Fotokita.net - Pada masa lima tahun ke belakang, kita kerap mendengar kritik pedas dan panas yang dilontarkan oleh anggota DPR RI yang satu ini. Wajahnya pun kerap menghiasi layar televisi, lantaran memenuhi permintaan wawancara.
Kini, namanya telah menghilang sebagai anggota DPR RI periode 2019 - 2024. Tentu, kita tahu siapa sosok yang kerap memenuhi foto pekerja media.
Nama Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah tidak akan ada dalam daftar anggota DPR periode 2019-2024. Sebab, Fahri tak mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019.
Diketahui, pada Pileg 2014 Fahri berhasil mengamankan satu kursi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR dari Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB). Ketika itu, Fahri memperoleh suara tertinggi yaitu 125.083 suara.
Pada Pileg 2019 jalan Fahri untuk kembali mencalonkan diri sebagai calon legislatif terhambat. Salah satu penyebabnya adalah konflik internal antara Fahri dan PKS.

:quality(100)/photo/2019/09/18/428205955.jpg)
Menkumham Yasonna Laoly (kanan) berjabat tangan dengan Wakil Ketua DPR selaku pimpinan sidang Fahri Hamzah (ketiga kanan), disaksikan Ketua DPR Bambang Soesatyo (kedua kiri) dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon (kedua kanan), dan Utut Adianto (kiri) usai menyampaikan pandangan akhir pemerintah terhadap rev
PKS melayangkan surat pemecatan kepada Fahri pada 6 April 2016, karena dinilai melanggar kode etik partai. Tak tinggal diam, Fahri pun membela diri di pengadilan terkait pemecatannya hingga sampai akhirnya memenangkan kasus tersebut di pengadilan.
Tim Kuasa Hukum Fahri Hamzah mendesak agar pihak Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) segera melaksanakan putusan pengadilan dengan membayar Rp 30 miliar kepada kliennya.
Desakan tersebut dilakukan dengan penyerahan berkas berupa data tambahan untuk permohonan eksekusi terhadap harta benda milik PKS di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (30/10/2019).
Kuasa Hukum Fahri Hamzah, Mujahid A Latief, mengatakan, pihaknya menyerahkan data tambahan untuk permohonan eksekusi tersebut sebagai pengingat kepada partai pimpinan Sohibul Iman itu. "Sebetulnya poin penting kami adalah mengingatkan kembali PKS untuk segera melaksanakan isi putusan pengadilan," kata Mujahid.
Fahri Hamzah
Permohonan eksekusi tersebut diajukan Fahri menyusul putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengharuskan PKS membatalkan pemecatan Fahri dan membayar ganti rugi sebesar Rp 30 miliar.
Menurut Mujahid, sejak ada putusan tersebut, PKS tidak memberikan respons walaupun sudah diberi surat dan dipanggil ke pengadilan, hingga pihaknya memutuskan untuk mengajukan permohonan eksekusi.
"Apa sih kendalanya? Ini yang kami tidak tahu, makanya hari ini kami serahkan lagi beberapa data tambahan. Mudah-mudahan dengan ini segera ditindaklanjuti dan PKS segera melaksanakan isi putusan ini supaya tidak berkepanjangan. Kita ingin ini segera selesai," kata dia.
Apalagi, kata dia, sejak putusan MA tersebut sampai saat ini sudah berlangsung sejak Oktober tahun lalu.
Berbagai tahapan juga sudah dilakukan, mulai dari sukarela hingga panggilan PN, sama sekali tak diindahkan oleh PKS sehingga pihaknya mengajukan sita eksekusi harta benda tersebut baik yang berupa harya bergerak maupun tidak bergerak.
Ahmad Dhani bersama Fahri Hamzah dan Fadli Zon
Diketahui, perseteruan antara Fahri dan PKS bermula pada 2016. Kala itu, Fahri dipecat dari seluruh jenjang jabatan di kepartaian. Fahri yang tidak terima dengan dengan keputusan tersebut lalu melayangkan gugatan di PN Jakarta Selatan.
Dalam gugatannya, Fahri menuntut PKS membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 1,6 juta dan imateriil senilai lebih dari Rp 500 miliar.
Elite yang digugat adalah Presiden PKS Shohibul Iman, Ketua Dewan Syariah Surahman Hidayat, Wakil Ketua Dewan Syuro Hidayat Nur Wahid, Abdul Muis, dan Abi Sumaid. Fahri juga menuntut PKS untuk memulihkan nama baiknya.
Fahri memenangi gugatan tersebut, tetapi PKS mengajukan banding ke pengadilan tinggi yang kembali dimenangkan Fahri. Setelah itu, PKS mengajukan permohonan kasasi ke MA tetapi ditolak.
MA memutuskan sekaligus memerintahkan PKS agar membatalkan pemecatan Fahri dan membayar ganti rugi kepada Fahri senilai Rp 30 miliar. (Kompas.com)