Kata Siapa Generasi Milenial Tak Peduli Lingkungan, Survei Ini Buktikan Mereka Paling Banyak Lakukan Diet Kantong Plastik Dibanding Generasi Tua

Minggu, 08 September 2019 | 12:25
Thinkstock

Kebijakan kantong plastik berbayar mulai diterapkan di gerai-gerai ritel modern per 1 Maret 2019

Fotokita.net - Plastik masih mendominasi produksi sampah di Ibu Kota setelah bahan organik. Catatan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyebutkan, komposisi sampah plastik tahun 2018 mencapai rata-rata 14 persen (980 ton) dari total produksi sampah harian di Jakarta.

Produksi harian ini dilihat dari sampah asal Jakarta yang ditampung di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Kota Bekasi.

Jika tidak segera diatasi, sampah plastik berpotensi merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia.

Baca Juga: Pembagian Daging Hewan Kurban dan Kampanye Diet Plastik. Foto-Foto Ini Tunjukan Masyarakat Semakin Peduli Terhadap Bahaya Plastik Sekali Pakai!

Diperlukan waktu lama, sedikitnya 1.000 tahun agar sampah plastik dapat terurai dengan sempurna. Selama belum terurai, partikel-partikel plastik dapat mencemari tanah dan air tanah.

Pemprov DKI telah melakukan sejumlah upaya, untuk mengatasi persoalan ini. Salah satunya “Jakarta Less Waste Initiative” yang diluncurkan pada Juni 2019., Pemprov dan DLH DKI Jakarta menggandeng para pelaku usaha seperti restoran dan hotel dalam menjalankan program ini. Harapannya mereka dapat menjadi pionir untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat mengurangi sampah.

AzerNews
AzerNews

Hari Ini Kantong Plastik Tidak Gratis

Apresiasi Warga

Program pemerintah untuk mengurangi pemakaian plastik sekali pakai semakin banyak mendapat dukungan warga. Hal ini terlihat dari dua hasil jajak pendapat telpon Kompas di waktu yang berbeda.

Akhir November 2018, program mengurangi penggunaan plastik baru disetujui 91,5 persen. Angka ini meningkat pada awal Agustus 2019 menjadi 97,9 persen.

Apresiasi terhadap program pemerintah ini pun selaras dengan kebiasaan warga. Hampir 90 persen responden mengaku sudah melakukan diet plastik. Membawa tas belanja non-plastik menjadi kebiasaan paling favorit yang dilakukan oleh dua dari lima responden. Selanjutnya disusul membawa botol minum (34,3 persen) dan peralatan makan, tempat makan, serta sedotan besi/bambu (24,6 persen).

Baca Juga: Sampah Plastik Bikin Kita Jijik Pada Pemandangan di Kali Bekasi Ini

Luhur/Kompas.id

Infografik diet kantong plastik.

Kini tas belanja non-plastik mudah ditemukan di toko retail waralaba hingga pasar swalayan di Jakarta. Hal ini tidak lepas dari ketentuan di pasal 21 Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013. Perda Pengelolaan Sampah tersebut menyebutkan, pusat perbelanjaan, toko modern, dan pasar wajib menggunakan kantong belanja ramah lingkungan.

Mereka yang sudah melakukan “diet” plastik bukan tanpa alasan. Hampir 60 persen persen responden merasa khawatir dengan kondisi sampah di sekitar mereka. Disusul karena pengaruh kampanye ramah lingkungan (18,5 persen), gaya hidup (13,8 persen), dan aturan pemerintah (7,7 persen). Terakhir memang karena toko sudah tidak menyediakan kantong plastik lagi (9,1 persen).

Kekhawatiran sebagian besar warga salah satunya disebabkan oleh kebiasaan buang sampah sembarangan, termasuk sampah plastik. Kebiasaan buruk yang masih marak terjadi ini menyebabkan pencemaran lingkungan di sejumlah lokasi.

Baca Juga: Sampah Bisa Bikin Gunung Baru, Pemerintah Kota Ini Buat Program Beli Makanan dengan Sampah Plastik

Luhur/Kompas.id

Infografik diet kantong plastik.

Tidak Praktis

Ketertarikan laki-laki dan perempuan terhadap aktivitas mengurangi pemakaian plastik berbeda. Perempuan lebih banyak melakukan aktivitas “diet” plastik ketimbang laki-laki.

Sama halnya beda ketertarikan antar generasi. Responden generasi milenial lebih aktif untuk mengurangi pemakaian plastik sekali pakai, dibandingkan generasi baby boomer atau yang berusia 40 tahun ke atas.

Baca Juga: Ayo Peduli Lingkungan Sejak Sekarang! Bumi Darurat Sampah Plastik, Foto-foto Ini Jadi Buktinya!

Sejumlah alasan terlontar dari mereka yang belum melakukan diet plastik. Tidak praktis menjadi alasan yang paling banyak diungkapkan hampir 60 persen responden. Selanjutnya disusul alasan belum ada larangan dari pemerintah (12,7 persen). Faktor lainnya, biaya ganti kantong plastik di toko masih relatif murah (10,9 persen).

Robertus/Kompas.id

Infografik pembatasan pemakaian plastik.

Kebijakan Pemerintah

Selain tidak praktis, belum adanya larangan dari pemerintah juga menjadi pemicu warga masih mengindahkan mengurangi plastik. Hingga saat ini baru dua pemerintahan di Jabodetabek yang telah memiliki peraturan pelarangan plastik. Diantaranya Peraturan Wali (Perwali) Kota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 dan Perwali Kota Bekasi Nomor 61 Tahun 2018 yang keduanya mengatur tentang pengurangan penggunaan kantong plastik.

Sementara bagi mereka yang belum memiliki peraturan, upaya pengurangan tetap digaungkan melalui sejumlah imbauan dan kampanye. Contohnya kampanye peringatan “Hari Tanpa Kantong Plastik Sedunia” di Pasar Mayestik bulan Maret lalu. Kampanye yang diselenggarakan DLH DKI dan Pemkot Jakarta Selatan itu mengajak pengunjung pasar menukar kantong plastik dengan kantong belanja ramah lingkungan.

Baca Juga: Tak Pernah Lelah Beraksi Demi Lingkungan, Menteri Susi Pudjiastuti Pamerkan Sepatu Baru dari Daur Ulang Sampah Plastik. Lihat Fotonya!

Wahyuandrie/Kompas.id

Infografik kota yang menerapkan pembatasan pemakaian kantong plastik.

Upaya pemerintah menggalakkan kebiasaan ramah lingkungan diapresiasi banyak warga. Tiga dari lima responden pun yakin, kelak pemerintah mampu atasi persoalan sampah plastik. Meski demikian kebijakan nyata dan inovasi pemerintah tetap dinanti, setidaknya untuk meyakinkan sepertiga responden yang masih menilai sebaliknya.

Kesadaran warga ibukota dan sekitarnya akan pentingnya “diet” plastik merupakan sinyal positif. Ditambah lagi sebagian besar warga sepakat dengan hadirnya peraturan dan program pemerintah mengurangi sampah plastik. Kini tiba saatnya menanti akankah pemerintah segera menanggapi sinyal positif tersebut? (Albertus Krisna/Litbang Kompas)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Sumber : Kompas.id

Baca Lainnya