Di Ende Soekarno Jatuh Cinta Pada Rakyat Jelata dan Lakukan Olahraga Ini Setiap Pagi

Sabtu, 17 Agustus 2019 | 07:49
Zika Zakiya

Masyarakat di Pulau Ende memanfaatkan kapal untuk menyeberang dari dan menuju Kota Ende. Dengan tari

Fotokita.net -Dalam biografi yang ditulis Cindy Adams Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, Soekarno pernah bercerita khusus tentang Ende.

"Ende sebuah kampung nelayan telah dipilih sebagai penjara terbuka untukku. Keadaannya masih terbelakang. Aku mendekat kepada rakyat jelata karena aku melihat diriku sendiri dalam orang-orang yang melarat ini. Di Ende yang terpencil dan membosankan itu, banyak waktuku terluang untuk berpikir," tutur Soekarno dalam biografi itu.

Bung Karno juga bercerita, tempat menyendiri yang paling ia gemari adalah di bawah pohon sukun (Artocarpus communis) yang menghadap laut.

Baca Juga: Rupa-rupa Benda Perayaan Indonesia Merdeka. Mana yang Jadi Favorit Kita? Foto-foto Ini Jadi Buktinya

KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG

Rumah pengasingan Bung Karno di Jalan Perwira, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, Kamis (11/7/2016). Kota ini menyimpan sejarah panjang perihal sepak terjang Ir Soekarno atau Bung Karno selama empat tahun (14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938) menjalani pengasingan.

"Revolusi kami tidak mempunyai titik batasnya. Revolusi kami, seperti samudra luas, adalah hasil ciptaan Tuhan, satu-satunya Maha Penyebab dan Maha Pencipta. Dan, aku tahu di waktu itu...aku harus tahu sekarang... bahwa semua ciptaan dari Yang Maha Esa, termasuk diriku sendiri dan tanah airku, berada di bawah aturan hukum dari Yang Maha Ada."

Don Bosco Wangge, Bupati Kabupaten Ende periode 2009-2014 di buku Ekspedisi Jejak Peradaban NTT: Laporan Jurnalistik Kompas pernah menyebut bahwa Ende sebagai " rahim" Pancasila. "Sejarah perjuangan bangsa kita tak utuh tanpa pengakuan kalau Pancasila dikandung di Ende," tuturnya.

Selain itu, Don Bosco juga mengatakan belasan tonil yang bernafaskan semangat juang mengusir penjajah adalah fakta tidak terbantahkan bahwa perjuangan nasional pernah berkobar dari Ende.

Baca Juga: Kisah Kemerdekaan Indonesia, Apa Maksud Soekarno Bilang, 'Pelacur Adalah Mata-mata yang Paling Baik di Dunia'?

KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG

Lukisan Bung Karno tersimpan di Rumah pengasingan Bung Karno di Jalan Perwira, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, Kamis (11/7/2016). Kota ini menyimpan sejarah panjang perihal sepak terjang Ir Soekarno atau Bung Karno selama empat tahun (14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938) menjalani pengasingan.

Penelitian Yuke Ardhiati, arsitek profesional yang juga pengajar Fakultas Seni Rupa dan Disain Trisakti menyimpulkan, pemikiran Bung Karno di Ende sudah meliputi semua sila Pancasila.

Saat itu, Bung Karno menyebut sebagai Lima Butir Mutiara. "Kota Ende membentuk stuktur pemikiran spiritual dan spatial Sukarni," kata Yuke dikutip dari buku Ekspedisi Jejak Peradaban NTT: Laporan Jurnalistik Kompas.

Soekarno tiba di Ende pada tanggal 14 Januari 1934 setelah 8 hari berlayar bersama istri, Inggit Garnasih, ibu mertua dan anak angkat, Ratna Djuami dengan menumpang KM Van Riebeck. Mereka tiba pukul 08.00 waktu setempat.

Baca Juga: Lewat Foto-foto Tulisan Tangannya, Bung Karno Ternyata Punya Sifat Asli Ini. Baca Analisis Tulisan Tangan Bung Karno!

Dilansir dari tulisan J Pamudji Suptandar yang berjudul Rumah Tahanan Bung Karno di Ende, diceritakan Soekarno menempati rumah bergaya arsitektur Indis yang terletak di Jalan Perwira Nomor 24 berukuran 8 x 12 meter yang dicat warna putih untuk dinding dan warna hijau pada kerangka.

KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG

Rumah pengasingan Bung Karno di Jalan Perwira, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, Kamis (11/7/2016). Kota ini menyimpan sejarah panjang perihal sepak terjang Ir Soekarno atau Bung Karno selama empat tahun (14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938) menjalani pengasingan.

Ruang dalam tersusun empat ruang, ruang depan untuk ruang tamu dan tempat kerja, sedang ruag di dalam letaknya bersebelahan untuk ruang ruang tidur Bung Karno beserta istri, dan ruang yang berhadapan untuk ibu mertua dan anak angkatnya.

Di serambi belakang terbuka selasar dan di ujungnya terdapat ruang kecil bertuliskan "Ruang Semedi." Soekarno keturunan Jawa yang menjadikan semedi sebagai kebiasaan yang berkaitan dengan pembersihan diri dan ketenangan batin.

Laku bersemedi biasanya dilakukan Bung Karno mulai tengah malam sampai menjelang pagi. Saat bersemedi sikap duduk menghadap ke timur menyongsong terbitnya matahari.

Baca Juga: Menyuruh Ketiga Anaknya Berpose Sama, Eh Ibu ini Malah Kaget Mendapati Anaknya Berpose Aneh. Ayo Lihat Fotonya!

Di belakang rumah terdapat sumur yang airnya sangat jernih dilengkapi ember. Setiap hari Bung Karno menimba air dua kali pagi sore untuk mandi sekeluarga dan sebagai olahraga.

Hipwee

Bung Karno dan Cindy Adams

Djae Bara, murid Bung Karno di Ende, dikutip dari buku Kisah Istimewa Bung Karo mengisahkan Bung Karno biasanya melakukan perenungan setiap Jumat malam di bawah rimbunan sebuah pohon sukun menghadap ke laut Pantai Ende.

Lokasi tersebut berjarak sekitar 700 meter dari rumah kediaman Bung Karno dan kini ada di tepi Lapangan Perse Ende. Sejak tahun 1080-an, pohon sukun itu berganti nama menjadi Pohon Pancasila.

Baca Juga: Kuburan Hewan Peliharaan Ragunan Bukti Cinta dan Kasih Sayang Hewan Kesayangan, Foto-Foto Ini Tunjukan Proses Kremasi Hingga Pemakaman

Pohon aslinya sudah mati pada tahun 1970-an. Dan pemerintah setempat telah mengganti dengan menanam anakan pohon yang sama di lokasi yang sama.

Sejak tahun 2000, Lapangan Perse diganti namanya menjadi Lapangan Pancasila. Tidak jauh dari tempat tersebut, di jalan Irian, berdiri Gedung Imakulta, tempat Bung Karno mementaskan tonil-tonilnya. (Rachmawati/Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya