Ramai-ramai Kandangkan Pesawat Boeing 737 Karena Ada Retakan, Ternyata Presiden Kita Jadi Penemu Teori untuk Cegah Crack Pada Pesawat

Rabu, 30 Oktober 2019 | 07:17
Indra Gunawan

Boeing 737 milik Garuda Indonesia

Fotokita.net-Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan grounding atau pelarangan terbang tiga pesawat jenis Boeing 737 NG yang dioperasikan maskapai Indonesia. Tiga pesawat itu terdiri dari satu milik Garuda Indonesia dan dua milik Sriwijaya Air.

Kebijakan Kemenhub tersebut terkait dengan langkah Boeing yang telah memeriksa 810 unit pesawat tipe 737 Next Generation (NG) di seluruh dunia.

Jenis pesawat 737 NG meliputi Boeing 737-600, Boeing 737-700, Boeing 737-800, dan Boeing 737-900. Dari pemeriksaan itu, Boeing menemukan retakan struktural di 38 unit pesawat sehingga membutuhkan perbaikan dan penggantian.

Baca Juga: Berbekal Otak Jenius, BJ Habibie Bikin Karya Fotografi dengan Teknik dan Detil yang Presisi. Subyek Fotonya Tak Jauh-jauh dari Tempat Ini...

Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Avirianto mengatakan, terdapat crack di salah satu dari tiga pesawat B737NG milik Garuda Indonesia yang berumur melebihi 30.000 FCN dan terdapat crack di dua pesawat B737NG milik Sriwijaya Air dari lima pesawat yang berumur lebih dari 30.000 FCN.

Pengoperasian tiga pesawat B737NG yang ditemukan crack atau retakan diberhentikan sampai menunggu rekomendasi lebih lanjut dari pihak Boeing.

“Selanjutnya DKPPU meminta operator yang mengoperasikan B737NG, yaitu Garuda Indonesia, Lion Air, Batik Air, dan Sriwijaya Air, untuk memasukkan pemeriksaan atau inspeksi sesuai DGCA AD 19-10-003 ke dalam Maintenance Program dengan interval rutin setiap 3500 Flight Cycle (FC),” ujar Avirianto dalam keterangan tertulis, Selasa (15/10/2019).

boeing.com
Boeing

Pesawat Boeing 737

Apabila kita masih ingat, Presiden RI Ke-3Bachruddin Jusuf Habibie adalah orang yang menemukan"Crack Progression Theory".

Menjadi sosok pemimpin bangsa yang sangat inspiratif dan jenius, Bachruddin Jusuf Habibie merupakan ilmuwan sekaligus politisi yang sangat mencintai keluarga.

Banyak hal mengenaiHabibie yang dapat dikenang dan membuat kita kagum.

Baca Juga: Tinggalkan Jabatan Ahli Pesawat di Jerman, BJ Habibie Pulang Kampung. Sayang, Ia Tak Akan Pernah Melihat Pesawat Bikinannya Mengudara di Angkasa Nusantara

Dok. MMKSI

Decal branding Mitsubishi Xpander muncul di bodi pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-800 NG

Di dunia iptek, para ahli dirgantara mengenal apa yang disebut Faktor Habibie, Teori Habibie, atau Fungsi Habibie.

Crack Progression Theory dianggap sangat penting dalam dunia dirgantara karena teori ini menjadi solusi dari masalah panjang yang dapat ditimbulkan oleh retaknya bagian sayap dan badan pesawat akibat mengalami guncangan selama take off dan landing.

Tak main-main, Faktor Habibie masih dijadikan pedoman dalam pembuatan pesawat terbang seluruh dunia hingga saat ini.

DOK. KEMENRISTEKDIKTI/BONI AGUSTA
DOK. KEMENRISTEKDIKTI/BONI AGUSTA

Sumbangsih Habibie Jadi Pedoman di Seluruh Dunia, Crack Progression Theory Ini Sangat Penting dalam Bidang Kedirgantaraan

Berkat temuan pentingnya, Habibie dijuluki Mr Crack.

Memahami Crack Progression Theory dari Mr Crack

Di masa muda, Habibie sempat mengenyam bangku pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB), dulu bernama Universitas Indonesia Bandung, tapi hanya satu tahun.

Sebab, Habibie mendapat beasiswa dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk melanjutkan kuliah di Rhein Westfalen Aachen Technisce Hochshule (RWTH) Jerman pada 1955.

Baca Juga: Hari Ini Setahun Lalu, Publik Dikejutkan Kecelakaan Tragis Lion Air JT. Kini, KNKT Berhasil Ungkap Penyebab Pesawat Baru Itu Jatuh ke Laut Saat Pagi Hari

Habibie mendapatkan gelar Ing dari Technische Hochschule Jerman pada 1960.

Kemudian Habibie melanjutkan studi doktor di Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachen Jerman dan mendapatkan gelar doktor pada 1965.

Di sinilah Habibie mulai menggeluti bidang dirgantara.

Dilansir Tribunnews, julukan Mr Crack disandang Habibie karena keahliannya dalam menghitung crack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang.

Zika Zakiya

Pesawat Boeing 737-800NG Garuda Indonesia akan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta.

Sebelum titik crack bisa dideteksi secara dini, para insinyur mengantispasi kemungkinan muncul keretakan konstruksi dengan cara meninggikan faktor keselamatannya (SF).

Caranya, meningkatkan kekuatan bahan konstruksi jauh di atas angka kebutuhan teoretisnya.

Akibatnya, material yang diperlukan lebih berat.

Untuk pesawat terbang, material aluminium dikombinasikan dengan baja.

Namun, setelah titik crack bisa dihitung, derajat SF bisa diturunkan, misalnya dengan memilih campuran material sayap dan badan pesawat yang lebih ringan.

Porsi baja dikurangi, aluminium makin dominan dalam bodi pesawat terbang.

Dalam dunia penerbangan, terobosan ini tersohor dengan sebutan Faktor Habibie.

Baca Juga: Pesawat Kepresidenan Tembus Kabut Asap Tebal Bandara Pekanbaru, Presiden Jokowi Pimpin Rapat dan Tinjau Langsung Kondisi Lapangan. Lihat Foto-fotonya...

Faktor Habibie bisa meringankan operating empty weight (bobot pesawat tanpa berat penumpang dan bahan bakar) hingga 10 persen dari bobot sebelumnya.

Bahkan, angka penurunan ini bisa mencapai 25 persen setelah Habibie menyusupkan material komposit ke dalam tubuh pesawat.

Faktor Habibie juga berperan dalam pengembangan teknologi penggabungan bagian per bagian kerangka pesawat.

Sambungan badan pesawat yang silinder dengan sisi sayap yang oval mampu menahan tekanan udara saat tubuh pesawat lepas landas.

Begitu juga pada sambungan badan pesawat dengan landing gear jauh lebih kokoh sehingga mampu menahan beban saat pesawat mendarat.

Faktor mesin jet yang menjadi penambah potensi fatigue menjadi turun. (Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya