah salah satu penyebab kematian terbesar di dunia.
Di Indonesia berdasarkan data tahun 2014, Kementerian Kesehatan memperkirakan terdapat 10.000 orang per tahun yang mengalami HJM. Hal itu berarti dalam setiap hari, ada 27 kasus HJM.
Pada 2016, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) juga menemukan kasus HJM berkisar antara 300.000 – 350.000 tiap tahunnya.
Angka tersebut diperkirakan terus bertambah mengingat korban penyakit jantung coroner dan stroke diperkirakan akan mencapai 23,3 juta orang pada 2030.
Didi Kempot dikabarkan meninggal dunia karena kelelahan
Pada hari ini, Selasa (5/5/2020), penyanyi Didi Kempot meninggal dunia di Rumah Sakit Kasih Ibu Solo.
Diagnosis awal, Didi mengalami Henti Jantung Mendadak (HJM).
“Henti napas, henti jantung. Setelah kita lakukan pertolongan, kita resusitasi. Namun karena kondisi pasien buruk, pasien tidak tertolong. Pukul 07.45 dinyatakan meninggal oleh dokter,” tutur Manajer Humas RS Kasih Ibu Solo, Divan Fernandez seperti dikutip dari KompasTV, Selasa (5/5/2020).
Apa yang menyebabkan seseorang mengalami HJM? Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah dr Daniel P.L. Tobing, Sp.JP menyebutkan penyebab HJM terbagi menjadi dua yaitu serangan jantung coroner dan henti jantung irama listrik.
Serangan jantung koroner terjadi hingga 75 persen dari total kasus HJM. Daniel mengatakan serangan jantung koroner terjadi karena ada sumbatan di dalam pembuluh darah jantung.
Sumbatan akan membuat aliran darah tersendat dan tidak dapat mengalir dengan baik. Inilah yang membuat jantung berhenti bekerja.
“Jantung tidak mendapat oksigen dan nutrisi yang seharusnya diperoleh dari darah,” ujar Daniel beberapa waktu lalu.
Sementara itu, henti jantung irama listrik disebabkan oleh gangguan irama listrik jantung.
Prevalensi pasien yang mengalami penyebab ini lebih sedikit daripada serangan jantung koroner.
Daniel menjelaskan penyebab henti jantung irama listrik antara lain gangguan fungsi otak, saraf, dan beberapa penyebab nonkardiak lainnya.
“Pada henti jantung irama listrik, anatomi jantung bagus tapi ternyata bisa berhenti mendadak. Maka biasanya dokter kemudian menelaah apa yang menjadi penyebab pastinya,” ujarnya.
Situs Healthline merangkum beberapa penyebab HJM:
1. Penyakit jantung koroner
2. Anatomi jantung yang besar. Jantung yang berukuran besar biasanya tidak berdenyut dengan sempurna, sehingga ototnya lebih mudah mengalami kerusakan.
3. Kelainan katup jantung. Hal ini menyebabkan jantung dialiri atau bahkan dibanjiri lebih banyak darah, melebihi kapasitasnya.
4. Penyakit jantung bawaan. Hal ini lebih berisiko terhadap anak-anak yang mengalami penyakit jantung bawaan.
5. Kelainan irama jantung
Berikut beberapa faktor risiko seseorang mengalami HJM berdasarkan situs Healthline:
1. Merokok
2. Gaya hidup berpindah
3. Tekanan darah tinggi
4. Obesitas
5. Memiliki penyakit jantung bawaan
6. Memiliki riwayat serangan jantung
7. Pria di atas usia 45 tahun dan wanita di atas usia 55 tahun
8. Lebih banyak terjadi pada pria
9. Akibat kekerasan fisik
10. Kadar potasium dan magnesium yang rendah
Ketika mengalami HJM, Anda mungkin akan mengalami hal ini:
1. Pusing
2. Sesak napas
3. Kelelahan dan lemas
4. Muntah
5. Jantung berdebar-debar
Anda wajib mendatangi Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes) apabila terjadi hal-hal berikut:
1. Nyeri dada
2. Hilang denyut nadi
3. Tidak bernapas atau kesulitan bernapas
4. Hilang kesadaran
5. Pingsan
Meski begitu, kematian akibat HJM rupanya dapat dicegah. Pertolongan pertama menjadi kunci agar seseorang bisa tetap hidup.
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah dr Jetty R H Sedyawan, Sp.JP(K) menyebutkan, saat seseorang mengalami HJM, rentang waktu 7-10 menit pertama merupakan waktu yang tepat untuk menyelamatkan korban.
“Pada menit-menit pertama itu, seseorang sangat membutuhkan pertolongan,” tutur Jetty beberapa waktu lalu.
Dalam rentang waktu tersebut, setiap menit mengandung risiko. Tingkat keselamatan seseorang yang mengalami HJM menurun sekitar 7-10 persen setiap menit.
“Oksigenisasi otak jadi terlambat, otak mengalami kematian sel,” tambahnya. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah dengan resusitasi jantung paru (CPR).
Tak harus tenaga medis, siapa pun bisa melakukannya. CPR dilakukan dengan cara menekan bagian jantung dengan dalam dan cepat.
Setiap menit, seseorang butuh melakukan 100 gerakan CPR untuk memacu bergeraknya jantung. “Jangan di tempat tidur, kalau bisa dikasih papan atau di atas lantai,” tutur Jetty. (Kompas.com)