Pernyataan Gubernur NTT Itu Seperti Jadi Kenyataan, Pulau Komodo Masuk dalam Daftar Destinasi Tak Perlu Dikunjungi Tahun 2020. Bagaimana Cerita Sebenarnya?

Selasa, 19 November 2019 | 13:14
iStockphoto

Komodo menjadi salah satu ciri khas kekayaan fauna Indonesia.

Fotokita.net - Pulau Komodo sebagai destinasi yang mendunia kembali jadi sorotan. Kali ini, sebuah media Amerika Serikat telah memasukkan Pulau Komodo sebagai destinasi yang lebih baik dipertimbangkan untuk tidak dikunjungi pada 2020.

Media Amerika itu memasukkan Pulau Komodo dalam daftar "No List 2020 " itu dengan sejumlah alasan. Apa alasannya? Apakah ada kaitannya dengan pernyataan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat?

Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat memang sosok yang penuh kontroversi. Sejak akhir tahun 2018 dia berulang kali menyampaikan rencana penutupan Pulau Komodo di NTT.

Penutupan itu direncanakan selama satu tahun. Alasannya untuk memperbaiki ekosistem pulau Komodo. Jumlah komodo maupun mangsa alaminya, kata Viktor, diperkirakan menyusut.

Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat berulangkali menyatakan ingin menutup Pulau Komodo selama satu tahun. Tidak hanya itu, masyarakat yang telah tinggal di sana juga rencananya akan dipindahkah. Bagaimana perkembangannya saat ini?

Baca Juga: Kabar Gembira, Pulau Komodo Tak Jadi Ditutup! Kini Warga dan Pelaku Wisata Bisa Bernapas Lega. Ternyata Begini Alasannya

Ide itu bahkan kemudian berkembang menjadi pemindahan seluruh warga yang ada di Pulau Komodo. Tentu saja, ide tersebut ditentang oleh sekitar 2.000 penduduk di sana. Pekan lalu, puluhan di antaranya bahkan datang ke Jakarta untuk menggelar aksi demontrasi. Ihsan Abdul Amir adalah salah satunya.

“Saya baru dua hari yang lalu pulang dari Jakarta,” kata Ihsan.

Yang agak melegakan, menurut Ihsan adalah karena Viktor Laiskodat sejauh ini belum membuat pernyataan baru terkait polemik tersebut. Masyarakat memahami, bahwa keputusan terakhir ada di Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, karena itulah antisipasi mereka arahkan pada keputusan menteri, bukan langkah gubernur.

Wikimedia Commons
Bahnfrend/Wikimedia Commons

Pantai Pink di Pulau Komodo

Warga Pulau Komodo, yang jumlahnya sekitar 2.000 orang, boleh merasa lega mendengar pernyataan dari Menteri Pariwisata Kabinet Kerja, Arief Yahya. Pada hari Rabu (18/9) di Yogyakarta, Arief mengatakan Pulau Komodo tidak akan ditutup.

"Sudah ada keputusan dari tim bahwa, pertama, Pulau Komodo tidak harus ditutup. Kedua, masyarakat di sana tidak harus dipindahkan. Tetapi ini masih keputusan Tim Terpadu (Timdu) yang dipimpin oleh setingkat Dirjen. Maka masih memerlukan penetapan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” kata Arief.

Baca Juga: Foto Komodo Liar Cuma Ada di Indonesia! Peneliti Asing Berhasil Temukan Kunci Rahasia dalam Sistem Tubuh Komodo

Hanya saja, hingga hari ini belum ada keputusan dari Menteri LHK. Humas kementerian tersebut, Djati Wicaksono Hadi yang dikonfirmasi hanya mengatakan bahwa kewenangan ada di Menteri LHK selaku pemegang otoritas di bidang pengelolaan konservasi. Didesak lebih jauh apakah sudah ada keputusan pasti, Djati tidak memberi jawaban.

Instagram @bclsinclair

BCL di Pulau Komodo

Padahal keputusan itu sangat ditunggu Menteri Pariwisata. Tanpa ada keputusan sampai saat ini, kata Arief, agen perjalanan wisata di seluruh dunia tidak berani menjual paket ke Pulau Komodo. Mereka tidak mau mengambil risiko menjual paket saat ini, jika ternyata keputusan pemerintah adalah mulai menutup awal tahun depan, misalnya. Kondisi yang menunggu ini, lanjut Arief, tidak bagus bagi sektor pariwisata

"Jadi tidak ada masalah ditutup tidak ditutup, tapi yang bagus adalah harus pasti. Tetapi sudah saya bocorkan ini hasil Timdu yang menyatakan, tidak perlu ditutup dan tidak perlu ada pemindahan warga masyarakat yang ada di Pulau Komodo,” tambah Arief.

Baca Juga: Kian Mencemaskan, Anakan Komodo Nyaris Pindah Tempat ke Singapura

hollandamerica.com

Pulau Komodo, Indonesia

Bergantung Pada Pariwisata

Kekhawatiran penduduk Pulau Komodo bukan hanya soal penutupan dan pemindahan penduduk, tetapi masa depan dunia pariwisata di sana. Saat ini, hampir 90 persen warga menggantungkan kehidupannya dari pariwisata. Kenyataan itu semestinya melegakan banyak pihak. Warga sadar, mereka harus menjaga komodo yang menjadi daya tarik wisata utama. Karena itulah, menurut Ihsan, sejak lama mereka sudah terlibat dalam upaya perlindungan ekosistem dn kawasan Taman Nasional Komodo.

Baca Juga: Wacana Penutupan TN Komodo, Lihat Foto Artis Hollywood Jumpa Si Kadal

Masyarakat Pulau Komodo hidup selaras dengan satwa itu. Mereka ada di halaman, di kolong-kolong rumah, dan di manapun tempat warga pulau berada.

“Sebelum taman nasional ada, sebelum jadi cagar alam, sebelum kemerdekaan, masyarakat sudah menempati Pulau Komodo. Mereka sudah menjaga, melindungi binatang komodo. Bukan hanya komodo saja, tetapi seluruh ekosistem. Masyarakat sudah sadar semua itu,” kata Ihsan.

iStockphoto
LukeWaitPhotography/Getty Images/iStockphoto

Pulau Padar, Taman Nasional Komodo.

Masyarakat Pulau Komodo dan sekitarnya awalnya bekerja sebagai nelayan. Di sekitar pulau itu, terdapat Pulau Rinca, Pulau Padar, Nusa Kode dan Gili Motang. Komodo terbanyak ada di Pulau Komodo dan Rinca. Wisatawan datang menggunakan kapal, sebelum kemudian berpetualang di dalam pulau untuk menemukan komodo.

Tahun 2008, jumlah wisatawan ke Pulau Komodo tercatat 44.000 dalam setahun. Jumlah itu melonjak menjadi 176 .000 pada tahun 2018, dengan mayoritas wisatawan asing. Dalam tahun-tahun mendatang, diperkirakan angkanya akan terus melonjak karena Jokowi telah menetapkan Labuan Bajo sebagai salah satu dari 10 Balli baru. Dari 10 itu, Labuan Bajo menjadi satu dari empat prioritas utama bersama Borobudur, Toba dan Mandalika.

Baca Juga: Wacana Penutupan Taman Nasional Komodo, Lihat Yuk Foto-foto Indahnya

Wisatawan biasanya datang menggunakan pesawat menuju Labuan Bajo dari Bali atau Lombok. Untuk menuju ke pulau-pulau dengan Komodo di dalamnya, perahu menjadi satu-satunya sarana transportasi. Pulau Komodo dapat dicapai sekitar tiga jam dari Labuan Bajo, sedangkan Rinca yang lebih dekat membutuhkan waktu sekitar dua jam.

ThoughtCo
ThoughtCo

Ilustrasi komodo (Varanus komodoensis)

Konservasi Libatkan Masyarakat

Dominikus Karangora dari Walhi NTT mengatakan, pengembangan pariwisata seharusnya tetap melibatkan masyarakat. Apalagi, penduduk Pulau Komodo berperan sangat besar dalam konservasi maupun pariwisata itu sendiri.

Dominikus mengatakan, mereka mendukung konservasi, tetapi tidak dengan cara menutup Pulau Komodo.

“Karena memang ada masyarakat yang hidup di dalamnya. Kita tidak bisa mengesampingkan itu. Kita melakukan konservasi lingkungan dan satwa, tetapi tidak harus melupakan bahwa di situ juga ada manusia. Dan, tidak bisa dipisahkan antara manusia dan lingkungan hidup,” kata Dominikus.

Baca Juga: Jadi Incaran Buat Bikin Foto-foto Indah, Mampukah Negeri di Atas Awan Terus Bertahan Sebagai Magnet Wisata?

Walhi NTT percaya selama ini masyarakat telah menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya konservasi taman nasional. Karena itu, tidak masuk akal jika tiba-tiba muncul ide merelokasi masyarakat dari pulau tempat mereka hidup selama ini.

foto : kompas

Komodo

Salah satu kelebihan masyarakat Pulau Komodo, adalah karena mereka mengenal dengan baik satwa itu di habitatnya. Secara alamiah, kata Dominikus, mereka menjadi ahli komodo. Bahkan di NTT sendiri, tidak ada pakar komodo yang memahami satwa tersebut secara ilmiah. Kondisi ini juga terkait dengan sejarah kehidupan masyarakat setempat, dan kebersamaan mereka dengan komodo selama ini.

“Konservasi harus melihatkan masyarakat Pulau Komodo. Mereka tahu seluk beluk Komodo. Masyarakat Pulau Komodo bahkan mampu memberi makan Komodo dengan daging di tangannya, sedangkan para ranger di taman nasional masih butuh kayu untuk antisipasi apabila ada serangan dari komodo,” papar Dominikus.

Setelah urusan penutupan Pulau Komodo mereda, Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat kembali bikin gelagapan industri pariwisata.

Viktor menyebut wisata di NTT dirancang untuk menjadi destinasi kelas premium. Oleh karena itu, kata Viktor, wisatawan asing yang berkantong tipis atau miskin, tidak boleh datang dan berkunjung ke NTT.

Penobatan itu, lanjut Viktor, menunjukkan bahwa di setiap tempat di NTT ada atraksi keindahan alam dan budaya yang akan dipenuhi wisatawan asing dari berbagai negara. "Karena itu, wisatawan yang datang itu harus kaya. Kalau yang miskin tidak boleh datang," tegas Viktor.

"Saya sampaikan ke presiden, kalau wisatawan yang miskin, kami di NTT paling banyak begitu (miskin). Jadi kalau wisatawan miskin yang datang, kami sudah tidak mau lihat lagi," katanya.

Baca Juga: Sesama Putra Terbaik NTT, Apa Alasan Gubernur NTT Ajukan Permintaan Khusus Ini Kepada Menkominfo Johnny G. Plate?

Artinya, wisatawan atau turis asing yang berkantong tebal saja yang disarankan mengunjungi Labuan Bajo. Sementara yang berkantong tipis, tidak dianjurkan datang dan berkunjung ke NTT.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan NTT, Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, ungkapan Gubernur NTT sebetulnya untuk menarik wisatawan asing datang ke NTT, utamanya yang berkantong tebal sehingga mampu menggerakkan ekonomi sekitar.

instagram @Verakebaya

Sesi pemotretan untuk buku foto

"Pak Gubernur memang statementnya selalu menohok. Mungkin itu salah satu jawaban dia bahwa banyak lho potensi wisata di Labuan Bajo. Oleh karena itu pemerintah sangat memikirkan bagaimana sarana prasarana diperbaiki terlebih dahulu," kata Lydia Kurniawati Christyana di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Jumat (15/11/2019).

Terkait dirancang menjadi kelas premium, Kepala Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOLBF) Shana Fatina Sukarsono membenarkan hal itu. Dia bilang, dalam beberapa tahun terakhir, setidaknya sejak tahun 2017 pemerintah memang menggenjot pembangunan destinasi wisata tersebut.

Berbagai pembangunan sarana dan prasarana seperti dermaga, bandara internasional, dan perbaikan jalan hingga tahun 2019 pun mulai terlihat hasilnya.

"NTT memang disasar untuk market premium. Potensi wisatanya luar biasa sehingga memang yang bisa datang ke lokasi-lokasi tadi adalah market premium. Dan kita perlu lihat (pernyataan) Gubernur itu maksudnya untuk menambah wisatawan yang datang," ujar dia di kesempatan yang sama.

Terlebih, Pulau Komodo yang menjadi salah satu daya tarik Labuan Bajo masuk ke dalam kategori world heritage site dari UNESCO. Sehingga penting rasanya, kata dia, untuk memanfaatkan wilayah timur Indonesia untuk destinasi wisata dan memicu pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga: De Tjoloamdoe, Destinasi Wisata Sejarah yang Instragamable. Tertarik?

Media wisata asal Amerika Serikat, Fodor's Travel meluncurkan daftar destinasi untuk dikunjungi dan lebih baik dipertimbangkan untuk tidak dikunjungi pada 2020.

Selain Bali, destinasi lain di Indonesia yang masuk dalam daftar No List atau lebih baik dipertimbangkan untuk tidak dikunjungi pada 2020 adalah Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur.

Jika di Bali Fodor's Travel berfokus pada dampak lingkungan dari pariwisata massal, beda cerita dengan Pulau Komodo.

Fodor's Travel mengamati Pulau Komodo sebagai destinasi dengan biaya wisata yang terlalu murah dan patut menaikkan pajak turis untuk kelestarian hewan langka.

KEMENTERIAN PARIWISATA, REPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN PARIWISATA, REPUBLIK INDONESIA

Gubernur NTT Berencana Naikkan Harga Tiket Masuk Taman Nasional Komodo, dari Rp 150 Ribu Jadi Rp 7 J

"Pemangku kebijakan di Indonesia pada awalnya berencana untuk menutup Pulau Komodo selama satu tahun dari Januari 2020 tetapi membatalkan inisiatif setelah menentukan bahwa komodo yang hidup di sana tidak terancam oleh campur tangan wisatawan terhadap perilaku dan habitat mereka," tulis Fodor's Travel.

Menurut Fodor's Travel saat ini UNESCO sedang mengawasi pemerintah Indonesia, terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pengelolaan Taman Nasional Komodo.

Meskipun menulis keterangan pemerintah Indonesia sedang membahas pemberlakuan pajak turis dan pembatasan jumlah pengunjung ke Pulau Komodo, Fodor's Travel tetap mengajak turis untuk mempertimbangkan kunjungan ke sana.

Selain Pulau Komodo, ada Kepulauan Galapagos yang disorot oleh Fodor's Travel dengan permasalahan hampir mirip. Pajak turis di Galapagos dinilai terlalu murah dan tidak naik selama 20 tahun.

Baca Juga: Wacana Penutupan Taman Nasional Komodo, Lihat Yuk Foto-foto Indahnya

https://www.maxpixel.net/
MaxPixel's contributors

Pulau di wilayah Taman Nasional Komodo

Pajak turis yang terlalu murah dinilai tidak akan mengurangi dampak pariwisata massal. Banyaknya kunjungan wisatawan ditakutkan akan berpengaruh pada kelestarian hewan langka seperti komodo di Pulau Komodo dan dan kura-kura terbesar di dunia yang ada di Kepulauan Galapagos.

"Dengan keunikan dan keistimewaan dari pulau-pulau ini. memanfaatkan pariwisata sebagai potensi uang memang masuk akal. Namun apakah kamu semua harus pergi ke sana?"

Seberapa jauh pemerintah dan komunitas lokal berupaya menjaga destinasinya, menurut Fodor's Travel patut diperhatikan oleh setiap turis.

Hal tersebut juga dinilai lebih penting ketimbang menandai daftar impian petualangan. Masih banyak destinasi lain terkenal di dunia yang masuk daftar No List dari Fodor's Travel untuk 2020.

Fodor's Travel adalah media wisata yang berawal dari buku panduan wisata dengan cikal bakal berawal pada 1936 di London, Inggris.

Pada 1949 buku panduan wisata modern Fodor's Travel diproduksi di Perancis. Pada 1996 situs resmi Fodor's Travel dibuat dan pada 2016 situs ini diakuisisi oleh perusahaan internet di California, Amerika Serikat. (VOA Indonesia/Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya